Gelorakan Pemikiran

Sabtu, 02 Oktober 2010

Menyoal Gerakan Anti Korupsi Berwatak Neokolonialisme Dan Neoliberalisme
Yanto Sagarino DPP IMM

Busyro Muqaddas mengatakan bahwa Orang Idonesia sangat mudah di suap, belumberhasilnya pemberantasan korupsi lantaran gerakan korupsi semakin meluas dan membuat gurita di tengah-tengah kondisi bangsa yang tak tau arah perjalanannya dan gerakan pemberantasan korupsi juga belum bersifat ideologis dan tidak berideologi sehingga konseppemberantasa korupsi di Indonesia masih di nilai artifisial tanpa keefektifan. Selama ini memang gerakan anti korupsi yang di lakukan oleh berbagai komponen seperti ormas Islam (Muhammadiyah dan NU), gerakan mahasiswa Islam yang di refresentasikan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, LSM, NGOdan lain sebagainya, sangat gencar, namun mereka tidak di lakukan dalam konteks kesadaran akan pentingnya sebuah paradigma yang terbebas dari penyakit sosial yang namanya korupsi itu. Padahal dari sisi ideologis dan konsep anti korupsi sangat penting untuk dimaksimalkan terkait dengan gerakan yang di lakukannya. Terkait dengan teriakan bahwa korupsi itu adalah sebuah penghianatan terhadapmartabat bangsa, namun ketika mereka menjadi pemimpin negara juga melakukan nefotisme dan tidak berfikir untuk melakukan pemberantasan korupsi secara ideologis dan maksimal. Padahalnefotisme itu merupakan indikator terkuat dalamhal korupsi yang bisa berakibat pada terciptanya kekuasaan yang oligarki bukanlah kekuasaan yang mementingkan kepentingan rakyat.
Telah banyak UU yang di lahirkan oleh pemerintah dan legislatif akan tetapi kebanyakan UU yang mereka produk merupakan hasil dari bentukan total neokolonialisme di bawah kekuasaan demokrasi liberal yang selama ini mengatur tentang proses regulasi jalannya perekonomian Indonesia. Dalam deretan UU yang di produksi tersebut, yang paling parah adalah UU tipikor yang menampakkan semakin gencarnya prilaku korupsi yang telah memberikan kebebasan kepada seluruh pengusaha-pengusaha untuk menanam saham diIndonesiayang berakibat kondisi yang tidak stabil dalam pengaturan perjanjian maupun proses perpajakan, sehingga hal ini menjadi bagian yang empuk bagi neokolonialisme untuk melanggengkan kekuasaannya dengan biasanya tidak membayar pajak, kalau pun membayar pajak dengan besaran miliyaran dan triliunan rupian mereka tidak segan-segan membayar birokrasi pemerintah yang dapat membebaskan hutang pajaknya. UU anti korupsi yang di lahir melalui tang neokolonialisme memiliki ciri-ciri umu adalah sebagai berikut :
1. Memberikan legitimasi dan royalti secara cma-Cuma kepada negara melalui investasi yang mereka tanam di Indonesia.
2. Hilangnya kekuatan legislatif untuk mengatur tentang regulasi UU anti korupsi karena melalui gerakan nekolim ternyata legislatif juga meminta pembiayaan penyusunan anggara kepada kapitalisme pemodal sebagai jaringan kerja nekolim.
3. Melakukan presser group melalui institusi atau lembaga negara yang konsen dalam memutuskan perkara hukum.
4. Adanya konkalikong pejabat negara dengan motif yang berbeda untuk meminta agar kepentingan pejabat tertentu di anulir oleh negara.
5. Konspirasi nekolim lebihdi arahkan pada institusi penegakan hukum seperti kejaksaan, kepolisian dan lembaga huku negara lainnya yang nyatanya mereka mencari modal operasional administrasi dari luar (dari pemilik modal).

