Gelorakan Pemikiran

Minggu, 26 September 2010

Asal Usul, Pengertian Dan Kesadaran Shafrilisme
Asal Usul Teori Shafrilisme


YANTO SAGARINO PENGGAS TEORI SHAFFAN


Syafrilisme berasal dari Al Qur’an Surat Ash Shaff [61] : 1-14. Pertama, Kata Ash berasal dari tiga kategori kalimat dan bahasa dalam Al Qur’an yaitu sebagai berikut :
Kalimat pertama, ash berarti suatu masa dan waktu akan tercapai kedamaian, kata ash ini juga diambil dari Al Qur’an surat Al Ashr (masa) kemudian kalau diambil dari ayat pertama yakni wal asri artinya demi masa. Sebagaimana di sebutkan dalam Al Qur’an Surat Al Ashr [103] : 1-3 mengatakan bahwa ” Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran (Al Qur’an Surat Al Ashr [103] : 1-3) Kemudian kalimat kedua, assala mualai’kum artinya ”selamat atas kalian semua”. Kalimat ini juga biasa di ucapkan oleh seorang muslim kepada saudara seiman dan setakwanya. Makna ucapan ”assalamualai’kum” itu merupakan sesuatu hal yang memberikan faedah atas pekerjaannya maupun kerjasama manusia secara kolektif/jamaah, oleh karena pekerjaan atau perjuangan apapun tak mungkin tercapai tanpa barisa yang kuat dan bersatu padu untuk membangun kadamaian. Orang yang mengucapkan kata salam ini adalah orang yang merasa kagum akan perjuangan umat Islam yang dicapai dengan damai dan melindungi seluruh umat manusia dalam erangka menegakan keadilan.
Begitu juga dengan kalimat Ketiga, arsy, artinya ”sesuatu yang dibangun sebagai tempat berteduh” atau ”sesuatu yang beri atap”. Atau tahta pemimpin yang terkenal dengan keanggunan, kepribadian jujur, adil, terbuka, fatonah, keimanannya, keislamannya dan ahlaknya. Jadi dalam arti arsy dalah tempat bersemayamnya Allah, tempat bersemayam ini bukan dalam arti fisik sebagaimana di bayangkan manusia. Akan tetapi makna dari arsy adalah ke—Maha—Kuasa—Nya serta pengawasan—Nya terhadap seluruh mahluk ciptaan—Nya. Hal itu secara jelas tergambar dalam ayat Al Qur’an dalam surat Al A’raaf [7] :54 yang mengatakan bahwa ”Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa lalu Dia bersemayam didalam Arsy. Dia menutukan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan diciptakan pula matahari, bintang-bintang, bulan, masing-masng tunduk kepada—Nya. Ingatlah, menciptakan dan memrintah hanya hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan Alam Semesta”. (Al Qur’an dalam surat Al A’raaf [7] : 54), selain itu juga di jelaskan dalam Al Qur’an surat yunus [10] : 3 yang mengatakan bahwa ”Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa lalu Dia bersemayam didalam Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang memberi syafaat kecuali sesudah ada izin—Nya. Demikian itulah Allah, Tuhan kalian, maka sembahlah Dia. Maka apakah kalain tidak mengambil pelajaran ? (Al Qur’an surat yunus [10] : 3), Ayat yang lain menjelaskan kekuasaan Allah swt adalah ”Allah adalah yang meninggikan langit tanpa tiang yang dapat kalian lihat, kemudian Dia bersemayam diatas arsy dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan mahluk-mahluknya, menjelaskan tanda-tanda kebesarannya, supaya kalian meyakini pertemuan dengan Tuhan kalian (Al Qur’an surat ar Rad [13] : 2). Didalam ayat lain juga memepertegas kepada manusia yang mengakui dan mengatakan ada Tuhan selain dari Allah swt. Maka Allah dengan sikap penuh moderat dan demokratis menyuruh kepada manusia untuk membuktikan Tuhan-Tuhan mereka ”apakah Tuhan orang–orang Yahudi, Nasrani, Yunani, Hinduisme, Budhaisme, Taoisme, Kristen, Komfucianisme, Konghucu, bisa membuat bumi dan langit yang lain sebagai tempat umatnya mencari makan, minum, menikmati udara segar, menciptakan angin, menciptakan air untuk kalian mandi, dan menciptakan segalanya ?, seperti ciptaan Allah swt ?. Sebagaiman Allah menjelaskan dalam Al Qur’an surat Al Isra’a [72] : 42 yang mengatakan bahwa ”Katakanlah : Jikalau ada Tuhan-Tuhan di samping—Nya, sebagaimana yang mereka katakan, Niscaya Tuhan-Tuhan kalian menolak untuk disembah, dan Tuhan-Tuhan itu pun mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai Arsy (Al Qur’an surat Al Isra’a [72] : 42). Kebenaran Allah tidak bisa disangkal lagi, dulu orang romawi kuno dan eropa yang berada dalam alam kegelapan, sebelum masuknya Islam. Mereka senantiasa meyembah dewa-dewa, sebagaimana yang terkenal sekarang ini dewa Hermes atau dewa penafsir segala sesuatu bagi orang Yunani. Sebelumnya dewa Hermes, bersama dewa yang lain mengakui dengan mengatakan bahwa ”jangan menyembah Tuhan lain, sembahlah Tuhan yang satu”, kemudian perkataan dewa ini di teruskan oleh Xenophanes dari colophon (570-475 SM) yang mengatakan bahwa ”Tuhan itu satu, tak berwujud, hanya ada satu Tuhan yang paling akbar diantara para dewa dan manusia yang berbeda dengan mahluk apapun dalam hal bentuknya maupun pemikirannya”. (Graham Higgin, Ontologi Filsafat, di terjemahkan dari buku Porcupines : A Philosophical Anthology, pengguin books inggris 2000, cetakan pertama 2004 hal. 4).

Apa yang dikatakan oleh Xenophanes dari colophon (570-475 SM) menolak tentang penuhanan kepada dewa. Sementara saat itu masyarakat Eropa dan Yunani menyembah Dewa sebagai Tuhan yang ada diatas langit. Dalam perkembangan zaman yang modern dan dunia sudah canggih, maka mereka bingung untuk menyembah Tuhan yang seperti bentuk apalagi. Ternyata mereka berbalik lantaran pihak gereja memutuskan dalam pembaharuan injilnya (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) menginstruksikan kepada umat Yahudi, Nasrani dan bekerjasama dengan agama lainnya agar menyembah patung-patung baik dari kayu, pohon besar maupun terbuat dari emas, sesuai dengan fakta sejarah agama-agama. Sebagaimana kisah orang tua (Bapak) Nabi Ibrahim yang tidak mau bertauhid kepada Allah ketika di ajak oleh Ibrahim.Kemudian pada kurun waktu abad 20 ini dewa Hermes kembali disegarkan dalam ingatan akademis maupun para pemikir barat, liberal, sekuler, pluralisme, zionisme, orientalisme dan gerakan kristenisasi tentang teori Hermeneutika (penafsiran teks-teks), teori ini berasal dari nama dewa hermes yang kemudian di kembangkan oleh plato, aristoteles dan pemikir barat sekarang (Yahudi—orientalisme) untuk menafsirkan teks Al Qur’an kedalam bentuk lainnya. Teori Hermeneutika ini tidak saja berkembang di dunia barat akan tetapi di kembangkan dalam kurikulum Perguruan Tinggi Islam Indonesia. Sekarang ini Perguruan Umat Islam di Indonesia sudah menjelma menjadi dewa Hermes, masalah dan soal yang harus di benah memang ?. Sesuai dengan perkataan Allah swt dalam Al Qur’an surat Al Anbiya’a [21] : 22 yang mengatakan bahwa “Sekiranya ada di langit dan di bumi Tuhan - Tuhan selain Allah, tentulah kedua-duanya itu rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai Arsy dari pada apa yang mereka sifatkan”. (Al Qur’an surat Al Anbiya’a [21] : 22). Sedangkan kata Syaff diartikan Jama’ah dan barisan yang satu—kokoh—kuat, kelompok, ikatan, perkumpulan dan persyarikatan. Kata syaff ini dalam Al Qur’an di sebutkan adalah barisan yang kuat, kokoh, bersatu untuk mencapai kemenangan oleh karena keharusan bagi umat Islam untuk mempertahankan dan menampilkan Islam otentik, substantif, baik dan damai dalam sebuah komonitas yang teratur, berkemajuan dan pluralitas. Sesuai apa yang di sebutkan dalam Al Qur’an surat As Syaff [61] : 4 yang mengatakan bahwa ”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalan Allah dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti satu bangunan yang tersusun kokoh” (Al Qur’an surat As Syaff [61] : 4). Dunia sekarang berbeda dengan dunia pada masa Rasulullah saw dimana tidak ada satu aliran pemikiran Islam yang timbul ke permukaan. Namun pasca Rasulullah wafat, maka aliran Islam pemikiran maupun gerakan muncul kepermukaan sebagai bentuk ketidakpuasan atas pola berfikir dan pemberlakuan kekuasaan Islam saat iu. Maka semua pemikir Islam yang nota benenya sama dalam konteks visi keislaman namun yang membuat mereka berbeda dalam praksisnya adalah beragama pandangan yang cenderung trut claim, ada model pemikiran tradisonalisme, modernisme, wahabiah, Islam Murni, Pan islamisme, Islam Syariat, khilafah Islamiyah. Dalam berbagai praksis semua organisasi ini memiliki perbedaan yang mencolok yakni pemahaman tentang Islam dan memaknai surat As Syaf tersebut.
Kemudian bagaimana pandangan jihad dalam konteks surat As Syaff [61] : 4 tersebut diatas. Maksud jihad dalam As Syaff [61] : 4 tidaklah mengarahkan semua aktivitas beramar ma’ruf dan nahi mungkar melalui kekerasan, makna dari jihad ini harus dijaga, baik secara pribadi maupun secara kolektif di tingkat al ummah (masyarakat). Jihad terlebih dahulu yang harus dilakukan adalah menanam kesadaran umat manusia tentang pentingnya bertauhid, beriqra fil al Qur’an, menghafal Al Qur’an, kesadaran bermajelis untuk membicarakan apa kelemahan umat Islam baik dalam konteks politik, ilmu pengetahuan, pendidikan, ekonomi, budaya, metode dakwah, riset ilmu pengetahuan sampai pada peningkatan kesejahteraan dan memerangi kemiskinan. Setelah semua itu telah disadari oleh semua masyarakat dan memiliki kesadaran yang tinggi maka untuk mengekssplorasi dan praksis dari semua kesadaran itu adalah gerakan fil Islam. Tentu semua itu bisa terlaksana dengan baik, maka umat Islam bersama umat lainnya yang bersepakat dengan sistem Islam dalam peningkatan iman, Islam dan amal jihadnya adalah harus melalui pengorbanan harta dan jiwa mereka demi penegakan hukum Islam yang adil dan damai secara kolektif atau as syaff (berjamaah). Kedua ; Kata rilis berasal dari dua anak kalimat dan kata dalam bahasa ilmiah Indonesia dan bahasa Arab yakni pertama, kata rill berarti nyata, fakta, kebenaran dan peristiwa yang terjadi tanpa rekayasa manusia (dunia—akherat). Sedangkan kedua, kata Is’m—Isma—Ismun--As’ma—Islah sebagai kata penyambung dari rill yang berarti paham, keyakinan yang benar, perdamaian, kesalehan sosial, mendamaikan konflik, Islam yang universal. Kemudian kalau disatukan antara kalimat pertama dan kedua yakni kata ril + is menjadi rilis. Kalimat rilis ini dalam bahasa ilmiah Indonesia yang berarti mereview kembali, membaca (Iqra), berfikir, berdiskusi, dan dialog dalam suatu majelis, mempertemukan antara kedua belah pihak, berdakwah, amar ma’ruf dan nahi mungkar.
Ketiga, Dua huruf di belakang rilis yaitu hurup m dan e. Hurup m saya lebih memilih dan menempatkan pada surat As Shaff yang ketika itu turun di Madinah, jadi Hurup m berarti Madaniyyah. Mengapa di katakan Madaniyyah karena setiap ayat Al Qur’an yang turun di Madinah merupakan pilihan Allah untuk memperkuat umat Islam atas pengaruh orang-orang Yahudi dan Nasrani, memperkuat barisan dakwah Rasulullah saw bersama kaum muslimin, memberikan peringatan kepada umat Islam agar menjaga perbuatan dan perkataanya sehingga Islam tidak mudah di hasut oleh orang lain, menyempurnakan iman, mengorbankan harta dan jiwa untuk Islam dan perintah berjihad melalui menafkahkan harta, beramal soleh, beramar ma’ruf. Oleh karena Madinah sebagai sentrum muamalah Islam dan Makkiyah sebagai sentrum keagamaan (pusat kiblat umat Islam). Kedua daerah ini merupakan tempat kemenangan dan keangungan umat Islam di bawah kepemimpinan Rasulullah saw dalam melakukan pembebasan, memerdekakan budak-budak, pemberdayaan orang miskin, keadilan, persamaan, toleransi, dan pendidikan generasi Islam (Al Arqam), gerakan penghafal dan pencetak Al Qur’an (kesadaran iqra fil Qur’ani), pemerintahan Islam, perjanjian hudaibiyah (piagam madinah) dan banyak hal yang telah diberikan oleh Rasulullah dan para sahabat, inilah yang dikatakan dengan Revolusi—Makkiyah dan Madanniyah (Makkiyah—Madanniyah Of State Federation). Keempat, Kalau hurup e diambil dari Asmaul Husna yaitu kata Al Ahaad adalah Esa yang berarti membumikan keesaan Allah sebagai manifestasi ketauhidan dan keberimanan manusia bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Rasul Muhammad saw Nabi terakhir. Keberimanan dan ketauhidan manusia sebagai spirit untuk berbuat keadilan baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bernegara dan berbangsa dan huruf e juga menjadi bahasa bacaan shafrilisme sebagai sebuah spirit manusia seutuhnya dalam mengenal dirinya sendiri kemudian baru mengenal Allah swt. Huruf e capaian klimaks manusia untuk mengabdikan diri kepada Allah swt dan huruf e yang dibawa kepada Allah swt pada hari akhir yaitu Ilmu—Iman—Amal.

Pengertian Dan Ruang Lingkup Teori Shafrilisme

Pengertian Teori Shafrilisme dapat di jelaskan dalam beberapa ruang lingkup yang sesuai dengan susunan dan metodologi Shafrilisme dalam Al Qur’an Surat As Syaff [61] : 1-14 adalah sebagai berikut : Perngertian pertama, Syafrilisme adalah suatu masa dan waktu umat Islam (umat yang damai) akan tercapai suatu kehidupan yang harmonis yang disertai dengan nilai teligius atas keberagaman individu, etnik, ras, budaya, ekonomi, politik, dan agama yang disatukan oleh rasa ketauhidan, keislaman (kedamaian) dan keberimanan. Apabila manusia tidak disatukan dalam harmonisasi nilai kemanusiaan—ketuhanan, maka kemunduran dan kerugianlah yang akan kita terima. Sebagaimana di sebutkan dalam Al Qur’an Surat Al Ashr [103] : 1-3 mengatakan bahwa ” Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran (Al Qur’an Surat Al Ashr [103] : 1-3) Apabila hal tersebut sudah tercapai maka kita akan dihargai oleh semua orang bahkan Tuhan sekalipun bersama malaikatnya akan mengucapkan kepada umat yang Islam (damai) dengan kata dan kalimat assala mualai’kum (selamat atas kalian semua). Oleh karena telah memberikan faedah atas pekerjaannya maupun kerjasama manusia secara kolektif/jamaah dalam barisan yang kuat dan bersatu padu untuk membangun kadamaian. Perngertian Kedua, Syafrilisme adalah membangun pondasi moral umat Islam maupun non islam agar saling memberi pengertian satu sama lainnya supaya mengetahui tentang kebenaran, karena sesuatu yang akan bangun adalah tempat berteduh yang aman, damai, sejahtera dan penuh keharmonisan. Untuk menjaga semua keharmonisan tersebut tentu harus memiliki pemimpin yang anggun, jujur, adil, terbuka, fatonah, keimanannya kuat, pemaaf, keislamannya tinggi dan ahlaknya mahmudah. Oleh karena dengan ke—Maha—Kuasa—Nya serta pengawasan—Nya terhadap seluruh mahluk ciptaan—Nya maka akan tetap tiba masa yang damai itu.
Pengertian Ketiga; Shafrilisme adalah Sebuah teori yang memiliki cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Islam (damai) yang berada dibawah naungan Makkiyyah of state and madaniyyah of state federation dengan tujuan melindungi masyarakat atau manusia dari berbagai peristiwa politik, kekuasaan, kejahatan perang, dan menyuguhkan fakta atau kebenaran Islam bahwa sesungguhnya Islam itu ad din damai, berkeyakinan yang benar, kesalehan sosial, mendamaikan konflik, Islam yang universal. Maka oleh karena itu, kalau Islam mengatakan hal seperti itu, maka harus di buktikan. Sekian abad yang lalu Islam meraih nobel dan piagam yang sangat luar biasa dalam menciptakan perdamaian diatas dunia ini. Semua umat Islam [un mulai menyadari bahwa kebangkitan Islam sangat perlu didorong dengan upaya dialog perdaban, mereview kembali kelemahan umat Islam kemudian kita perbaiki, memperkuat gerakan dakwah Iqra fil qur’ani, berfikir tentang Tuhan dan Islam, berdiskusi di setiap lorong-lorong kehidupan bahwa manusia ingin perdamaian, dan dialog antar etnik—suku—ras—agama—negara tentang sebuah perdamaian, membangun komitmen berIslam (berdamai) sedunia melalui regulasi konstitusi perdamaian dunia yang harus di sepakati bersama seluruh kepala negara/presiden dan menteri kabinet/perdana Menteri yang berkumpul dalam satu majelis Islam (majelis perdamaian), berdakwah, amar ma’ruf dan nahi mungkar. Pengertian Kempat; Syafrilisme adalah Sebuah teori yang lahir dari hasil pembacaan tentang realitas manusia yang selalu kontradiksi dengan nilai ketauhidan dan kemanusiaannya baik secara pribadi maupun secara jamaah (kolektif). Eksisitensi manusia selalu terjadi pertentangan didalam dan diluar dirinya, bagaimanapun manusia itu memiliki Iman, Islam dan Ilmu akan tetap terjadi karena sesungguhnya manusia di ciptakan dengan akal dan nafsu. Maka oleh karena itu hal-hal yang sangat perlu dibangun antar sesama manusia adalah harmonisasi nilai, manivesto dakwah amar ma’ruf dan nahi mungkar di bawah panji dan visi pembumian Madaniyyah dan Makkiyah. Mengapa perdamaian dunia harus di bawah visi Makkiyah dan Madaniyyah oleh karena surat al Qur’an surat As Syaff turun di Madinah merupakan pilihan Tuhan untuk memperkuat umat Islam atas pengaruh orang-orang jahiliyah, memperkuat barisan dakwah umat Islam, memberikan peringatan kepada umat Islam agar menjaga perbuatan dan perkataanya sehingga Islam tidak mudah di hasut oleh orang lain, menyempurnakan iman, mengorbankan harta dan jiwa untuk Islam dan perintah berjihad melalui menafkahkan harta, beramal soleh, beramar ma’ruf. Daerah makkiyah dan Madaniyyah merupakan tempat kemenangan dan keangungan sebuah masyarakat atau manusia yang damai di bawah kepemimpinan Rasulullah saw dalam melakukan pembebasan, memerdekakan budak-budak, pemberdayaan orang miskin, keadilan, persamaan, toleransi, dan pendidikan generasi Islam (Al Arqam), gerakan penghafal dan pencetak Al Qur’an (kesadaran iqra fil Qur’ani), pemerintahan Islam (damai), perjanjian hudaibiyah (piagam madinah) dan banyak hal yang telah diberikan oleh Rasulullah dan para sahabat, inilah yang dikatakan dengan Revolusi—Makkiyah dan Madanniyah (Makkiyah—Madanniyah Of State Federation).

Pengertian Kelima; Shafrilisme mengandung hurup e dalam penjaelasan asal usul teori syafrlisme. Hurup e diambil dari Asmaul Husna yaitu kata Al Ahaad adalah Esa yang berarti membumikan keesaan Allah sebagai manifestasi ketauhidan dan keberimanan manusia bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Rasul Muhammad saw Nabi terakhir. Keberimanan dan ketauhidan manusia sebagai spirit untuk berbuat keadilan baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bernegara dan berbangsa dan huruf e juga menjadi bahasa bacaan syafrilisme sebagai sebuah spirit manusia seutuhnya dalam mengenal dirinya sendiri kemudian baru mengenal Allah swt. karena sesuatu di bawakan oleh manusia menghadap Allah adalah Ilmu—Iman—Amal—Islam (kedamaian). Syafrilisme adalah sebuah teori yang terinspirasi dari ragam penyakit modern manusia yaitu perang ideologi (Islam—marxisme—kapitalisme), TBC tradisional dan Modern, politisasi agama, perang Islam—Kristen—Yahudi—Nasrani, konflik etnik, kultur, pribadi, organisasi Islam, kepentingan pribadi yang melahirkan penindasan sistem, tidak terbedayakan kaum mustad’afin, KKN, kongklusi dan kongkalikong fakta hukum yang melahirkan ketidakadilan, manusia tidak cinta damai, quo vadis masa depan pemuda Islam, konflik peradaban, rezim liberalisme, rezim sekulerisme, rezim pluralisme, demokrasi yang amburadul, kekuasaan yang menindas yang melahirkan antagonisme politik, gerakan jahat fremansory dan illuminati dengan (gerakan penghapusan agama-agama, mengambil alih hak orang lain, pembebasan kelas, kolaborasi dengan Karl Marx dan Engels), zionisme, orientalisme dan masih banyak persoalan dunia ini yang belum terselesaikan. Maka oleh karena itu dari semua penyakit modern tidak ada manivestasi dan potensi untuk membangun sebuah perdamaian, yang ada hanyalah semangat untuk membuat knflik yang bisamelahirkan kejahatan dan kehancuran, begitu juga dalam konteks negara, biasanya bagi negara-negara baru berkembang, tentu dalam sebuah hegemoni yang menguak konflik sebuah negara—bangsa terhadap negara adidaya. Amerika serikat dalam deklarasi kemerdekaan universalnya menghargai semua agama–agama, menghormati ritual ibadah, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan kebebasan, akan tetapi mengapa Amerika Serikat begitu bengis dengan dunia Islam dan membangun konspirasi politik untuk menjatuhkan negara lain melalui sistem kerjasama ?, memerangi umat Islam dengan agenda memburu teroris yang berasal dari Islam ?. belum lagi konflik yang bersifat horisontal dan vertikal baik dari tingkat etnik sampai agama. Maka dengan demikian teori shafrilisme sebuah reason masa depan untuk menawarkan gagasan dan paradigma lagam perdamaian bahwa untuk mengamankan dunia kita butuh komitmen bersama baik itu umat Islam maupun non Islam melalui berbagai bentuk regulasi. Komitmen manusia dalam penciptaanya sesungguhnya untuk memiliki rasa keislamannya (rasa perdamaian), dengan titik tekan pada ahlak, moral, etika dan prilaku propetiknya. Teori syafrilisme ingin menciptakan sebuah keislaman yang kuat (perdamaian dunia yang kuat) dan mengembangkan peradaban Islami (damai) yang universal tanpa ada penindasan. Untuk menciptakan perdamaian tentu harus memilki formasi dan strategi yang kuat, baik dalam konteks pemikiran, politik, budaya, dan kekuasaan sekalipun.
Dalam rangka pengembangan teori ini pun, kehadiran buku ini adalah sebuah permulaan dan mungkin perkenalan. Tentu dalam proses permulaan ini banyak hal yang sangat penulis butuhkan seperti kritik dan saran serta masukan dari pembaca. Tentu dengan gagasan ini mungkin lebih dan masih kurang, maka kebutuhan saran, nasehat, kritikan dan masukan secara jamaah (As Syaff) dalam teori ini sangat dibutuhkan mengingat manusia memiliki keterbatasan dalam berfikir karena belum tentu dalam pandangan orang lain, walaupun kita gembira dengan kekuatan inspiratif kita semua. Kalau secara personal, Islam tidak bisa berjuang untuk membuktikan identitasnya bahwa Islam memang benar-benar damai dan sejahtera. Akan tetapi kita dalam berislam membutuhkan barisan, jamaah, kelompok, persyarikatan, perkumpulan yang beriman, beramal soleh, berilmu pengetahuan, dan mengesakan Allah swt serta mengimani Muhammad saw maupun melakukan jihad dengan menzakatkan dan mengorbankan harta dan jiwa demi peradaban damai..

Kesadaran Teori Shafrilisme

Tuhan telah mengisyaratkan Islam ini sebagai ummatan wasatan, yang berarti umat atau komunitas masyarakat pertengahan yang berdiri diatas suasana perdamaian. Dalam Al Qur’an mengatakan “Demikianlah, Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan. Agar kamu mejadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbutan kamu. Dan kami tidak menetapkan kiblarmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang megikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh pemindahan kiblat itu sangat berat, kecual bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah swt dan Allah tidak akan menyia-yiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang kepada Manusia. (Al-Quran surat Al-Baqarah [2] :143) Islam mendapat sambutan dari pelbagai bangsa dan keturunan manusia di luar padang pasir Arab, lalu terus muncul di pentas dunia sebagai sebuah agama utama dan sebuah peradaban unggul tidak lama selepas ia diwahyukan, bumi umat Islam kelihatan berjaya memaparkan kedudukan pertengahannya di antara timur dan barat, dan di antara utara dan selatan. Kemunculan umat Islam di tengah-tengah dunia semacam membuktikan ramalan Al Qur’an. Gagasan umat pertengahan dan perdamaian dalam teori syafrilisme adalah kata dan konsep kunci yang difahami oleh semua manusia yang ingin mengenali dan menginginkan sebuah peradaban dan identitas Islam yang damai. Dalam Islam, kesadaran syafrilisme dalam menciptakan peradaban (civilization—consciousness) bertitik tolak pada ajaran Al Qur’an tentang asal-usul yang sama bagi seluruh manusia, hakikat kemanusiaan, kebaikan universal manusia, dan manivestasi ketuhanan seluruh bangsa manusia, keuniversalan kebudayaan dan agama, kerjasama antara kebudayaan dan peradaban yang damai dalam usaha memakmurkan kebaikan bersama bagi semua manusia, keadilan sosial sejagat, dan tanggungjawab bersama untuk memulihara bumi Tuhan. Berbagai isu dasar Al Qur’an memberi pengisian makna kepada gagasan teologi perdamaian (teologi keislaman) yang terdapat dalam surat al Baqarah [2] : 143. Kesadaran syafrilisme dalam menciptakan peradaban damai sebagai sebuah isyarat ummat tengahan yang dikehendaki oleh Islam sangat kuat tertanam dan terpelihara berdasarkan ide-ide dan asas yang telah dinyatakan di dalam Al Qur’an. Itulah kesadaran terhadap peradaban damai yang di iginkan oleh seluruh manusia manapun dan ingin terpupuk dan berkembang subur dalam fikiran dan jiwa manusia maka jelaslah bahwa Islam amat menaruh perhatian terhadap gagasan peradaban damai sejagat dunia. Semua asas pembentukan kesadaran peradaban damai dan umat pertengahan yang telah ditegaskan oleh Al Qur’an bahwa jangan lagi ada yang membayangkan semangat sectarianism yang bisa mendatang konflik, akan tetapi sebaliknya mengairahkan semangat Islam berkemajuan untuk keuniversalan (universalism) Islam itu sendiri. Memang benar, Islam sebagai sebuah agama memiliki sifat-sifat khusus yang tidak pada agama lain. Ciri-ciri kekhususan atau partikularisme seperti ini juga terdapat pada agama lain. Tetapi, Islam sebagai sebuah peradaban damai telah memperkenalkan dan menampilkan dalam panggung sejarah yang diakui oleh dunia moden.

Sebilangan besar ide dan institusi yang dilahirkan oleh Islam di zaman kreatifnya yang gemilang telah diterima sebagai satu bahagian penting peradaban damai sejagat moden termasuklah peradaban Barat moden. Di antara warisan Islam yang dimaksudkan ini termasuklah perlembagaan negara yang antara lainnya memuatkan peruntukan bagi hak-hak keagamaan dan hak-hak kumpulan minoritas; prinsip-prinsip perundangan antara bangsa yang membolehkan hubungan kerjasama terjalin di kalangan negara-negara berdasarkan undang-undang mereka; ilmu pengetahuan agama; tata etika pelayanan tawanan perang; pelbagai ide dan pembentukan institusi universiti moden dan profesi akademik; dan juga pelbagai ide dalam budaya saintifik dan intelektual moden. Kesejagatan budaya saintifik yang dimajukan dalam pemerintahan dan peradaban Islam sangat dikagumi oleh semua sarjana Barat. Di antara yang memberi pujian termasuklah ahli sejarah Marxis British yang bernama J. D. Bernal. Di samping itu, kesejagatan budaya intelektual yang telah dibangunkan serta dipraktikkan dalam peradaban Islam turut memperoleh pengakuannya. (Osman Bakar, Takdir Islam: Jambatan Peradaban Antara Timur dengan Barat, KATHA – The Official Journal of the Centre for Civilisational Dialogue| Vol 2, 2006). Sumbangan Islam terhadap universalisme dan pembangunan peradaban damai manusia yang benar-benar universal tidak hanya terbatas pada kegemilangan masa lalu. Islam merupakan peradaban yang hidup dan mampu menampilkan dinamisme yang lebih besar pada masa mendatang berbanding masa lalu. Islam masa lampau telah mewujudkan dan memimpin peradaban dunia yang berdasarkan ajaran universalnya yang terus menawan akal bijak bestari di seluruh dunia, maka tidak mustahil Islam sekali lagi diambil sebagai sumber inspirasi utama dalam pembentukan peradaban perdamaian yang baru. Umat Islam akan terus melakukan penegasan bahwa peradaban perdamaian dan teologi pertengahan itu sangat diperlukan oleh umat manusia. Keyakinan bahwa impian suci ini akan menjadi kenyataan dan kebenaran yang tidak bisa di sangkal lagi, maka oleh karena itu kita harus kuat dan dalam barisan yang satu untuk memperjuangkan bahwa Islam itu memang benar untuk melahirkan perdamaian dan tidak melihat yang bersifat sektarianisme maupun kelas-kelas sosial. Apa yang disebutkan ini merupakan sebuah sifat dan identitas peradaban Islam dan kesadaran syafrilisme dalam menciptakan perdamaian dan peradaban manusia yang berkeadilan yang hendak dipupuk dan disebar luaskan oleh Islam. (Osman Bakar, Takdir Islam: Jembatan Peradaban Antara Timur dengan Barat, KATHA – The Official Journal of the Centre for Civilisational Dialogue| Vol 2, 2006). Akan tetapi kosep di atas mendapat tangan dan rintangan serta kritikna yang membentuk opini dunia dengan mentalitas peradaban Islam yang digambarkan oleh Samuel P Huntington. Menurut Samuel P Huntington Huntington bahwa peradaban sejagat dan umat tengahan itu merupakan gagasan Barat. kalau alasan Huntington bahwa itu gagasan barat ?, maka barat yang mana ?. Oleh karena Islam tidak melihat barat dan timur serta utara dan selatan, Islam memandang secara universal tanpa ada yang bersifat sektarinisme, seperti apa yang di ungkapkan oleh Huntington. Secara universal dalam pandangan Islam bahwa pemikiran Huntington tidaklah orisinalitas atas peristiwa yang terjadi dan prediksi masa depan oleh karena berlawanan dengan budaya kesukuan masyarakat Asia dan Huntington juga ingin membesarkan Barat tanpa memikirkan manusia selain ari Barat.