Rakyat Indonesia ini sebenarnya berada dalam ketidakpastian mereka bisa di bilang jujur atau tidak, toh selama ini gerakan antikorupsi yang di lakukan merupakan rentetan kesalahan dan masalah yang di bangun pondasi pada sebelumnya, baik kesalahan akan kesadaran manusianya maupun kesalahan pembangunan sumber daya manusia yang kurang baik serta kesalahan pembangunan sistem politik hukum kenegaraan yang keteledoran. Padahalkorupsi itu sepertti butiran salju kecil yang telah mencair dan kini sudan merajalela sekaligus membesar, kalaudiuraisangatlah sulit. Maka halinilah yang sangat perlu dekonstruksinya agar semua persoalan korupsi yang berwatak neokolonialisme dapat di redam dalam sistem bernegara kita. Tentu dalam melakukan dekonstruksi persoalan korupsiyang bersifat nekolim tersebut sangat perlu cara pandang yang sama dan membalik sistem tersebut kearah yang bersih dari intervensi para koruptor yang berwatak nekolim.Apalagiselama ini sistem demokrasi yang serba terbuka dan bebas untuk melakukan nterufsi, maka disitulah akan ada penyemaian bibit unggul koruptor, kita lihat saja fenomena misalnya berberapa puluh tahun dalam proses reformasi dan perekrutan kepala daerah melalui pemilukada di masing-masing daerah yang rata-rata hampir 99 porsen masyarakat dan rakyat Indonesia senang di suap. Sementara mereka tidak memikirkan masa depan bangsa Indonesia.

Peringkat Indek Korupsi Indonesia ditahun 2009 – 2010 adalah 2,8 dan berada diurutan 111, sementara data korupsi yang di lansir oleh ICW pada tahun 2009 -2010 tentang vonis korupsi ditingkat PN dan PT mencapai 119 perkra (13,19 %) di seluruh Indonesia. Kemudian perkara yang di vonis putusan bebas korupsidi tingkat PN dan PT di seluruh Indonesia tercatat 141 perkara dengan rincian 99 perkara bebas di tahun 2009 dan perkara bebas korupsi ditahun 2010 sebesar 42 pada semester I. Sedangkan utusan oslaag/lepasdi tingkat PN dan PT selama semster I tahun 2010 adalah 2kasus yang dilepas dengan tidakdiproses yakni korupsi di tubuh perusahaan daerah air minum (PDAM) tirta jasa kalianda dengan terdakwa Rusli Isa dan Tikyani divonis oleh PT Tanjungkarang oleh 27 Januari 2010. Fenoena korupsi yang berwatak nekolimini sudah menjadi penyakit yang seolah-olah takmampu di identifikasi. Masalah ini merupakan bentuk penghianatan terhadap hak-hak sosial. Kini hak koruptor semakin jelas dalammenguasai elemen negara dan bangsa ini yang tidak memiliki kesadaran akan anti korupsi bahkan merekasendiri yang menciptakan benih-benih korupsi. Masalah korupsi pada bangsa ini sudahmenjadi iklim politik yang semacam di legalisasikan baik dalam UU maupun dalam hal teknis untuk memberikan perkara dan mengambil putusan dalam menjerat koruptor. Coba kita maknai eksistensi KPK pada hari ini yang berberat hati dalam menuntaskan kasus korupsi Century Gate yang menelan 6,7 Triliun rupiah, kita bayangkan sajabetapasedihnya negara ini. Carapandang melihat masalah Century tidaksesederhanakan itu, karena memang yang berperan di dalamnya adalah Sri Mulyani menteri keuangan dan Wakil Presiden Boediono. Kalau kita telisik lebih jauh, ini merupakan drama kejahatan hak kemanusiaan terhadap rakyat Indonesa karena memang peran kekuasaan dalam memelihara koruptor seperti Boediono dan Sri Mulyani yang terlibat di dalamnya sangat massif. Alur kekuasaan Boediono dan Sri Mulyani ini menambah deretan tetesan darah dan kesedihan bangsa Indonesia selama peran-peran nekolim dalam mengintervensi kekuasaan dalam proses pemberantasan korupsi melalui Boediono dan Sri Mulyani sebagai pejabat negara. Hal ini di tunjukkan setelah Sri Mulyani menerima tawaran IMF menjabat sebagai staf IMF. Cara kerja nekolim ini sesuatu yang tidak bisa di lepas dari paradigma iklim perekonomian dan hukum negeri kita yang tidak stabil seperti sekarang ini.

Sebenarnya UU tipikor harus di jelaskan secara rinci dan mendalam dengan tujuan menopang proses pemberantasan korupsi, sangat wajar kalau selamaini banyak menimbulkan penolakan terhadap UU tipikoryang tidak akan bisa bekerja secara maksimal, apalagi konsep program antikorupsi pada lembaga negara yang di dominasi oleh watak nekolim. Kita mengetahui kelemahan UU Tipikor dalam melakukan penindakan dan penangkapan terhadap koruptor yakni membuka akses kekuatan kepentingan oleh lembaga negara dalam ruang negosiasi kasus korupsi yang kemudian memberikan delegitimasi terhadap keberadaan lembaga negara itu sendiri.