Pandangan Huntington bahwa idea tentang kemungkinan wujudnya suatu peradaban sejagat adalah konsep asli Barat sebenarnya tidak disokong oleh fakta sejarah. (Samuel Huntington, The Clash of Civilizations, hlm. 38-39 dan hlm. 66. 8 Bagi mendapatkan suatu gambaran umum tentang keluasan dan juga kedalaman tahap pertemuan dan perhubungan antara Islam dan agama-agama lain dalam sejarahnya dan juga bagi mendapatkan uraian tentang ciri-ciri utama perhubungan tersebut, lihat Seyyed Hossein. Yang di jelaskan oleh Osman Bakar, Takdir Islam: Jambatan Peradaban Antara Timur dengan Barat). Memang benar, dunia Barat telah mengembangkan ide itu di zaman moden tetapi dunia Islam telah mendahului Barat dalam mengasaskan dan memajukan faham peradaban sejagat. Walau sekali pun konsep kesejagatan peradaban dilihat dan dinilai dari kriteria moden, adalah fakta sejarah bahwa Islam merupakan agama dan budaya pertama di dunia yang berjaya membangunkan sebuah peradaban sejagat yang komprehensif (yakni lengkap). Islam merupakan peradaban pertama yang bersempadan dan berinteraksi dengan semua budaya semasa utama di dunia. Pengalaman global peradaban Islam ini selaras dengan kedudukan alamiyah yang telah ditakdirkan bagi dirinya sebagai umat pertengahan. Sebelum zaman moden, antara sekian banyak agama di dunia Islamlah yang paling banyak mengalami pertemuan dan interaksi dengan peradaban-peradaban lain. (Nasr. 1973. Sufi Essays. Albany: State University of New York Press. Bab IX yang berjudul “Islam and the Encounter of Religions,” hlm. 123-151 yang di jelaskan oleh Osman Bakar, Takdir Islam: Jambatan Peradaban Antara Timur dengan Barat). Bukankah peradaban yang dibangun bersama di Sepanyol oleh kaum Muslimin, kaum Yahudi dan kaum Kristian di bawah naungan bendera peradaban Islam, merupakan sebuah peradaban sejagat? Bukan sekadar mereka di kalangan umat Islam yang mengiakan jawapan soalan ini. Sebilangan pemikir Yahudi dan Kristian juga beranggapan demikian. Max Dimont iaitu seorang pakar sejarah pemikiran dan peradaban Yahudi, menyatakan bahawa era keemasan bangsa Yahudi di Zaman Pertengahan berlaku pada masa yang sama dengan era keemasan Islam, malahan ia berlaku di bawah pemerintahan Islam. (Max Dimont menulis: “Under their [i.e. Muslim] five-hundred year rule there emerged what has been called the “Spain of three religions and one bedroom” – a Spain where Muslims, Christians, and Jews shared a brilliant civilization that blended their cultures, bloodlines and religions. Under Muslim rule, Spain became the most civilized country in the Western world.” Lihat Max I. Dimont, 2001, The Jews in America: The Roots, History and Destiny of American Jews. Chicago: Olmstead Press, hlm. 2. Yang di jelaskan oleh Osman Bakar, Takdir Islam: Jambatan Peradaban Antara Timur dengan Barat). Kenyataan ini membawa maksud bahwa apa yang orang-orang Muslim, Yahudi dan Kristian bangunkan bersama dalam peradaban Islam benar-benar merupakan sebuah peradaban yang sejagat. Pada hari ini, sebilangan intelektual Eropah dan Amerika menzahirkan secara terbuka nostalgia mereka terhadap kebudayaan dan peradaban Andalusia. Di antara mereka termasuklah Harold Bloom yang termasyhur dengan bukunya The Closing of the American Mind dan Maria Rosa Menocal, seorang Profesor Bahasa Sepanyol dan Bahasa Portugis di Universiti Yale, Amerika Syarikat. (Lihat Maria Rosa Menocal. 2002. The Ornament of the World: How Muslims, Jews, and Christians Crerated a Common Culture of Tolerance in Medieval Spain. Boston-New York- London: Back Bay Books. Tentang pandangan Harold Bloom terhadap kerjasama budaya Islam-Yahudi-Kristian di Andalusia atau Sepanyol di bawah pemerintahan Islam, lihat prakatanya di dalam buku Profesor Menocal yang tersebut di atas. Yang di jelaskan oleh Osman Bakar, Takdir Islam: Jambatan Peradaban Antara Timur dengan Barat). Mereka ingin kembali kepada kesejagatan peradaban Andalusia kerana mereka memiliki pandangan yang teguh bahwa peradaban Eropah pasca-moden kurang memiliki sifat kesejagatan tetapi sebaliknya lebih bersifat kepuakan dan partikular sekalipun apabila dibandingkan dengan Zaman “Enlightenment”, apalagi jika hendak dibandingkan dengan peradaban Islam di Andalusia. Identitas peradaban Islam banyak ditentukan oleh sifat keagamaannya yang menekankan doktrin-doktrin dan perspektif kerohanian, intelektual dan kemasyarakatan yang bersifat sejagat. (Osman Bakar, Takdir Islam: Jambatan Peradaban Antara Timur dengan Barat). Dengan demikian, bahwa agama dan peradaban Islam itu sinonim dengan faham universalisme atau dengan nilai-nilai damai sejagat raya alam semesta. Peradaban Islam yang damai dan sebagaiman isyarat Al Baqarah diatas, maka setiap setiap peradaban harus mempeunyai kesadaran dan identitas Islam itu sendiri four dimensi consciousness, yaitu Kesadaran Ketauhidan, Kesadaran Iqra Fil Kitabullah, Kesadaran Majelis, Kesadaran Harakah Fil Islam.

Kesadaran Ketauhidan

Mengenai prinsip teori syafrilisme merupakan sebuah keharusan yang harus kita kategorikan dalam teori perdamaian, pembebasan penyakit modernitas, oenghuanatan terhadap agama lain, kejahatan perang, pembokotan ekonomi yang meyebabkan kemiskinan, invasi perang yang menggurita atas nama keagamaan, TBC modern dan mitos politik yang merugikan sosial kemanusiaan sebagai landasan konsepsional dan prinsip gerakannya semua manusia untuk kepentingan sendiri. Berangkat dari oersoalan dan filosofis dunia seperti itum maka Islam harus bangkit memberikan solusi akan sebuah ketegangan demi mengeluarkan manusia dari segala bentuk penindasan sistem, struktural maupun kekuasaan kepemimpinan yang hegemonik. Teori syafrilisme. Untuk mengeluarkan manusia dari ancaman dan sistem tersebut, maka harus ada penenman nilai ketuhanan terlebih dahulu. Wilayah peetemuan nilai ketuhanan meliputi Akidah Tauhid, tauhid rububiyah, tauhid mulkiyah, tauhid Uluhiyah, syahadat, Ibadah, dan Ahlak. Tauhid, sebagai ilmu dan dasar yang paling pokok dalam ajaran Islam. Tauhid memberikan sikap mendasar pada manusia untuk mendidik sikap dan wataknya dengan memberikan contoh teladan kepada para sesama dalam kehidupan sehari-hari. Bertahid ini berkeinginan mencapai pribadi manusia yang sempurna (insan kamiil) secara istiqamah (consistent) dan paripurna, karena itu sikap, watak, ucapan dan tindak-tanduk terutama ibadah merupakan rujukan bagi setiap mu'min. Sebagaimana yang difirmankan Allah sendiri di dalam kitab-Nya: "Sesungguhnya kamu dapati pada diri Rasulullah itu teladan yang terpuji bagi mereka, yang menaruh harapan kepada Allah, dan yakin akan hari akhirat, dan senantiasa terkenang akan Allah." (Al-Quran surat [33] : 21). Sesudah Rasulullah wafat, ketika Siti 'Aisyah RA ditanyai orang tentang akhlaq Rasulullah, Siti 'Aisyah bertanya kembali dan menegaskan: "Tidakkah kau baca Al-Qur'an ? Itulah gambaran akhlaq (budipekerti) Rasulullah!" Jadi tepatlah kalau ada yang mengatakan Rasulullah itu "Qur'an yang hidup". Sesudah Islam berkembang ke segala penjuru, dan umat Islam telah mampu menaklukkan para super power, seperti Parsi di Timur dan Romawi di Barat, maka umat Islam mendapat kesempatan menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Memang menuntut ilmu ini diwajibkan oleh Allah bagi setiap Muslim, maka sangatlah digalakkan oleh Rasulullah saw bagi setiap laki-laki maupun perempuan. Maka, semua buku-buku yang mereka jumpai di dalam setiap perpustakaan lama di negri-negeri Parsi, Yunani dan lain-lain mereka suruh terjemahkan dan isi buku-buku itu mereka lahapnya. Pikiran-pikiran ahli falsafah kuno seperti Socrates, Aristoteles, Plato, Pythagoras dan lain-lain semuanya dipelajari mereka dengan bergairah. Kuliah Tauhid Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc. Diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1400H, 1980 Cetakan 1, 1979, dan cetakan 2 1980 Yayasan Pembina Sari Insan (YAASIN), Jakarta, 1993

Tentu ilmu-ilmu baru ini turut merangsang pengembangan daya pikir mereka sedemikian rupa, sehingga mereka pun menjadi pemikir-pemikir baru yang mampu melahirkan idea-idea baru pula. Namun tidak semua ilmu-ilmu baru ini bersifat positif. Di antaranya ada pula yang bisa menyesatkan, namun dengan semangat kebebasan berfikir yang telah diajarkan oleh Rasul Allah, para intelektual Muslim ketika itu terus maju dan meruak pemikiran-pemikiran baru yang orisinal dan cemerlang. Tauhid, yang merupakan inti sari ajaran Islam, kemudian menjadi pembahasan di kalangan cendekiawan Muslim, sehingga berkembang menjadi suatu ilmu yang menerangkan bagaimana seharusnya seorang Muslim meng-Esa-kan Tuhannya. Semangat mencari ilmu yang diwajibkan oleh Allah dan digalakkan oleh Rasulullah ini telah melahirkan banyak pemikir-pemikir Muslim, yang sampai sekarang pun masih dikagumi orang akan mutu intelektualitas mereka. Sayang, kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan ini tidak selalu dibarengi oleh sarana penunjang yang paling pokok, yaitu perkembangan politik yang sehat dan Islami. Perkembangan ilmu yang tidak boleh tidak menghendaki adanya sarana utama berupa kemerdekaan berfikir dan bergerak sudah tidak dapat dinikmati oleh ummat sejak berubahnya sistem ketatanegaraan yang Islami di masa pemerintahan khalifah-khalifah yang bijaksana (Khulafa-ul Rasyidin) menjadi sistem dinasti yang feodalistis, yang memang sudah lama merupakan darah dagingnya masyarakat Arab Jahiliyah. Kuliah Tauhid Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc. Diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1400H, 1980 Cetakan 1, 1979, dan cetakan 2 1980 Yayasan Pembina Sari Insan (YAASIN), Jakarta, 1993. Perubahan sistim ketatanegaraan yang berawal dari perbedaan pendapat, dan berkembang menjadi pertentangan faham tentang konsep kepemimpinan ini, merupakan pokok pangkal perpecahan di kalangan para pemimpin, yang akhirnya meledak menjadi perang saudara. Pada mulanya perang saudara ini hanya melibatkan daerah dan jumlah ummat yang terbatas dan mudah diredakan oleh tekanan pengaruh para shahabat Rasul Allah yang masih sangat tinggi derajat iman dan Tauhid mereka. Namun, sesudah generasi para shahabat seluruhnya wafat, perang saudara yang kembali meledak telah memecah kesatuan ummat dan merombak citra masyarakat yang telah susah payah dibina oleh Rasulullah SAW. Sistem ketatanegaraan yang feodalistis telah terbukti tidak mampu menciptakan suatu mekanisme pengaman yang ampuh untuk mengawal perkembangan daya kritis para cendekiawan Muslim, yang dibarengi oleh melebarnya territorial dan membengkaknya kuantitas ummat yang seolah-olah meledak, karena cepatnya. Perbedaan pendapat yang seyogyanya lumrah di kalangan pemikir-prmikir Islam selalu disalah-gunakan oleh pemimpin-pemimpin politik kelas dua dan tiga demi kepentingan politik mereka. Akibatnya, keretakan yang pada mulanya adalah sekadar perbedaan pendapat dan interpretasi tentang masalah pemimpin dan kepemimpinan berubah atau berkembang di kalangan ummat menjadi perpecahan di bidang pemahaman dan penalaran aqidah dan nilai-nilai syari'ah. Mulailah pengikut-pengikut tokoh ilmuwan yang satu menyalahkan pengikut-pengikut tokoh ilmuwan yang lain. Kuliah Tauhid Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc. Diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1400H, 1980 Cetakan 1, 1979, dan cetakan 2 1980 Yayasan Pembina Sari Insan (YAASIN), Jakarta, 1993

Pada puncaknya, murid Abu al-Hasan 'Ali bin Isma'il al Asy'ari (wafat 300 H), umpamanya, mulai mengkafirkan murid Al-Hambali dan sebaliknya. Ummat yang 'awam tentu semakin bingung, walaupun kecintaan dan kemesraan mereka kepada Islam terus saja berkembang. Prasangka, rasa curiga, bahkan rasa benci satu kelompok terhadap kelompok yang lain dengan sendirinya berkembang terus di kalangan ummat, yang akhirnya menyebakan ummat semakin hari semakin terpecah-belah. Perpecahan ini dengan sendirinya membuat ummat bertambah lemah. Perkembangan sesuatu penafsiran tidak lagi tergantung kepada kebenaran objektif dari penafsiran tersebut, tetapi lebih banyak tergantung kepada kedudukan politis dari penafsir. Penanding sesuatu pendapat yang tidak beruntung dalam mendapatkan dukungan politik dari penguasa yang sudah tidak Islami akan menanggung resiko yang sangat mengerikan. Banyak di antara 'ilmuwan yang berani istiqamah (consistent) dengan pendapat mereka terpaksa mengalami penyiksaan yang luar biasa, seperti Abu Hanifah sendiri, misalnya, harus mengalami penjara selama sembilan tahun dan setiap harinya menderita sepuluh kali cambukan. Sebagian dari ilmuwan Muslim, yang dikhawatirkan pengaruhnya oleh penguasa yang zhalim, sampai dicabut hak menyatakan pendapat mereka secara tidak berprikemanusiaan. Banyak pula yang sampai kehilangan nyawa baik dibunuh langsung atau menemui maut ditekan penderitaan di dalam penjara seperti Taqiyy al-Din Ahmad Ibnu Taymiyyah (661 H/1263 M-726 H/1328 M). Sebelum wafatnya, Ibnu Taymiyyah ini mengalami penjara sebanyak tiga kali. Karena beliau terus saja menuliskan pendapat dan penafsiran beliau untuk dibaca dan dipelajari oleh para pengikut beliau yang setia, walaupun sedang di dalam penjara. Maka di dalam penjara yang ketiga kalinya beliau telah dipisahkan dari tinta dan kertas, sehingga beliau tidak dapat lagi menyatakan ide beliau yang sangat bernilai itu. Siksaan terberat bagi setiap pendekar ilmu, yaitu pencabutan hak menyatakan pendapat ini, telah menyebabkan beliau akhirnya menghembuskan nafas beliau yang terakhir di dalam penjara ini. Kuliah Tauhid Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc. Diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1400H, 1980 Cetakan 1, 1979, dan cetakan 2 1980 Yayasan Pembina Sari Insan (YAASIN), Jakarta, 1993

Ketika umat Islam mencapai titik kelemahan mereka yang terendah akibat perpecahan dan perang saudara yang berkepanjangan, maka mulailah satu persatu negeri dan ummat jatuh ke bawah kekuasaan penjajahan negeri-negeri Kristen dan Barat. Dominasi dari luar yang tidak mungkin tertahankan lagi ini tidak hanya menghisap kehidupan materiel ummat, tetapi lebih parah lagi, karena ia sekaligus bercorak penjajahan mental dan moral. Akibat penjajahan ini terhadap mental dan moral ummat sedemikian parahnya, sehingga mayoritas ummat kehilangan harga diri dan kepercayaan akan diri sendiri. Umat yang semula berwatak pemimpin kemanusiaan, khalifah Allah, yang berwibawa serta kreatif, sehingga dijuluki Allah sebagai "Ummat terbaik di tengah-tengah kemanusiaan" (Khaira ummatin ukhrijat linnasi, Q. 3:110) telah berubah menjadi manusia-manusia berwatak hamba yang hina dina (asfala sa-fili-na, Q. 95:5), karena ruh Tauhid telah sirna dari kalbu-kalbu mereka. Dengan sendirinya, pendidikan Islam tidak lagi terarah kepada penghayatan dan penalaran akan nilai-nilai Islam, yang sebenarnya penuh dinamika, melainkan telah berubah menjadi sekadar formalitas atau pengulangan-pengulangan formal akan nilai-nilai penurunan (derivated values), yang sudah membaku dan kaku. Masa menurunnya kwalitas ummat ini telah mencapai titiknya yang terendah menjelang pertengahan abad ke-14 Hijriyah yang lalu. Menjelang akhir abad itu dan seterusnya di abad ke-15 ini, ummat Islam hampir di setiap penjuru dunia telah bergerak kembali ke arah pendakian mutu dalam menghayati ajaran-ajaran agama mereka. Pada mulanya, kelihatan gerakan ini sangat lamban dan tersendat-sendat. Kadang-kadang gerakan ini merupakan kejutan-kejutan, karena dihasilkan oleh kebangkitan kesadaran yang meledak (explosive), sebagai reaksi terhadap tekanan luar yang sudah melampaui batas daya tahan kemanusiaan. Di dalam dunia intelektual gerakan-gerakan reaktif ini mula-mula berupa tangkisan-tangkisan apologetik, namun sedikit demi sedikit akhir-akhir ini telah meningkat menjadi bahasan 'ilmiah yang mematang. Tuntutan umat akan pendidikan Islam yang bermutu mulai meningkat dari hari demi hari. Kebutuhan akan buku-buku Islam terus meningkat, terutama buku-buku yang menguraikan masalah pokok dan dasar dengan pendekatan yang sesuai dengan pemikiran zamannya. Hampir di setiap kampus perguruan tinggi di seluruh negeri-negeri, yang didiami umat Islam, muncul gerakan-gerakan spontan untuk mempelajari kembali nilai-nilai ajaran Islam. Bahkan di negeri-negen Barat sendiri di kampus-kampus universitas di mana berkumpul mahasiswa-mahasiswa Islam bermunculan perkumpulan mahasiswa Islam dengan tujuan mempelajari agama mereka dengan sungguh-sungguh. Kuliah Tauhid Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc. Diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1400H, 1980 Cetakan 1, 1979, dan cetakan 2 1980 Yayasan Pembina Sari Insan (YAASIN), Jakarta, 1993

Kepercayaan kepada Tuhan dan Mentauhidkan Tuhan

Percaya akan wujudnya Tuhan belumlah cukup untuk menjadikan seseorang Islam, karena kepercayaan akan wujud Tuhan bukan merupakan suatu prestasi, Kepercayaan ada dengan sendirinya tertanam di dalam hati sanubari setiap manusia sejak lahir. Walaupun, kepercayaan ini seolah-olah tertutupi dan tidak ternyatakan, namun dalam keadaan tertentu ia muncul dengan tiba-tiba. Kuliah Tauhid Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc. Diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1400H, 1980 Cetakan 1, 1979, dan cetakan 2 1980 Yayasan Pembina Sari Insan (YAASIN), Jakarta, 1993. Misalnya kita dapat mencontohkan, kketika penulis dari Sumbawa Barat sedang menyebrang laut dengan kapal veri Nusa Bangsa menuju Kota Mataram Provinsi NTB. Dalam sebuah perjalanan jarak yang ditempuh berkisar kurang lebih dua jam, di dalam perjalanan awalnya kami biasa saja, semua penumpang bergembira ria, ada bersama kekasihnya, ada juga ibu-ibu yang mau menjenguk anaknya yang kuliah dimataram, ada juga pebisnis, sopir puso dan bus yang mungkin sering mabuk, yang lebih parah disamping saya dengan deretan panjang kursi kapal veri itu adalah seorang suami—istri, cewek, ibu Anti Kusdayanti, terakhir bapak bertato gambar ular naga di lengannya dan gambar elang di pipinya serta memakai anting dikedua telinga dan lubang hidung sebelah kiri, mereka sepertinya tidak mengingat bahwa mereka melupakan Tuhan. Dalam alunan musik dan suara TV sambil menonton film Dono, Doyok, Indro dan kasino sambil bertawa ria, tiba-tiba kapal miring sambil jalan, keadaan pun menjadi panik ada yang ditempat sambil berzikir, ada yang lari sambil mengatakan ”ya Allah”, ada cewek di samping saya sambil mengangkat tangan, mengatakan bahwa ”Ya Allah berikanlah keselamatan kepada kami semua”, Apalagi yang bertato bapak yang disamping saya, satu deret kursinya, mengatakan bahwa ”Ya Tuhan, Ya Tuhan. Ya Tuhan berikanlah perlindungan kepada saya, karena saya belum bertaubat”. Selain itu juga masih orang bertato memiliki imannya dan penyesalannya tetapi orang marxisme tidak takut mengatakan dengan sombong dansangat berani "tidak berTuhan". Apapun namanya manusia ketika diancam maut dan musibah, maka mereka secara kritis akan memuji Tuhannya dan memohon keselamatan dan ampunan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Watak manusia seperti ini di dalam Al-Quran surat Yunus [10] : 22-23, mengatakan bahwa ”Dialah Yang memungkinkan kamu berjalan di darat dan berlayar di laut, sampai ketika kamu berada di kapal. Ketika kapal ini meluncur dengan angin baik mereka bergembira karenanya. Tiba-tiba mereka dipukul angin topan dengan gelombang yang datang dari segala penjuru sehingga mereka merasa seperti terkepung, maka merekapun berdo'a kepada Allah dengan janji ikhlash akan ta'at semata kepada-Nya: 'Jika Kau selamatkan kami tentulah kami akan bersyukur'. Tetapi setelah Ia menyelamatkan mereka, mereka bertindak melanggar yang hak di bumi. Wahai manusia! Keingkaranmu akan kebenaran itu hanya merugikan dirimu sendiri. Kegembiraan di dunia ini hanyalah sementara, kemudian kamu akan kembali kepada Kami, maka akan Kami beritahukan pada kamu apa-apa yang telah kamu lakukan itu." (Al-Quran surat Yunus [10] : 22-23). Di dalam surat lain Allah berfirman: "Tiadakah kau lihat, bahwa kapal-kapal berlayar di lautan dengan karunia Allah, agar Ia dapat memperlihatkan kepadamu tanda-tanda-Nya? Sungguh, dalam yang demikian itu ada tanda-tanda bagi setiap orang yang selalu shabar dan banyak bersyukur. Bila ombak melingkupi mereka seperti atap, mereka menyeru Allah, ikhlash ta'at kepada-Nya dalam agama. Tapi setelah Ia selamatkan mereka ke daratan, hanya sebahagian di antara mereka yang memilih jalan yang benar. Namun tiada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali mereka yang berkhianat dan tidak tahu berterima kasih." (Al-Quran surat Luqman [31] : 31-32).

Al Quran menyatakan dengan tegas, bahwa manusia itu dengan sendirinya memang sudah mcngakui akan wujud dan kekuasaan Allah swt, misalnya: "Kalau kamu tanya manusia, siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan, mereka menjawab: 'Allah'." (Al-Quran surat Al Ankabut [29] : 61). Jadi kepercayaan akan wujudnya Allah, Maha Pencipta segala, sudah sebadan dengan manusia, karena sudah ditanamkan Allah sebelum kita dilahirkan ke muka bumi ini. Mempersefsikan Tuhan berbeda bagi manusia satu dengan yang lain. Manusia sederhana pikirannya tentu sederhana pula tanggapannya, Misalnya persepsi manusia primitif, yang masih berhubungan dengan TBC. Tuhan bagi mereka ialah sesuatu yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Cara mereka menyatakan kepercayaan itupun sangat sederhana. Mereka manifestasikan kepercayaan ini dengan menyembah sesuatu yang dirasakan besar, hebat dan tangguh seperti gunung berapi, batu besar, pohon besar dan rindang seperti pohon beringin dan sebagainya. Contohnya ialah bangsa Yunani purba yang percaya, bahwa Tuhan Zeos tinggal di puncak gunung Olympus. Demi mempersenang hati Zeos ini mereka mengadakan permainan/pesta secara periodik yang dinamakan "Olympiade", yang sekarang telah.menjadi tradisi dunia dengan pesta olah raga Olympiade. Kuliah Tauhid Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc. Diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1400H, 1980 Cetakan 1, 1979, dan cetakan 2 1980 Yayasan Pembina Sari Insan (YAASIN), Jakarta, 1993. Kebudayaan manusia sekarang ini anyak yang mengambarkan Tuhan mereka menyerupai manusia dan binatang. Ketika manusia hidup dalam satu berkelompok budaya, maka mereka menganggap Tuhan pemimpin yang berpengaruh karena keberaniannya mengusir musuhnya. mereka memandang bahwa Tuhan mereka bisa pidato, mudah difahami, sangat dicintai dan dihormati, bahkan dipuja-puja dan disembah menjadi raja diraja yang tak pernah berbuat salah, atau pemimpin seumur hidup seperti pidel castro, Juru Selamat, Pemimpin Besar Revolusi, Bapak Kemerdekaan, Bapak Pembangunan yang diangungkan oleh rakyatnya. Gelar-gelar yang berlebihan di berikan kepada pemimpinnya yang berjasa. Bahkah Nabi pun ada yang diangkat menjadi Tuhan atau anak Tuhan, seperti Nabi Isa as. Ketika pemimpin ini meninggal dunia, maka dibuatkan patungnya, kemudian disembah dan dipuja, dikeramatkan dan dibuat tugu. Maka mulailah manusia menyembah berhala. Pada awalnya mungkin untuk mengenang jasa-jasa sang pemimpin pujaan itu, namun akhirnya patung-patung itu menjadi substitusi Tuhan sama sekali. Rakyat Rusia, umpamanya, membalsem mayat pemimpin-pemimpin mereka seperti Lenin, Stalin dan lain-lain. Pada hari-hari tertentu mereka berkunjung ke tempat mayat ini disimpan dan dipajangkan untuk menunjukkan rasa hormat mereka. Walaupun rakyat Rusia resminya tidak mengakui adanya Tuhan, namun dalam acara-acara yang penting mereka melakukan pemujaan terhadap pemimpin yang sudah berupa mayat-mayat ini. Oleh karena itu, tepat apa yang difirmankan Allah di dalam Al Qur'an: "Tidak Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi kepadaku ". (Al-Quran surat Adz-Dzaariyaat [51] : 56).

Sekarang ini, dunia modernisasi, sepertinya umat Islam tidak memiliki kemampuan untuk memberantas TBC modern ini, padahal pendidikan Islam, katakanlah Muhammadiyah yang dari awal Muhammadiyah menyatakan perang terhadap TBC, namun sekarang berbalik justru orang Muhammadiyah yang banyak haus kekuasaan dan jabatan untuk menjadi pemimpin agar dapat dikenang oleh generasi, kalau pada prinsipnya seperti itu maka apa sebenarnya kontribusi Muhammadiyah dalam membangun pemikiran modernismenya sesuai dengan wilayah dakwahnya. Pengabdian kepada Tuhan yang primitive berdasarkan kepercayaan seperti itu yang tidak masuk akal oleh karena institusi pendidikan Muhammadiyah sangat besar untuk membina generasi terbaik umat. Zaman modern ini disebabkan oleh kurang mampu umat Islam menerangkan nilai-nilai Islam kepada dunia. Ditambah pula oleh karena pemahaman dan penghayatan tauhid di kalangan umat Islam sendiri masih belum sebagaimana mestinya.
Al-Qur'an menceritakan di dalam surat Al-Baqarah 30-34 menyatakan "Tatkala Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Aku hendak jadikan khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau akan menjadikan orang yang kerjanya akan membuat kerusakan serta berselisih satu sama lain sampai menumpahkan darah; Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mengkuduskan asma-Mu ?. Tuhan menjawab: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama0nama (benda-benda) alam sekitarnya. Kemudian mengemukakkan kepada malaikat dengan berfirman: Sebutkan kepada-Ku ciri-ciri semua itu, jika kamu memang benar. Mereka menjawab: Maha Suci Engkau! Tiada kami mengetahui, selain yang telah Kau ajarkan kepada kami, Kaulah Yang Maha Tahu dan Mahabijaksana. Allah berfirman: Hai Adam, sebutkan bagi mereka akan ciri-ciri semuanya. Maka setelah ia menyebutkan ciri-ciri semua itu, Allah berfirman: Bukankah telah Ku-katakan kepada kalian, bahwa Aku mengetahui yang ghaib di langit dan di bumi, bahkan Aku tahu apa yang kalian nyatakan dan sembunyikan. "Maka ketika Kami perintahkan kepada para malaikat: Sujudlah kamu sekalian kepada Adam, merekapun sujud, kecuali iblis, ia enggan dan menyombongkan diri, maka termasuklah ia ke dalam golongan pengingkar" (Al-Qur'an surat Al-Baqarah 30-34)

Biasanya dengan menciptakan sebuah tradisi nilai-nilai luhur nenek moyang, bahwa memang sejarah kemanusiaan penuh dengan peristiwa penyembahan, baik timur maupun barat. Karena itu sikap menerima tradisi TBC seperti itu juga merupakan sikap yang jelek dan tidak di sukai oleh Tuhan, sebagaimana Firma-Nya "Janganlah ikuti apa yang tiada kamu ketahui. Sungguh, pendengaran, penglihatan, dan perasaan hati, masing-masing akan dimintai pertanggungjawaban. (Al-Qur'an surat Al Israa [17] : 96). Sikap mengagung-angungkan nilai-nilai dan ajaran nenek moyang juga sangat dilarang oleh Allah sebagaimana dalam Firman-Nya : "Apabila dikatakan kepada mereka: 'Marilah turuti apa yang diturunkan Allah dan yang telah diikuti Rasul.' Mereka menjawab: 'Cukuplah bagi kami apa yang telah diajarkan oleh leluhur kami. 'Sekalipun leluhur mereka itu tiada mengetahui sesuatu dan tiada mendapat petunjuk." (Al-Qur'an surat Al Maidaah [5] :104). Ketika ada beberapa orang sahabat duduk berdiskusi tiba-tiba Rasul masuk ke dalam majelis. mereka serentak berdiri menyambut Rasul, namun Rasul bersabda: "Duduklah, jangan kalian perlakukan (hormati) aku seperti orang-orang musyrik memperlakukan kaisar mereka atau umat Nasrani menghormati Isa Al-Masih." Yang paling utama adalah hubungan makhluk dengan Allah ialah kepatuhan yang bulat hanya kepada-Nya. Inilah sesungguhnya ajaran Islam, yaitu mentauhidkan Allah, yang berarti meletakkan Allah dan semua perintah-perintah-Nya di atas segala-galanya, terutama di atas kepentingan dan keinginan pribadi. Oleh karena itu mentauhidkan Allah jauh lebih sukar dari sekadar mempercayai akan wujud Allah. Mentauhidkan Allah membutuhkan suatu perjuangan berat, dan kemampuan menghayati sikap bertauhid secara tetap (consistent) merupakan suatu prestasi yang paling mulia, karena itu pula pantas mendapat ganjaran yang paling tinggi. Mentauhidkan Allah pada hakekatnya merupakan kebutuhan manusia di dalam menjalani hidupnya di dunia ini, baik secara pribadi maupun demi kebahagiaan hidup manusia di dalam hubungannya dengan manusia yang lain. Namun, sebelum kita dapat menghayati tauhid perlulah kita memahaminya dengan tepat lebih dahulu.

Syarat Manusia Merdeka—Damai Adalah Ketauhidan

Satu hal yang harus di ingat bahwa manusia selalu bercermin kepada Tuhannya melalui metode pentauhidan kepada Tuhan sebagai bentuk doktrin pokok yang telah disampaikan oleh Tuhan berupa wahyu yang penuh pelajaran tauhid melalui Nabi dan Rasulnya, Sebenarnya Nabi dan Rasul di diutus oleh Allah sejak masa awal keberadaan manusia sampai sekarang yangbersipat secara keseluruhan tanpa ada pandangan sektarian akan sebuah agamanya. Akan tetapi manusia selalu mengalami kekosongan dan kegundahan serta kegagalan mereka dalam menjalankan ritualitas ketauhidan mereka sendiri. Dengan demikian ketidak konsistenan manusia terhadap ajaran agamanya sehingga menimbulkan pertentangan dan pertumpahan darah, akibat keyakinan dan pemahaman seperti itu, mereka berprinsip merekonstruksikan keyakinannya sebagaimana yang mereka harapkan, sehingga doktrin awal tentang risalah kenabian (propect) pun mengalami beberapa distorsi nilai yang sangat bertentangan dengan konsep nilai kemanusiaan. Padahal nilai kemanusiaan yang paling utama di raih sebagai bentuk manivestasi kesuksesan dalam menjalankan hidupnya adalah Kedamaian—kebahagiaan hakiki. Rasa bahagia, merdeka, damai merupakan suatu nilai manusia yang memerlukan waktu sangat panjang dalam menatanya bersama manusia lainnya. Tentu nilai kemanusiaan seperti itu adalah bagian terpenting dalam peng-Esa-an terhadap Tuhan. Oleh karena, apapun bentuk manusia itu meginginkan sesuatu hal yang sama, walaupun dalam proses lingkungan dan karakter serta praksis yang berbeda dalam membangun hubungan sesama manusia (hablum minan nas) dan degan Tuhannya (Hablum minallah) adalah manusia menginginkan kebahagiaan dan perdamaian tanpa ada pertumpahan darah. Apabila manusia menjalani kehidupan ini tidak dalam keadaan tidak tentram dan tidak bahagia maka manusia tersebut akan mengalami kekosongan spiritualitas, kemundiran, pembodohan, dan tentu terjadi sebuah dialektika dan dinamika yang mengarah pada sipat antagonismenya, sehingga berakibat pada manusia itu sendiri secara fatal dan jauh dengan lingkungan lainnya. Dengan kata lain, tanpa kebahagiaan dan damai pada hakikatnya manusia akan terbatasi dan hidup pada ruang hampa yang tidak ada lagi fungsinya sebagai manusia. Maka oleh karena itu, martabat dan harga diri setiap manusia akan terukur dengan kehidupan yang harmonis, nilai positif, merdeka, kedamaian (keislaman), dan etika dalam masyarakat yang sebenar-benarnya.
Mungkin semua manusia di dunia ini baik secara individual maupun kolektif tentu memiliki hak untuk merdeka dan bebas dari tekanan apapun yang bisa membuat manusia itu tidak bahagia. Namun realitas mengatakan berbeda ketika manusia itu penuh syarat kepentingan mereka sendiri yang disertai sifat egoismenya untuk mempertahankan tingkat kehidupannya, sehingga mereka pun tetap tergantung pada orang lain. Apabila ketidakseimbangan selalu terjadi maka dengan sendirinya manusia itu dihadapkan suatu tantangan antara bisa atau tidak untuk menentukan nilai kemerdekaan, keharmonisan dan kebahagiaanya yang tak akan sebanding dengan nilai dirinya.

Kalau ia memberikan respons terhadap ketidakseimbangan ini sedemikian, sehingga ia mengorbankan nilai kemerdekaannya, misalnya menjadi tergantung kepada pihak yang telah terlalu banyak memberi kepadanya, maka harga dirinya sebagai manusia dengan sendirinya jatuh atau sedikitnya menurun. Seberapa jauh jatuhnya ini sebanding dengan seberapa jauh nilai kemerdekaan yang telah dikorbankannya. Sebaliknya jika dalam memberikan response tadi ia sampai merugikan orang lain berarti ia telah merampas nilai kemanusiaan (kemerdekaan) orang itu, sehingga ia dengan sendirinya telah menobatkan dirinya menjadi penindas hak orang lain itu. Kuliah Tauhid Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc. Diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1400H, 1980 Cetakan 1, 1979, dan cetakan 2 1980 Yayasan Pembina Sari Insan (YAASIN), Jakarta, 1993.
Kedua hal yang tak seimbang ini dikutuk oleh Allah, karena berarti manusia yang bersangkutan telah tidak mensyukuri nikmat Allah yang paling utama, yaitu kebahagiaan orang lain, rasa kedamaian, dan kemerdekaan yang wajib dipertahankan dengan segala pengorbanan. Oleh karena itu, pergaulan hidup yang seimbang (harmoni) senantiasa menjadi dambaan setiap manusia yang Islam. Namun dalam kenyataannya, lebih sering terjadi dalam kehidupan manusia di dunia ini, proses pergaulan yang tidak seimbang, sehingga sejak dahulu telah tercipta dalam sejarah kemanusiaan kehidupan masyarakat yang tindas menindas, hisap menghisap, peras memeras dengan segala taktik dan tehnik yang bersangkutan dengan itu. Semua ini merupakan bentuk-bentuk dari proses memberi dan menerima yang tak seimbang. Kuliah Tauhid Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc. Diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1400H, 1980 Cetakan 1, 1979, dan cetakan 2 1980 Yayasan Pembina Sari Insan (YAASIN), Jakarta, 1993.

Tauhid hanya kepada Allah swt, yang kekuasaan-Nya memang mutlak dan nyata, pada hakikatnya manusia akan mampu meni'mati tingkat kemedekaan, kebahagiaan, kedamaian yang paling tinggi dicapai oleh manusia dalam hidupnya. Setiap manusia yang beriman adalah manusia yang paling bebas dari segala macam bentuk keterikatan, kecuali keterikatan yang datang dari Allah Penciptanya. Ia menghargakan kemerdekaan, kebahagiaan, kedamaian itu sedemikian tingginya sehingga tanpa ragu-ragu, manusia akan mengorbankan hidupnya sendiri demi mempertahankan kemerdekaan dan kedamaian itu. Jika hal ini terjadi, maka ia akan mendapat kehormatan yang paling tinggi dari Allah sendiri. Demikian tinggi kehormatan manusia, sehingga umat Islam dilarang Allah mengatakan orang ini mati, jika ia gugur di dalam mempertahankan haknya ini. Karena walaupun tubuhnya sudah menjadi mayat, namun dalam penilaian Allah swt orang ini tetap hidup. Dimanakah letak hidupnya orang mati dimata Allah ? adalah nilai kemanusiaan, iman dan amal kebajikan sosialnya. Bukankah nilai kemanusiaan seseorang sebanding dengan kemerdekaan yang dihayatinya. Kalau seseorang telah gugur dalam mempertahankan kemerdekaan dan kebahagiaan akan haknya, maka pada hakikatnya ia telah mempertahankan nilai kemanusiaannya yang sempurna, karena ia telah meletakkan hak kemerdekaannya, dus kemanusiaannya, lebih penting dari kehidupan jasmaninya. Apalah arti kehidupan jasmaniah jika nilai kemanusiaan sudah tiada. Apalah artinya kehidupan jasmani melulu, jika telah hampa akan nilai kemanusiaan yang mulia. Bukankah kehidupan hampa seperti ini oleh pepatah bangsa kita dinamakan: "bak hidup bercermin bangkai .?" Bunyi pepatah ini selengkapnya ialah: "Lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup bercermin bangkai". Jelas sekali bahwa nilai Islam telah lama meresap ke dalam jiwa bangsa kita, sehingga pepatah kuno ini telah bernafaskan tauhid. Kemerdekaanlah satu-satunya nilai, yang telah ditaqdirkan Allah berfungsi untuk membedakan manusia dengan makhluk Allah yang lainnya. Sungguhlah kehidupan orang yang tidak menghayati kemerdekaan, pada hakikatnya telah menempatkan kehadirannya di dunia yang fana ini serba salah. Dikatakan manusia ia tidak punya nilai kemanusiaan (kemerdekaan), dikatakan bukan manusia tubuh dan bentuknya menggambarkan dia tepat seperti manusia.
Oleh karena itulah, manusia berani membayar nilai kebahagiaan dan kemerdekaannya dengan melakukan pengorbanan jiwa dan harta demi tujuan dan cita-cita hidup mereka tercapai. Di dalam al-Qur'an mereka yang telah gugur karena mempertahankan kemerdekaannya ini dinamakan "syahid", karena ia telah berani menjadi "saksi" akan kebenaran ajaran Allah SWT, yang mengatakan bahwa nilai kemanusiaan, yang pada hakikatnya abadi itu lebih penting dari kehidupan jasmaniah yang temporer ini. Dalam ayat Allah SWT dikatakan: "Jangan engkau katakan mereka yang telah terbunuh dalam jalan Allah itu mati, karena sesungguhnya mereka itu hidup, tapi engkau tiada mengerti". (Al-Qur'an surat Al Baqarah [2] : 154) Kehidupan yang berma'na ialah kehidupan yang bebas dari segala macam keterikatan yang tak perlu. Namun bebas sepenuhnya tidaklah mungkin bagi setiap manusia. Sebagaimana telah diterangkan di atas, bahwa setiap orang mesti memerlukan sesuatu yang dipentingkannya. Oleh karena sifat asli manusia itu haniif (cenderung kepada kebaikan/kebenaran), maka sesuatu yang dipentingkan oleh manusia itu senantiasa berupa sesuatu, yang menurut penilaiannya baik/benar. Dengan demikian maka dapat difahami, bahwa yang dipertuhankan manusia itu biasanya sesuatu yang menurut dia benar/baik. Kuliah Tauhid Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc. Diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1400H, 1980 Cetakan 1, 1979, dan cetakan 2 1980 Yayasan Pembina Sari Insan (YAASIN), Jakarta, 1993.

Hal-hal Yang Merusak Sikap Tauhid

Sikap tauhid merupakan sikap mental (hati), hati yang kurang stabil akan menyebabkan sikap mudah berubah-ubah.

a. Sikap Riya
Sangatlah perlu kita sadari beberapa kelemahan yang ada dalam diri kita sendiri. Dengan mengetahui serta menyadari adanya kelemahan dalam diri kita ini semoga kita dapat lebih mudah mengatasi dan mengontrolnya. Kelemahan-kelemahan ini pun disinyalir oleh Allah sendiri dalam al-Qur'an sebagai peringatan bagi manusia. Contohnya: "Sesungguhnya proses terjadinya manusia (membuatnya) tak stabil. Bila mendapat kegagalan lekas berputus asa. Bila mendapat kemenangan cepat menepuk dada." (Al-Qur'an surat 70 : 19-21) Ciri manusia seperti yang dikatakan al-Qur'an ini membuat manusia senantiasa merasa cemas akan wujud dirinya. Hal ini bisa difahami jika kita suka mengenang kembali Asal-usul kejadian kita. Oleh karena itu Rasulullah pun pernah bersabda: Cara mengontrol sikap ria ini ialah dengan berusaha senantiasa mengenang (zikir akan) Allah SWT, dan terus menerus menyadarkan diri, bahwa yang berhak mendapat pujian dan pujaan hanyalah Allah semata. Bacaan alhamdulillah (segala puji hanya bagi Allah) harus dibiasakan, ketika mendapat berita yang baik maupun sesuatu menyenangkan hati. Kalimat itulah akan mempertebal rasa tauhid dan menipiskan sifat ria. Ali ra pernah marah karena dipuji dengan mengatakan: "Ana a'lamu bimaa fii nafsii", yang artinya: "Aku lebih mengetahui tentang diriku". Dengan pernyataan itu bahwa Ali ra tak perlu dipuji, karena pujian hanya milik Allah swt.

b. Sikap Ananiah (Egoisme)

Bagi manusia yang belum stabil sikap pribadi dan sikap rianya, maka manusia akan menempuh jalan pintas, sehingga dengan perasaan tidak pasti untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, maka sikap yang akan timbul adalah mementingkan diri sendiri. Seumpama seorang `Dosen dalam tahap pengerjaan tesisnya, menyuruh orang lain untuk membuatnya karena dia tidak mengetahui proses sebenarnya pengerjaan tesis. Sikap ini sudah keluar dari apa yang dia pahami dan senang mengambil jala pintas dengan perasaan tidak ingin capai. Sikap mementingkan diri atau egoisme ini memang sudah ada benihnya pada setiap pribadi. Sikap ini pula tumbuh bersama perjuangan dan perebutan hidup. Hak mendahulukan diri ini pun diakui dan dibenarkan oleh Allah SWT, namun ada tempat dan batasnya yakni disebut hak pribadi (privacy),
Kenyataan lain yang harus diakui oleh manusia, bahwa tak mungkin hidup sendiri di muka bumi ini, setiap orang membutuhkan yang lainnya. Oleh karena itu Allah telah menciptakan hukum yang menentukan batas-batas antara pemenuhan kepentingan diri dan kepentingan bersama secara seimbang dan serasi (harmonis), kita lahir sebagai individu, dan akan mati sebagai individu. Di dalam masa hidup yang kita tempuh di antara lahir dan mati itu kita akan terikat oleh ketentuan-ketentuan bermasyarakat, yang tak mungkin pula kita abaikan demi kelestarian hidup bersama itu. Batas-batas antara kedua kepentingan ini akan sangat sukar jika harus ditentukan oleh manusia sendiri, karena setiap diri akan cenderung lebih mendahulukan kepentingan dirinya terhadap kepentingan orang lain. Setiap orang cenderung akan berpikir subjective apabila menyangkut kepentingan dirinya. Oleh karena itulah, maka peranan hukum Allah, Yang Maha Mengetahui akan lekak-liku jiwa manusia, dalam hal ini muthlak perlu. Orang yang belum stabil sikap pribadinya cenderung mengabaikan ketentuan Allah ini, karena kurang yakinnya ia akan keperluannya. Maka ia menempuh jalan pintas, yang berupa ananiah tadi, demi memenuhi kebutuhannya akan kestabilan pribadi. Namun letak kegagalan manusia pada sikap ananiah ini akan mendorongnya ke arah ekstreem, sehingga mempertuhankan dirinya sendiri, maka hancur-leburlah tauhidnya oleh karenanya. Ia lantas membesarkan, bahkan mengagungkan dirinya terhadap orang lain sekitarnya. Maka terkenallah ia sebagai orang yang sombong dan angkuh, sehingga dibenci oleh masyarakatnya. Oleh karena itu, sikap ananiah ini dikutuk Allah dengan tajam sekali seperti sikap Fir'aun, Namrud, Samiri, Abu Lahab dan lain-lain. Obatnya ialah ibadah, ihsan, Islam, dan ilmu, sehingga kita betul-betul bisa merasa ridha menerima ketentuan Allah terhadap diri kita masing-masing.

c. Sikap Takut dan Bimbang
Penyakit yang sering bercokol dalam hati manusia ialah penyakit takut dan bimbang. Penyakit ini biasanya timbul akibat rasa ketidak-pastian yang telah diterangkan di atas. Kedua penyakit ini tumbuh akibat kurang yakinnya seseorang akan kemutlakan Allah ini menyebabkan ia pasrah dalam mewakilkan nasibnya kepada Allah. Di dalam bahasa al-Qur'an dikatakan orang ini tidak tawakkal. Tawakkal ala Allah artinya mewakilkan nasib diri kepada Allah semata. Kelemahan diri manusia akibat dari proses kejadiannya itu telah menyebabkan manusia senantiasa merasa tergantung kepada sesuatu yang lain. Jika ia yakin akan kekuasaan mutlak Allah SWT, maka ia akan puas dengan ketergantungannya kepada Allah saja. Jika ia kurang yakin akan kemutlakan kekuasaan Allah SWT, maka kebimbangan segera timbul.

d. Sikap Zholim
Zhalim adalah lawan dari 'adil. Zhalim artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya atau melakukan sesuatu yang tidak semestinya. Kezhaliman terjadi jika melakukan sesuatu berlawanan dan tidak wajar, artinya bertentangan dengan hukum Tuhan. Jadi zhalim berarti melakukan sesuatu yang bertentangan prinsip Tuhan. Seorang dikatakan kafir karena menolak sunnatullah dengan hati dan perbuatannya, sedangkan seorang Muslim bertindak berlawanan dengan kehendak Tuhan maka dikatakan zhalim. Namun kebiasaan berperilaku zhalim akan merusak mentalnya, karena dengan perilaku ini ia telah merendahkannilai ketuhanannya sehingga menimbulkan kekacauan dalam diri dan lingkungannya.
Sikap meremehkan ini termasuk sikap sombong yang akhirnya akan menjadi kufur. Oleh karena itu sikap zhalim dibenci oleh Allah, selain dari pada itu zhalim terhadap makhluk lain, terutama manusia berarti merendahkan derajat manusia yang dizhalimi. Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah. Bertindak zhalim sama dengan mendekatkan diri dengan kekufuran. dan syirik. Umpamanya, seorang ketua umum organisasi Islam yakni IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Nusa Tenggara Barat) pada periode 2008–2010 seorang Darwan melakukan penghianatan dan penzoliman atau pembunuhan karakter anggotanya sendiri. Problem yang lebih besar juga manusia sering tidak menghargai diri mereka dan sesama manusianya, misalnya natara ketua umum dan anggotanya, terkadang ketua umum kalau berbuat salah di belain dan begitu juga sebaliknya kalau anggotanya dizolimi kemudian ingin mencari sebuah kebenaran dari penzoliman itu. Maka seorang ketua umum pun tidak peduli sama sekali, padahal seorang pemimpin terdapat nilai ketuhanan yang melekat kuat. Kalau dari presiden, menteri, pimpinan orgaisasi dan pimpinan parpol, direktur, dosen, rektor, akademisi hingga ketua RT bangsa ini, mka mereka itulah dinamakan penghianat dan komparador yang tidak memenuhi nilai ketuhanan dan kemanusiaan.

e. Sikap Hasad atau Dengki

Hasad tumbuh di hati seseorang apabila tidak senang kepada keberhasilan orang lain. Sikap ini biasanya didahului oleh sikap yang menganggap diri paling hebat dan paling berhak mendapatkan segala yang terbaik, sehingga jika melihat ada orang lain yang kebetulan lebih beruntung, maka ia merasa disaingi. Jadi pada dasarnya hasad ini juga berasal dari sikap membesarkan (kibir) diri atau sombong. Sikap tauhid pasti merasakan bahwa semua makhluk Allah sama kedudukan dan haknya masing-masing di hadapan Allah swt. Hanya Allah sendiri yang pantas menentukan apa kriterianya manusia dan mengukurnya. Di dalam al-Qur'an dikatakan, bahwa kelebihan seseorang manusia terhadap yang lain hanyalah ditentukan oleh ketaqwaan manusia tersebut. "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu ialah yang paling bertaqwa, sesungguhnya hanya Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Sadar." (Q. 49:13)
Namun taqwa ini merupakan kwalitas hati, yang tidak diketahui oleh manusia. Oleh karena itu hanya Allah swt yang mengetahui derajat ketaqwaan seseorang dan nilai setiap orang, Akan tetapi harus diakui bahwa penilaian yang objektif seratus persen tidak akan pernah dicapai manusia, sebagaimana firmankan Tuhan : "Katakanlah: 'Setiap kamu berkarya menurut bakat masing-masing, hanya Allah, Tuhanmu yang paling mengetahui siapa yang benar-benar mendapat petunjuk di jalan yang ditempuhnya" (Q.17:84). Ayat ini tegas menyatakan, bahwa selain Tuhan tidak ada yang mampu memberikan penilaian yang objektif. Oleh karena itu, sikap dengki yang biasanya didahului oleh penilaian subjektif terhadap orang lain pasti seseorang itu syirik, karena menilai secara subjektif itu pada hakikatnya menandingi hak Tuhan.
Keyakinan juga dapatlah membentuk sikap egalitarianisme dan persaman derajat antar sesama manusia yang harus di bangun oleh karna kesombongan manusia baik dalam sikap intelektual atau kerendah dirian manusia, justru sangat bertentangan dengan sistem tauhid dengan melihat Al Qur’an Surat An Nas : 1-3 yang mengatakan bahwa ”Aku berlindung kepada Tuhan yag memelihara dan menguasai manusia, raja manusia, sembahan manusia, dari kejahatan bisikan syetan yang biasa tersembunti, yang membisikkan kejahatan kedalam diie manusia, dari golongan jin dan manusia. (Al Qur’an Surat An Nas : 1-3). Dari Ayat Al Qur’an di atas ada terlihat 3 konsep tentang ketauhidan yaitu tauhit rububiyah, tauhid mulkiyah dan tauhid uluhiyah.

Tauhid Rububiyah

Dalam Al Qur’an nama Tuhan sebagai rabb di sebut sebanyak 650 kali. Rabb berarti memelihara, merawat, mengasuh, mengatur, mengelolah, menumbuhkan dan melengkapi atau mengembangkan dari tarap kesempurnaan tauhid ini, Sehingga kalau disatukan secara kolektif maka meyakini akan penciptan, pemeliharan, perawatan, pengaturan Allah SWT.

Tauhid Mulkiyah

Dalam Al Qur’an ada sekitar 68 kali ungkapan terhadap istilah yang berkaitan dengan mulkiyyah, tauhid mulkiyyah berkaitan dengan dimensi eskatologis manusia di sebut dengan hari pembalasan, konsep ini melahirkan persepsi tentang keadilan Tuhan dalam kehidupan yang akan menimbulkan rasa tangungjawab pada perbuatannya dalam kehidupan nyata. Sehingga tauhid ini mendapat titik tekan dengan pelaksanaan yang berdasar pada ketentuan Tuhan.
Tauhid Uluhiyah
Adalah tauhid ketuhanan yang menjelaskan tujuan hidup manusia dalam arti bahwa manusia tidak pantas dan haram tunduk serta menggabdi terhadap apapun selain Allah menurut Ayatullah Murtadho Muthohari, menyatakan bahwa konsep teori mengandung segi teori dan praktis. hal ini di perjelas oleh Ayatullah Muhamad Taqimisbayazdi, Di dalam bukunya ”filsafat tauhid” ada beberapa batas dalam konsepsi tauhid adalah sebagai berikut :
1. Tauhid dalam wujud yang mesti, artinya tidak satu wujud pun yang mewujud oleh dirinya kecuali Allah SWT.
2. Tauhid dalam penciptaan artinya tidak ada pencipta kacuali Allah swt.
3. Tauhid dalam manajemen dan pengelolaan alam semesta.
4. Tauhid dalam legislatif Genetik yang berarti hanya Allah yang berhak mengatur aturan dan hukum untuk mengatur manusia.
5. Tauhid dalam penyembahan.
6. Tauhid Ibadah.
7. Tauhid memohon pertolongan.
8. Tauhid dalam merasa takut.
9. Tauhid dalam berharaf.
10. Tauhid dalam Cinta.
11. Tauhid politik untuk mengatur sebuah system kekuasaan.
12. Tauhid sosial
Secara ringkas dan sederhana tauhid berarti mengesakan Tuhan dalam eksistensinya (Ia mnjadi Illah—Allah), dalam bentuk peribadatan (Ia Ma’buda Illah-Allah), Tujuan perbuatan dan kehidupan kepada Allah (Ia Maqbuda Illah-Allah) dan kecintaanya (Ia Mabbuba Illah-Allah).

Akidah Tauhid

Akidah tauhid dalam Islam mencakup tiga hal adalah pertama, Al Rabthu, (Rusdianto, Sip : 2009 : Naskah Buku Teologi Profetik ; Menggugat Khittah Dan dentitas IMM) Al Rabthu ini di jelaskan dalam Al Qur’an Surat Al Falaq : 4 mengatakan bahwa ”Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan mahluknya, dari kejhatan malam apabila telah gelap gulita, dan kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul dan dari kejahatan orang-orang yang dengki apabila ia dengki”. Dalam surat Al Falaq ini merupakan sebuah surat yang memerintahkan kepada sesama manusia untuk saling memperingatkan kepeda orang yang beriman agar melindungi diri dari kejahatan danmenghindari dari perselisihan tersebut, baik pada waktu malam maupun siang. Memang manusia jarang ada yang bisa mencapai sebuah tarap pemaknaan akidah tauhid kepada Tuhannya oleh karena manusia tersebut memiliki sifat membenci orang lain. Sebagaimana Al Qur’an menyebutkan "Sesungguhnya (minuman) khamar (arak/memabukkan), berjudi (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (Al Qur’an Surat Al Maidah : 90).
Ayat di atas secara tegas menunjukkan semua hukum berjudi dan lain sebagainya yang berkaita dengan hala- hal yang menguranggi nilai akidah dan dapat menimbulkan konflik maka itu adalah sesuatu yang haramkan oleh Tuhan. Bahkan kita melihat sekarang ini perbiatan kemungkaran tersebut mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, moral, sampai budaya, pada gilirannya akan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, setiap perbuatan yang melawan perintah Allah swt pasti akan mendatangkan celaka. Menyadari esensi dan akibatnya itu, maka kita harus selalu waspada dengan berbagai kegiatan berkedok kemungkaran, Akhirnya, hendaknya kita selalu mengingat bahwa setiap tetes darah, setiap daging dan tulang yang tumbuh dalam tubuh manusia, juga setiap pertumbuhan dan kemajuan bangsa ini di bidang apa pun, dan pendapatan sekalipun, kalau didapatka dari hasil kedok-kedok haram lainnya sesungguhnya hanya akan mendatangkan celaka. Bangsa ini tidak segera dapat keluar dari krisis berkepanjangan boleh jadi karena masih merajalela kemungkaran di negeri ini, yang mengakibatkan segala usaha dan upaya tidak dapat berkah (Ahmad Kusyairi Suhail, 2008 www. republika.com).
Kedua, Al Hajm. (Rusdianto, Sip : 2009 : Naskah Buku Teologi Profetik ; Menggugat Khittah Dan dentitas IMM) Al Hajm ini dijelaskan dalam Al Qur’an Surat Al Maidah : 48 mengatakan bahwa ”Dan kami telah menurunkan kepada mu Al Qur’an dengan membawa kebenaran dan membenarkan sebelumnya, yaitu kitab-kitab yang (sebelumnya dan batu ujian) terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka sesuai apa yang diturunkannya dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka denganmeninggalkan kebenran yang telah datang kepada mu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang, sekiranya Allah menghendaki, niscaya Allah mendikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberiannya kepadamu, maka berlombalah berbuat kebajikan, hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”. (Al Qur’an Surat Al Maidah : 48), Imam Al Ghazali dalam risalahnya Al Asma Al Husna menuliskan kecintaan kepada Allah bisa ditingkatkan dengan tiga cara ; (1) mengingatnya (2) mempercayainya (3) mempertahankannya. Begitu pula Pak Ary Ginanjar dalam bukunya “Rahasia membangun kecerdasan Emosional dan Spiritual” beliau menulis bahwa seorang hamba bisa menjadi manusia yang luar biasa jika mau meneladani sifat-sifat Allah dengan cara mengingat-ingatnya dan meneladani sifat-sifat-Nya. Sesungguhnya antara hamba dengan Rabbnya ada 2 panghalang ; (1) ilmu dan (2) ego (Aku). Ego, Aku “barang siapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya dan barang siapa yang mengenal dirinya maka tidak ada waktu untuk mencari kesalahan orang lain”. Ada perasaan aneh menghampiri ketika mencoba berlama-lama bercermin. sudah berapa jauh saya mengenal diri saya dengan baik dan sudah berapa lama saya menyadari begitu sangat rentannya melakukan kesalahan setiap detik. (yudha_bs@yahoo.com.sg) sumber : eramuslim
Hanya satu yang diinginkan oleh Allah SWT dan keinginan Allah SWT tidak diterjemahkan secara benar oleh umat manusia sejak dari nabi Adam sampai Muhammad SAW, yaitu menyembah Allah, sujud kepada Allah adalah lebih baik daripada menjadi seorang Presiden RI, sujud kepada Allah adalah lebih baik daripada menjadi seorang ketua DPR RI, sujud kepada Allah akan menyebabkan derajat orang menjadi tinggi, bukan sebaliknya. Apabila semua orang sujud kepada Allah, harga sujud bukan semakin rendah seperti harga emas, akan tetapi dengan sujud kepada Allah, Allah justru membukakan pintu barakah bagi seluruh penduduk yang sujud kepada-Nya, sujud menjadi sesuatu yang sangat mahal harganya dan tidak akan mengalami devaluasi. Maukah kita sujud tengah malam dan mendoakan agar pemimpin kita adalah orang muslim, tidak berdusta, tidak khianat, tidak ingkar janji, tidak korupsi, tidak berzina, sejauh mana sujud kita kepada Allah telah merubah bangsa ini ?. (Husnul Yanwar husnul_ssi@yahoo.com sumber : eramuslim.com). Allah SWT berfirman: ''Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci.'' (Al Qur’an Surat Ali Imran [61] : 9). Dari firman tersebut kita dapat menyimpulkan agama terbagi dalam dua bagian, yaitu agama yang berasal dari Allah, agama yang diridhoi yaitu Islam dan agama selain Islam atau dalam ayat itu disebut sebagai ad-diinu kullih. Ayat itu juga menegaskan Islam merupakan agama yang benar.
Bukti bahwa Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhoi Allah, dapat pula diperhatikan pada wahyu terakhir yang diterima oleh Rasulullah saw tatkala beliau sedang melaksanakan haji wada' yang berbunyi: ''Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agamamu (Al Qur’an Surat Ali Imran [5] : 3). Dalam ayat lain Allah SWT menegaskan: ''Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.'' (Al Qur’an Surat Ali Imran [3] : 19). Ayat lainnya dalam surat Ali Imran, Allah berfirman: ''Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.'' (QS 3: 85). Ayat-ayat di atas jelas menunjukkan Islam merupakan satu-satunya agama yang diridhoi dan benar. Islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan Islam berbeda dengan agama-agama lainnya. Islam merupakan agama yang langsung Allah turunkan melalui rasul-rasul-Nya terdahulu hingga Nabi Muhammad saw.

Allah berfirman: ''Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada-Nya (agama) orang yang kembali (kepada-Nya).'' (Al Qur’an Surat Asy Syuura [42] : 13). Dalam ayat lainnya Allah menjelaskan: ''Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yaqub, dan anak cucunya, Isa, Ayub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.'' (Al Qur’an Surat An Nisaa [4] : 163). Dalam praktik kehidupan agama saat ini, upaya pendangkalan dan penggembosan terhadap akidah umat Islam telah marak dilakukan, seperti dengan beredarnya paham semua agama sama, pernikahan beda agama, dan seterusnya. Karenanya, peningkatan akidah, keimanan, dan keyakinan umat Islam terhadap agamanya menjadi keharusan dalam menghadapi upaya-upaya pendangkalan akidah tersebut. Ini menjadi tugas dan kewajiban ulama, para ustaz, orang tua, dan semua umat Islam. (Mulyana sumber : republika.com) Ketiga, Al Ahdu, (Rusdianto, Sip : 2009 : Naskah Buku Teologi Profetik ; Menggugat Khittah Dan dentitas IMM) dalam Al Qur’an Surat Al Maidah : 1 mengatakan bahwa ”Ha orang-orang beriman, penuhilah akad-akad itu. di halalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepada mu (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamusedang mengerjakan haji. sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakinya. (Al Qur’an Surat Al Maidah : 1). Akidah Tauhid berarti keyakinan yang mendalam berdasarkan pengetahuan, nurani dan pengalaman. Bagi setiap muslim, wajib menerima akidah Islamiyah secara universal, tidak parsial, tidak setengah hati, harus menunjukan sikap ikhlas untuk berkorban demi kemaslahatan masyarakat seutuhnya. Sebab konsekwensinya dari penerimaan akidah secara parsial akan melahirkan siksaan. Itu semua juga sebagai konsekwensinya manusia untuk berakidah, walaupun kemampuan manusia memahami akidah sangat terbatas oleh karena terikat dengan hukum-hukum ilahiah. Sebagaiman dalam Al Qur’an Surat Al Mulk : 16 mengatakan bahwa ”Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu tergoncang ?. (Al Qur’an Surat Al Mulk : 16). Ayat di atas secara rinci menjelaskan tentang dua akhlak yang harus dimiliki manusia. pertama, akhlak kepada Allah, yaitu beriman dan bertakwa kepada Allah dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya, serta memurnikan keimanannya dengan jalan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Mengenai mempersekutukan Allah (syirik), Allah menegaskan masalah ini dalam firman-Nya, ''Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.'' (Al Qur’an Surat An Nisaa [4] : 48). Kedua, akhlak kepada sesama manusia, yaitu untuk selalu berbuat baik (ihsan). Berbuat baik, sebagaimana dijelaskan pada ayat di atas, tidak memiliki batasan. Artinya, nilai-nilai ihsan merupakan nilai-nilai yang universal yang tidak terfragmentasikan oleh batasan apa pun, bahkan agama atau musuh sekalipun. Perhatikan firman Allah SWT, ''Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.'' (Al Qur’an Surat Al Mumtahanah [60] : 8). Rasulullah pun telah mencontohkan perbuatan baik yang patut untuk diteladani oleh setiap manusia. Dalam suatu hadis beliau menjelaskan, ''Janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling mendengki, dan janganlah kamu saling menjatuhkan. Dan, hendaklah kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara dan tidak boleh seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.'' (HR Anas bin Malik).

Berbuat baik kepada sesama, pada hakikatnya, merupakan wujud dari rasa kasih sayang dan buah dari keimanan yang benar. Tanpa ada dua hal tersebut, maka kebaikan yang tercipta biasanya merupakan kebaikan semu. Firman Allah SWT, ''Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap sedikit pun.'' (Al Qur’an Surat Ibrahim [14] : 24-26). Karenanya, mari kita pupuk keimanan dengan benar agar dapat menciptakan dan menghasilkan buah kebaikan yang dapat dirasakan oleh siapa pun. Ingatlah, pesan Rasulullah SAW bahwa 'sesungguhnya manusia yang terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi yang lainnya'. (Mulyana sumber : republika.com).
Kemudian begitu juga dengan berbagai persoalan yang terjadi, ambil masalah budak atau pembantu misalnya, terkadang pembantu ini disisksa dengan berbagai macam penyiksaan an penindasa, apakah ini ahlak yang bauk ?. Padahal para pembantu itu yang sedang menggiling tepung dengan alat penggiling, belum selesai menggiling dipanggil untuk menimba air, belum selesai menimba air disuruh menggendong anaknya. mengapa manusia mengeksploitasi sesamanya seperti ini, terus silih berganti tiada henti. Apa memang keinginan kita awalnya untuk memiliki budak berniat menyiksa mereka. Semua istem seperti itu tidak akan di catat kebaikannya, menghapus keburukan, dan mengangkat derajat para orang yang mempekerjakan orang lain dengan penyiksaan belaka. Sekarang ini, kita harus memberi pemahaman kepada kita, bahwa hendaknya kita tidak membuat dikotomi atas amal kita diatas dunia, sehingga kita tidak bersifat mengunggulkan yang satu dan meremehkan yang lain.
Sebab, tidak jarang, apa yang kita anggap remeh ternyata sebenarnya mengandung kemuliaan yang sangat tinggi. Kita seringkali, mungkin, berpikiran bahwa amal-amal yang mulia yakni jihad fi sabilillah, haji, shalat, zikir, dan iqra fil qur’ani. Kesibukan sehari-hari, misalnya, kerja di kantor, di pabrik, di toko, di jalan-jalan, demi menafkahi keluarga di rumah, atau kesibukan di dalam rumah semisal mengurus rumah dan mengasuh anak, yakni amal-amal profan yang tetapi kita selimuti dengan berfokus dan bercermin kepada Tuhan. Selama amal itu dilandasi dengan cara dan niat yang baik dan sesuai tuntunan maka itu merupakan kategori jihad dengan harta dan jiwa mereka. (Sabrur R Soenardi sumber : Republika.com)

Akan tetapi kalau jihad mereka ingin dipuji dan tidak memiliki keikhlasan maka Allah tidak akan menerima amalnya. Sekarang ini kita analisa secara kritis, mungkin saja Tuhan pada hari kamat nanti memasukkan orang yang mati syahid untuk masuk neraka, oleh karena dengan mati syahidnya itu berharapbisa masuk syurga, itu belum tentu karena manusia sanagat relatif keikhlasannya bahkan berbuat dusta dalam berjihad untuk agama Allah. Kita semua sekarang ini kan berbagai organisasi Islam yang bersifat ekstremis dan radikal ingin dipuji oleh orang lain tentang gerakannya, agar mereka dalam geraknnya dikatakan pemberani. Orang yang berjuang atau beribadah demi sesuatu yang bukan ikhlas karena Allah swt, dalam agama disebut riya. Sifat riya dapat memberangus seluruh amal kebaikan, bagaikan air hujan yang menimpa debu di atas bebatuan. Allah swt berfirman ''Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.'' (Al Qur’an surat Al-Furqan : 23).
Islam mengajarkan pemeluknya untuk menjadi penderma dan penolong bagi yang membutuhkan. Ini tecermin misalnya dari ajaran zakat (al-Baqarah : 43, 83, dan 110; al-Ahzab : 33; al-Mujadilah: 13; dan lain-lain). Zakat dijajarkan sebagai pilar rukun Islam. Ini menunjukkan, menolong orang yang membutuhkan, mendapat perhatian besar dalam ajaran Islam. Menariknya lagi, Allah SWT dalam Al Qur’an Surat As Saba ayat 39, harus banyak bederma, itu tidak akan mengurangi harta kita. Allah SWT akan mengganti dan malah menambahnya. Allah swt berfirman, ''Katakanlah: 'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)'. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.'' (Al Qur’an Surat As Saba : 39)

Tapi, di sisi lain, Allah swt juga menantang kita untuk mendermakan barang-barang yang paling kita cintai. Allah swt berfirman ''Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.'' (Al Qur’an Surat Ali Imran : 92). Ini tantangan yang berat bagi kita. Karena, mendermakan barang yang kita cintai, membutuhkan kesadaran beragama yang baik dan pengorbanan yang tulus. Itulah tantangan dan ujian bagi orang beriman. Tinggal kita yang harus membuktikan bahwa kita termasuk orang yang berhak meraih gelar al-birr, melalui berbagai derma. (Nurul Huda Maarif sumber : Republika.com).
Akidah tauhid juga merupakan proses yang dilakukan oleh manusia untuk meyakini hukum Allah dengan kepentingan bersama dan manivestasi keberimanan juga kepada Tuhan. hal ini dapat dijelaskan dalan Al Qur’an surat Al Baqarah : 147 dan tunduk patuh terhadap hukum Allah dalam surat An Nisa’a : 65, Tauhid berarti mengesakan Allah merupakan konsep dasar dari pandangan hidup (world view) setiap muslim baik dalam pikiran, sikap, keyakinan, perbuatan, konsep dan cita-cita masa depan (skatologis) dalam kehidupan. Akidah tauhid melandasi sikap mental dan sepiritual yang disertai dengan nilai ketuhanan dan konsepsi wujud yang telah di bangun sehingga sikap itu akan berdampak jelas pada pembentukan watak dan keperibadian manusia. Konsep akidah tauhid bagi muslim merupakan kekuasan yang mutlak dan benar nyata hanya bagi Allah swt dengan keyakinan ini berarti manusia akan mampu menikmati kemerdekaan dan kebahagiaan yang paling tinggi. Inilah tujuan hidup setiap muslim yang betul-betul beriman, bebas dan merdeka dari bentuk penghambaan apapun. Setiap orang ingin merasakan kemerdekaan dan kebahagiaan serta kedamaian, kebanyakan manusia beranggapan datangnya uang dan kedudukan akan menjadi bahagia sehingga membuat manusia itu mencari dan merebut kedudukan itu dengan uang mati-matian. Anak kuliahan atau berusaha penampilan berbeda dengan orang lain karena akan membuatnya dirinya bahagia serta dipuji orang lain, maka mati-matian mereka mengikuti mode walaupun menghabiskan uang orang tua dan membohongginya untuk dikirim. Sementara harapan kita igin bahagia tidak pernah kita gantung kepada Allah dan bersifat ikhtiar, setiap kali kita mengikuti tes CPNS, saat itulah kita melaksanakan sholat dan ibadah lainnya, kemudian tidak lulus sholat pun di tinggalkan, mengapa dan kenapa manusia seperti itu ?.

Ibarat cahaya matahari yang memancar tanpa membutuhkan input dari luar, kebahagiaan yang hakiki dan sejati adalah ketika kita hanya menggantungkan segala urusan kepada Allah swt. Bagi kita selama ini sangat ingin dihargai, dihormati, dibedakan oleh orang lain, diberi ucapan terima kasih ketika melakukan sesuatu untuk orang lain, ingin dipuji, maka semakin tinggi kebutuhan kita akan penghargaan orang lain, itulah yang menyempitkan hidup kita. Kenyataannya masyarakat dengan terjadinya beraneka kemunkaran, kezhaliman, kejahatan, gempa, dan lain sebagainya, disebabkan karena terlalu berharap kepada makhluk selain dari Tuhan. Rasulullah saw ditanya, "Ya Rasulullah, mengapa engkau diutus ke bumi ?" jawaban Rasul "Sesungguhnya aku diutus ke bumi hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak." Menurut Imam Al Ghazali, akhlak itu adalah respon spontan terhadap suatu kejadian. Pada saat kita diam, tidak akan kelihatan bagaimana akhlak kita. Akan tetapi ketika kita ditimpa sesuatu baik yang menyenangkan ataupun sebaliknya, respon terhadap kejadian itulah yang menjadi alat ukur akhlak kita. Kalau respon spontan kita yang keluar adalah kata-kata yang baik, mulia, berarti memang sudah dari kemuliaan kita.
Menurut KH. Abdullah Gymnastiar, sekarang masalah bagi peradaban Islam adalah hal yang kecil sebenarnya dalam menta ahlak, seumpama ada dosen, gelarnya berderet dari Indonesia ke Amerika, rumahnya mentereng, tapi jikalau akhlaknya celetuk-celetuk atau sinis tidak mencerminkan struktur keilmuan seperti yang dimilikinya, maka jatuhlah martabat sebagai dosen. Sekarang ini krisis terbesar kita memang krisis akhlak, sesuai dengan pendapat seorang pengusaha terkenal dari Jepang mengatakan bahwa jikalau seseorang ingin memimpin perusahaan dengan baik, maka sebetulnya skill atau keahlian itu cukup 10% saja, yang 90% adalah akhlak. Karena akhlak yang baik, orang yang cerdas pun mau bergabung dengannya. Mereka merasa aman, merasa tersejahterakan lahir batinnya. Akibatnya, berkumpulah para ahli. Kemudian kepada mereka diberikan motivasi dengan akhlak yang baik maka jadilah sebuah prestasi yang besar. Oleh karena itu sebenarnya kesuksesan itu adalah milik orang yang berakhlak mulia.

Segala bentuk ciptaan Allah ini pasti memiliki ahlak dan bertauhid serta berzikir kepada Tuhan sebagai bentuk pengabdiannya. Karena penciptaan Tuhan sudah di tentukan masanya. Sekarang ini kita bayangkan saja, umpamanya membandingkan diri manusia itu berahlak dan beribadah kepada Tuhan dengan burung ?. Kalau kita berfikir rasional tentu relativitas kekuasaan Allah, akan tetapi apapun yang dikehendaki Allah pasti akan terjadi. kehendak Tuhan itulah yang membuat hambanya beribadah dan berdzikir secara tersendiri. Kalau filosofisnya ayam, matahari belum muncul dari peraduannya, waktu subuh baru akan menjelang. Tetapi, keheningan menjelang subuh mulai pecah dengan suara merdu merdu ayam yang saling bersahut-sahutan. Sangat Indah sekali kalau kita dengar. Namun semua suara itupun bagi saya sangat sayang, mengapa ?. Ayam berkokok pun yang membangunkan manusia untuk beribadah subuh, tetapi manusia tidak pernah menyadari akan hal ini. Sayang sekali, keharmonisan suara ayam itu semakin lama mulai menghilang bersamaan dengan makin bersinarnya matahari pagi. Rutinas pagi dengan sambutan selamat datang suara ayam berkokok, mungkin menjadi sarapan pagi menjelang subuh yang dialami oleh sebagian manusia. Filosofis ayam di ciptakan tentu manusia harus berfikir, apa tujuan ayam berkokok pada waktu subuh, oleh karena ingin membangunkan manusia yang sedang bermalsan untuk beribadah malam dan waktu subuh. Hal seperti ini juga merupakan fenomena alam yang terkesan sederhana sebagai sebuah peringatan bagi kita. Bahwa sesungguhnya semua makhluk di langit dan bumi, termasuk ayam yang derajatnya lebih rendah daripada manusia melakukan beribadah dan puji-pujian kepada Allah serta dzikir kepada Ilahi. Mereka bangun pagi-pagi buta, mengepakkan sayapnya, bertasbih dan berdzikir. Setelah itu baru mereka memenuhi kebutuhan dunianya, yaitu mencari makan, bercengkrama dengan anak dan keluarganya, atau sekedar bermain-main dengan ayam lainnya. Nurul Huriah Astuti nurulha at t-online dot de
"Tidakkah kami tahu bahwasanya Allah, kepada-Nya bertasbih apa yang ada di langit dan di bumi, dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sholat dan tasbihnya. Dan Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan." (Al Qur’an Surat [24] : 41) Kita memang tidak mengerti tasbih dan dzikir yang dilakukan oleh burung-burung (ataupun makhluk-makhluk lainnya). Yang terdengar oleh kita hanyalah lantunan suara merdu yang harmonis, berirama, dan indah di telinga. Nurul Huriah Astuti nurulha at t-online dot de Karena, sesungguhnya Allah Swt yang sudah memberitakan kepada manusia bahwa kita tidak akan mengerti tasbih dan dzikir yang dilakukan, baik oleh burung-burung ataupun makhluk-makhluk di langit dan bumi. "Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Alloh. Dan tidak ada satupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. Tetapi, kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya dia Maha Penyantun dan Maha Pengampun." (Al Qur’an Surat [17] : 44) Publikasi : 05/07/2005
Oleh karena itu, alangkah malunya kita sebagai manusia yang dianugerahi Allah sebagai makhluk dengan kesempurnaan unsur, tetapi terlupa untuk melakukan hal-ha yang berahlak dan ibadah secara rutin kepada Tuhan, Dzat yang telah memberikan berjuta-juta nikmat kepada kita. Padahal, berahlak dan ibadah kepada Allah merupakan kunci yang membuka hijab atau batas dari kegelapan menuju cahaya iman. Ia juga merupakan sarana yang menguak kesadaran akan hakekat diri yang tenggelam. Karena melalui berahlak, ibadah, tasbih dan dzikir akan melahirkan pikiran dan jiwa yang cerdas serta tenang yang selalu diiringi oleh sikap tunduk, pasrah, dan tawakal kepada Allah swt. Nurul Huriah Astuti nurulha at t-online dot de. Sayyid Qutb memberikan kiat, janganlah kita menganggap bahwa fenomena alam yang terjadi di sekeliling kita ini adalah suatu rutinitas yang terjadi begitu saja. Tetapi, cobalah memikirkan bahwa sesungguhnya ada sentuhan dari sebuah kekuasaan yang sangat besar, yang tidak bisa digapai manusia yaitu kekuasaan Allah swt yang menyebabkan terjadinya fenomena alam yang begitu ajaib, unik, aneh, dan teratur. Dan tak lupa, semoga kita pun selalu berupaya membiasakan lisan, hati, dan amal kita untuk mengekspresikan apa yang kita dapat dan kita alami dalam hidup ini dengan untaian-untaian ibadah kepada Tuhan. Nurul Huriah Astuti nurulha at t-online dot de
Rasulullah bersabda, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah walaupun dalam keduanya ada kebaikan". Dengan sigma kekuatan yang lebih banyak antara lain kuat fisik, mental dan ruhiyah. Membangun kekuatan adalah sarana menjadi mukmin yang baik dalam menggapai kedudukan disisi Allah. Dalam surat Al-Anfal diajurkan untuk memiliki kekuatan, bukan untuk menindas tetapi untuk menggentarkan kekuatan lawan. Makin kita kuat, makin kita membuat orang lain terselamatkan dari mendzolimi orang. Islam mengajarkan kekuatan sebagai bagian dari kebaikan seorang mukmin, kedekatan dengan Allah, dan juga dapat digunakan menolong orang dari kemungkaran. Hal yang membuat kita terpuruk adalah kita lemah ekonomi yang membuat kita repot, ilmu yang lemah membuat kita mudah ditipu. Maka yang harus menjadi tren sekarang ini adalah membangun kekuatan. Kekuatan yang harus dimiliki adalah bermacam-macam. Kita mulai dari kekuatan moral moral dan Ahlak.
Gejalanya bisa kita lihat dari tingkah pola dalam memperebutkan duniawi ini (harta, kedudukan, kekuasaan, popularitas, kesenangan duniawi, gelar, pangkat, jabatan yang ditujukan hanya untuk kepuasan dunia belaka), tidak sedikit orang yang menghalalkan cara-cara tak terpuji sehingga mendzolimi hak-hak orang lain. Bagi yang telah mendapatkannya, juga melakukan perbuatan yang tak mulia yaitu dengan gemar pamer kemewahan, hidup dengan biaya tinggi, menjadi jalan kecurigaan dan kedengkian bagi yang lain; dan untuk mempertahankan dunia yang dimilikinya sering pula melakukan tindakan yang melupakan kepentingan masyarakat. Bagi masyarakat yang ada dalam keterbatasan, melihat situasi yang materialistis membuat terbuai angan-angannya sehingga melakukan tindakan yang mencoreng harga dirinya. Pendek kata, budaya cinta dunia atau materialistis adalah biang masalah yang beranak-pinak dengan kesombongan, kemewahan, kedengkian, keserakahan, kezoliman dan bercucu pada permusuhan, keinginan untuk menghancurkan orang lain, dan akibatnya seperti yang kita rasakan sekarang ini. Kita harus mulai membangunkan nurani masyarakat dengan cara mensosialiksasikan obat penyembuhnya, yaitu membangun hidup mulia dengan bersahaja, hidup proporsional, tidak berbudaya bersembunyi dibalik topeng duniawi dan hal ini sangat memungkinkan kita lakukan setidaknya dengan empat kunci :
1. Suri tauladan yang nyata, Harus menjadi kesadaran para pemimpin bahwa mereka benar-benar diperhatikan dan ditiru oleh masyarakat. Kita harus membudayakan memilih para pemimpin yang berani hidup bersahaja dan mengutamakan kemampuan memimpin dengan adil dan profesional, dibanding dengan orang yang hanya mampu mempertontonkan kedudukan dan kekayaaannya. Nabi Muhammad SAW membangun peradaban dengan menjadi suri tauladan yang nyata. Ini harus menjadi budaya bagi para pemimpin, dengan tidak menyuruh orang lain sebelum menyuruh dirinya sendiri. Tidak melarang orang lain sebelum melarang diri sendiri. Lebih banyak berkata dengan karya dan tauladan nyata, daripada hanya berbuat dengan perkataan. Masyarakat sesungguhnya sangat tercuri hatinya kepada para pemimpin yang bisa berbuat banyak, namun amat bersahaja dalam hidupnya. Pada saat yang sama, masyarakatpun teramat curiga dan dengki kepada para pemimpin yang hidup glamour, yang mereka yakini semuanya itu adalah uang rakyat.
2. Pendidikan dan pelatihan, juga pembinaan secara sistematis berkesinambungan terhadap masyarakat, Perlu kesadaran dan kesepakatan bersama untuk mendidik segala lapisan masyarakat dengan menggunakan seluruh media yang ada untuk mengetahui nilai-nilai keutamaan hidup berhati bersih, bernurani dan hidup tidak materialistis, baik lewat pendidikan di sekolah/kampus, melalui aneka sinetron film/televisi ataupun radio, untuk mendampingi pendidikan lewat suri tauladan dari para pemimpin / tokoh panutan masyarakat.
3. Sistem yang kondusif, Kitapun harus bekerja keras untuk membangun system dalam bentuk undang-undang, aturan-aturan lainnya yang mendukung perubahan sikap di masyarakat untuk tidak berjiwa materialistis dan sangat menghargai nilai-nilai kemuliaan ahlak dan moral, dengan cara membuat peraturan yang benar-benar adil dan konsisten untuk menegakkannya. Nabi Muhammad berlaku adil terhadap siapapun, termasuk kepada keluarganya sendiri. Menegakkan supremasi hukum adalah bagian kunci yang teramat penting untuk membangun harapan di masyarakat, bahwa memburu dunia tidak dengan cara yang benar, akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Menegakkan hukum dengan adil, tidak dengan kebencian dan dendam, akan membuat keadilan menjadi sesuatu yang indah dan menjadi tumpuan semua pihak. Ketidak-seriusan menegakkan sistem yang adil akan mengundang ketidakpuasan, dan ini akan mengundang pula aneka masalah yang lebih pelik dan merugikan.

4. Membangun kekuatan ruhiyah, Sebagai orang yang beriman, selalu harus kita sadari bahwa kita semua hanya sekedar ahluk yang sangat banyak memiliki keterbatasan, dan Alloh-lah yang Maha Kuasa menolong siapapun yang Dia kehendaki, karena Dia-lah yang menggengam segala masalah dan jalan keluarnya. Laa haulaa walaa quwwata illa billahil aliyil'aziim. Maka, harus dicanangkan kebangkitan ruhiyah nasional dengan memotivasi masyarakat untuk melakukan kebangkitan ibadah dengan benar lebih intensif. Baik yang fardhu maupun sunah, yang tentu diawali dengan suri teladan dari semua tokoh panutan dan difasilitasi baik tempat, waktu/kesempatan, dan dana, agar masyarakat --selain lebih terkendali-- juga doa-doanya mendatangkan pertolongan Allah seperti yang dijanjikan. Surat at Thalaq ayat 23 menyatakan, yang artinya, "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberi jalan keluar dari segala urusannya dan memberi rezeki dari tempat yang tidak disangka-sangka, dan barang siapa yang bertawakal niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya."Amatlah tipis harapan kita akan keluar dengan baik dari permasalahan ini tanpa bimbingan Allah, karena manusia amatlah terbatas dalam segalanya, tak mampu berbuat apa pun tanpa izin-Nya.

Sebab-sebab Kemerosotan Akidah Dan Akhlak

Akhlak, memiliki sebab-sebab yang dapat menjadikannya tinggi dan mulia, dan sebaliknya juga mempunyai sebab-sebab yang dapat menjadikannya merosot dan jatuh ke dalam keterpurukan. Di antara sebab-sebab yang menjadikan merosotnya akhlak adalah sebagai berikut:
1. Lemah Iman, Lemahnya iman merupakan pertanda dari kerendahan dan rusaknya moral, ini disebabkan karena iman merupakan kekuatan (untuk membina akhlak) dalam kehidupan seseorang.
2. Lingkungan, Lingkungan memberikan dampak yang sangat kuat bagi perilaku seseorang, karena -seperti dikatakan pepatah- bahwa seseorang adalah anak lingkungannya. Kalau dia hidup dan terdidik dalam lingkungan yang tidak mengenal makna adab dan akhlak serta tidak tahu tujuan hidup yang mulia, maka akhlaknya akan rusak sebagai mana hasil didikan lingkungannya.
3. Kondisi tak Terduga, Terkadang seseorang secara tak terduga mendapati kondisi yang menjadi sebab bagi berubahnya perilaku dan kehidupannya. Yang tadinya baik tiba-tiba berubah menjadi buruk, jahat, tak bermoral dan sebagainya. Di antara kondisi tak terduga tesebut adalah:
 Terkucil, Keterkucilan terkadang menyebab kan seseorang berperilaku buruk, dadanya menjadi sempit dikarenakan rasa kecewa yang mendalam atau kurangnya kesabaran.
 Kaya, Seseorang yang baik dapat berubah akhlaknya menjadi buruk dengan sebab kekayaan, yaitu menjadi sombong dan buruk perilakunya.
 Fakir, Kefakiran, sebagaimana juga kekayaan dapat menjadi pemicu bagi perubahan perilaku seseorang dari baik menjadi buruk. Mungkin karena merasa kedudukannya menjadi rendah, atau karena kecewa atas hilangnya kekayaan yang selama ini dimilikinya.
 Kesedihan, Kesedihan yang dibiarkan berlurut-larut dalam hati akan menyebabkan hati terobsesi dengannya sehingga menyebabkan seseorang tidak tahan dan tidak sabar menanggungnya. Akibatnya dia lari kepada hal-hal yang buruk sebagai pelampiasan, sehingga dikatakan bahwa kesedihan itu seperti racun.
 Sakit, Yaitu sakit yang menyebabkan perubahan tabi'at, sebagaimana juga perubahan pada anggota badannya. Maka akhirnya tidak lagi mampu untuk bersikap lurus proposional (i'tidal) dan tidak kuasa menahan berbagai penderitaan.
 Usia Lanjut, Usia lanjut sangat berpengaruh terhadap berubahnya kondisi fisik atau anggota badan. Demikian juga terkadang berpengaruh terhadap akhlak seseorang, karena menurunnya kemampuan, kecantikan dan kondisi diri sehingga dia merasa lemah untuk bersikap sabar dalam menerima kenyataan.
4. Ujub, Dari sikap ujub ini muncul berbagi akhlak tercela seperti sombong/ merendahkan orang/takabbur/besar kepala dan semisalnya. Abu Wahb al-Marwazi berkata, "Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak," Apakah kibr (sombong) itu?" Dia menjawab, "Jika engkau merendahkan orang lain?" Lalu aku bertanya tentang ujub, maka dia menjawab jika engkau memandang bahwa dirimu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, aku tidak tahu sesuatu yang lebih buruk bagi orang yang shalat daripada ujub?" (Siyar A'lam an-Nubala' 8/407). Iman Ibnul Qayyim berkata, "Biang akhlak yang tercela adalah bermula dari kesombongan dan rendah diri. Dari kesombongan muncul sikap bangga, sok tinggi, hebat, ujub, hasad, keras kepala, zhalim, gila pangkat, kedudukan dan jabatan, senang dipuji padahal tidak berbuat sesuatu apa pun dan lain sebagainya. Sedangkan sikap rendah diri dan kekerdilan jiwa melahirkan dusta, khianah, riya', makar, penipuan, tamak, inkonsisten, pengecut, kikir, lemah, malas, hina bukan karena Allah , memilih yang rendah daripada yang baik dan semisalnya. (Periksa al-Fawaid, 143-144)
5. Tidak Mengingkari Orang yang Berakhlak Buruk, Membiarkan orang lain berbuat keburukan, memberikan toleransi dan tidak peduli terhadap mereka adalah bukan sebuah sikap yang baik. Bahkan itu merupakan kelemahan serta memberikan peluang kepada mereka untuk terus melakukan perbuatan buruk, bahkan merupakan sebuah andil dalam perbuatan buruk mereka.
6. Rumah Tangga, Jika sebuah rumah tangga penghuninya membiasakan akhlak yang baik, maka seorang anak akan ikut terbiasa juga dengan akhlak tersebut. Sebaliknya jika sebuah rumah tangga tidak pernah mengenalkan dan membiasakan akhlak yang baik, maka seorang anak juga akan tidak tahu adab dan ketinggian moral.
7. Lupa Aib Diri Sendiri, Tatkala seseorang melupakan aib diri sendiri, maka dia tidak akan mengoreksi dan introspeksi diri. Dan hal ini merupakan salah satu sebab merosotnya ketinggian akhlak seseorang. Karena lupa akan kekurangan diri sendiri adalah sebuah kekurangan.
8. Kekerdilan Jiwa (Rendah Diri), Ketika jiwa seseorang kerdil maka dia tidak mampu untuk memenuhi berbagai macam hak dan kewajiban yang dibebankan kepadanya karena merasa berat dengan itu semua. Oleh karena itu dia mencari-cari alasan yang tidak benar atas kesalahannya dengan berbagai cara seperti berdusta, berkhianat atau bersikap munafik. Tak jarang juga melemparkan kesalahan kepada pihak lain yang sebenarnya tidak bersalah.
9. Teman yang Buruk, Ketika seseorang berteman dengan orang yang buruk perangai maka dia biasanya akan terpengaruh dengan temannya tersebut, dan ini merupakan sebab akhlak seseorang menjadi rendah. Berteman dengan orang buruk juga terkadang menjadikan tumbuhnya su'udzan (buruk sangka) terhadap orang baik-baik.
10. Peristiwa Kehidupan, Salah satu sebab yang menjadikan akhlak seseorang rendah adalah terjadinya suatu peristiwa yang menyenangkan atau menyedihkan dalam kehidupan seseorang. Jika seseorang memiliki iman yang kuat, maka dia akan menyikapi setiap peristiwa dengan benar. Dia akan bersyukur ketika mendapatkan kebaikan dan akan bersabar ketika ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Sedangkan jika imannya lemah, maka dia akan sombong dan takabbur ketika meraih kenikmatan atau akan putus asa ketika tertimpa bencana.
11. Maksiat, Di antara akhlak rendah yang diakibatkan oleh kemaksiatan adalah berupa hilangnya cemburu dan rasa malu, lalu disusul dengan berbagai perbuatan keji dan buruk lainnya. Di dalam kitab ad-Daa' wad-Dawaa' hal 71-72 disebutkan, "Seseorang apabila semakin asyik dengan dosa, maka akan berkurang dari qalbunya rasa cemburu terhadap diri, keluarganya dan orang lain pada umumnya. Dan terkadang jika qalbu benar-benar lemah, maka keburukan tidak lagi dianggap sebagai keburukan. Jika telah sampai pada tingkat ini, maka berarti dia telah masuk pada pintu kebinasaan, bahkan amat banyak yang bukan hanya sekedar tidak menganggap buruk perbuatan buruk, namun lebih dari itu yaitu menganggap keburukan sebagai kebaikan.
12. Tabi'at (Watak Asli), Ada sebagian orang yang memang memiliki tabi'at/watak asli yang buruk, rendah, suka iri dan dengki terhadap orang lain. Dan tabi'at ini lebih mendominasi pada diri orang tersebut, sehingga terkadang pendidikan yang diperolehnya sama sekali tidak mempengaruhi perilakunya.
13. Media Massa, Salah satu masalah yang sangat mengkhawatirkan adalah munculnya berbagai media massa dan stasiun-stasiun televisi yang beraneka macam dengan menyiarkan acara yang merusak dan cenderung mengajak kepada kerendahan moral. Tidak sedikit masyarakat yang gandrung dan kecanduan dengan seorang artis atau acara tertentu, sehingga dengan tanpa ilmu ikut-ikutan terhadap perilaku mereka yang rendah. Sumber: Bina'ul Akhlaq, Abdullah bin Salim al-Qurasyi hal 92-101, secara ringkas. (Kholif) myquran

Mengembalikan Habitat Syahadat

Konsep dasar tentang tauhid sebagai pandangan dunia merupakan sebuah pilihan mendasar. Hal yang pudamental tntuk dirubah dan perbaiki dalam kalimat syahadatnya tentu sangat urgen bagi setiap muslim, karna syahadat merupakan pintu masuk ke dalam Islam sebagaimana di jelaskan dalam Al Qur’an surat Al A’raaf [7] ; 172 mengatakan bahwa ”Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil persaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman; bukankah Aku ini Tuhanmu ?’ mereka menjawab; betul (Engkau Tuhan kami) dan kami menjadi saksi” (kami lakukan yang demikian) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan; ”sesungguhnya kami bani adam adalah orang=orang lemah terhadap ini (keesaan Tuhan). Selain ayat diatas Al Qur’an surat Muhammad [47] ; 19 menyatakan bahwa; ”Maka ketauhilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal”. (Al Qur’an surat Muhammad [47] ; 19). Mengenai inti sari ajaran Islam juga dapatlah kita maknai, sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an surat Al An’biyaa 21 ; 25 mengatakan bahwa ”Dan kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya; ”bahwa tidak ada Tuhan (yang hak) disembah selain Allah, maka sembahlah oleh mu sekalian akan aku”. (Al Qur’an surat Al An’biyaa 21 ; 25), konstruksi surat Al Anbiyaa, merupakan penegasan Allah secara tegas dan radikal kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini, agar senantiasa manusia menemukan habitat ketuhanannya dengan tujuan dari satu Tuhan, untuk hidup satu Tuhan dan kembali kepada Tuhan satu. Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Jaatsiyah 45 ; 18 mengatakan bahwa ”Kemudian kami jadikan kamu berada diatas satu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, ikutilah syariat itu janganlah ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”. Al Qur’an surat Al Jaatsiyah 45 ; 18. Dalam konteks Al Qur’an surat Al Jaatsiyah 45 ; 18 ini adalah untuk memberikan sebuah sinyalemen kepada umat Islam untuk memeperbaiki makna kata syariat Allah sebagai peraturan yang absolutis—tekstual—kontekstual. Mengapa oleh karena sekarang ini umat Islam sedang dalam keadaan mati gagasan kritisnya tentang sebuah konsep negara Islam, kalaupun gagasan yang ada tentang negara Islam, itupun masih banyak yang tidak menerima. Kategori dan wilayah tidak menerimanya adalah pada posisi doktrinnya. Terkadang doktrin Islam dibuat tertutup dengan melakukan propaganda keruntuhan idiologi Barat.

Begitu juga dengan konsep dasar reformasi total juga terkandung dalam Al Qur’an surat Al An’aam [6] ; 122 yang menyatakan bahwa ”Dan apakah orang yang sudah mati, kemudia kami hidupkan dan berikan cahaya yang terang, dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah masyarakat (manusia) serupa dengan orang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya ? Demikianlah kami jadikan orang kapir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”. (Al Qur’an surat Al An’aam [6] ; 122). Tentu apa yang diprinsipkan oleh manusia merupakan konsep dasar yang semestinya di reformasi baik dari dalam maupun keluar. Reformasi total maksudnya sesuatu yang selalu di anggap oleh manusia sngat penting untuk mencari hakekat kehidupan secara damai baik secara pribadi maupun masyarakat (kolektif). Kita mengenal rezim otoriter pada zaman soeharto yang memberlakukan kekuasaan tanpa batas sehingga rakyat banyak bergelimpangan dalam kemiskinan dan membat kebijakan yang bersipat sentralistis. Namun sistem kekuasaan otoriter suharto hanya berlangsung 32 Tahun setelah itu ditumbangkan oleh gerakan civil society dan mahasiswa pada umumnya pada tahun mei 1998. Dengan kekuasaan seperti itu melhirkan antagonisme politik yang sangat kuat dan mendorong rakya untuk tetap melawan penzoliman, oleh karena kezoliman adalah sebuah penghianatan terhadap ketauhidan kepada Tuhan.

Dalam firman Tuhan juga menyebutkan bahwa ”Bagi manusia-manusia ada malaikat yang mengikutinya bergiliran, dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaga atas perintah Tuhan, Sesungguhnya Tuhan tidak akan merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan Tuhan menghendaki suatu keburukan suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Al Qur’an surat Ar Ra’d [13] ; 11). Dari firman Tuhan tersebut, mengambarkan kepada kita semua bahwa manusia selalu menjadi obyektifitas yang negatif ketika manusia berada dalam sistem kemasyarakatan dan kekuasaan politik, sehingga sangat jarang manusia bisa membawa kepemimpinan yang aspiratif dari seluruh kemauan yang diamanahakan oleh rakyatnya. Akibat tidak aspiratif atau amanah maka akan terjadi sebuah degradasi moral dan etika sampai pada pembusukan sistem itu sendiri. Padahal firman Tuhan diatas menyuruh kepada manusia untuk melaksanakan yang bersifat ma’ruf dan mencegah yang mungkar melalui kebijakan amaupun regulasi sistem kekuasaan demi menata kehidupan manusia yang aman dan damai.

Kita mengenal betul sejarah Rasulullah dalam memperbaiki kehidupan masyarakat mekkah dan madinah dengan berbagai bentuk program dan kegiatan yang bersifat menyadarkan menusia kearah yang lebih baik, seperti pembebasan budak (pembantu) rumah tangga, Baetul Arqam, Darul Arqam, menyusun regulasi UU madinah dan makkah antara umat Islam dan non Islam agar keberagaman (pluralitas) agama, budaya, sosial tidak terganggu dengan bnetuk-bentuk sentimentil (egoisme keyakinan). Hal yang demikian di bentuk oleh Rasulullah melalui proses dakwah bilhal yang pada hakikatnya dakwah Rasul merupakan manifestasi sosialisme Islam. Akan tetapi dalam proses dakwahnya Rasulullah, bukanlah mulus dan lancar tidak ada tantangan, akan tetapi dalam proses dakwanya Rasulullah saw diterjang leh musibah seperti di lemparkan, diusir, dicaci maki dan di perangi untuk keluar dari kota makkah oleh suku qurais, oleh karena mereka tidak percaya dengan ajaran Muhammad saw. Namun, dengan tantangan seperti itu Muhammad tetap melanjutkan perjalanan dakwahnya demi sebuah kedamaian manusia seutuhnya. Sebagaimana di jelaskan dalam Al Qur’an surat Al Anbiyaa [21] ; 15 yang mengatakan bahwa ”Barang siapa yang meyangka bahwa Allah sekali-kali tiada menolongnya (Muhammad) didunia dan di akherat, hendaklah ia merentangkan tali kelangit, dan hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu melenyapkan apa yang menyakitkan di hati. (Al Qur’an surat Al Anbiyaa [21] ; 15). Maksud dari ayat ini adalah seandainya orang yang memusuhi Muhamad saw, tidak senang dengan kemajuan Islam bisa naik kelangit dan dapat melihat keadaan disana, tentu ia akan mengetahui bahwa kemajuan Islam yang tidak mereka senangi itu tidak dapat dihalang-halanginya. Dengan sesuatu yang tidak dapat dihalangi tersebut, merupakan bentuk pengujian dari Tuhan kepada manusia agar selalu meyakini dan mencintai Tuhan dengan segala potensi yang manusia miliki.

Sesuai dalam Al Qur’an surat Ali Imran [3] ; 31 mengatakan bahwa ”Katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Tuhan, ikutilah Tuhan, niscaya Tuhan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Tuhan Maha Pengapun Dan Maha Penyayang. (Al Qur’an surat Ali Imran [3] ; 31). Untuk mempertegas keauhidan kepada Tuhan tentu harus dengan persaksian yang sempurna tanpa ada keraguan yang ada dalam diri manusia. Sebagaimana di sebutkan dalam Al Qur’an surat 6 ; 19 mengatakan bahwa ”Katakanlah siapakah yang lebih baik persaksiannya ?. Katakanlah :”Allah menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al qur’an ini diwahyukan kepadaku, supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang ku sampaikan Al Qur’an kepadanya. Apakah sesungguhnya kamu mengetahui ada Tuhan-Tuhan yang lain disamping Allah ?”. Katakanlah aku tidak mengakui, Katakanlah :”sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dengan Allah (Al Qur’an surat 6 ; 19). dan juga Tuhan mempertegas kepada manusia untuk selalu percaya dan membumikan tauhid dengan berbagai bentuk ibadah dan ketakwaan yangmurni kepada Tuhan, agar manusia itu tidak keluar pada khittah perintah Tuhan, sehingga menjamin akan kehidupan yang lebih baik dan damai. Dalam Al Qur’an surat 16 ; 36, Tuhan berfirman :”Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat manusia untuk menyerukan :”sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut itu”, dan diantara umat manusia ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu fi muka bumi dan perhatikanlah begaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan rasul-rasul. (Al Qur’an surat 16 ; 36).

Dalam kalimat syahadat juga terkandung arti sebuah pengakuan kepada Tuhan yang di jelaskan dalam Al Qur’an surat Ali Imran [3] ; 18, mengatakan bahwa :”Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu juga akan mengatakan bahwa Tiada Tuhan selain Allah. (Al Qur’an surat 3 ; 18). Kemudian Tuhan menjamin manusia untuk selalu taat dan tidak bersifat munafik terhadap diri mereka sendiri. Sehingga manusia harus bersumpah demi Tuhan bahwa mereka akan selalu membersihkan hatinya dengan ibadah dan bertakwa. Sebagaimana di terangkan dalam Al Qur’an surat Al Munafiqun [63] ; 2 menyatakan bahwa :”Maka itu menjadikan sumpah bagi mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah, sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. (Al Qur’an surat Al Munafiqun [63] ; 2). Kemudian Tuhan juga memberikan sebuah MoU (perjanjian) terhadap manusia yang dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Maidah [5] ; 7 bahwa :”Dan ingatlah karunia Allah kepada mu dan perjanjian-Nya yang telah diikatkan-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan :”kami dengar dan kami taati”, dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha mengetahui isi hatimu. (Al Qur’an surat Al Maidah [5] ; 7). kebaranian dan ketenangan akan kebenaran Tuhan merupakan kosekwensi yang diterimah oleh manusia seutuhnya, sehingga manusia tidak pernah takut kepada mahluk lain selain Tuhan. Hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an surat Fushshilat [41] ; 30, mengatakan bahwa :”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan :”Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan : ”janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (Al Qur’an surat Fushshilat [41] ; 30).

Konsep tauhid adalah merupakan obat hati dari prilaku yang tidak mencerminkan moralitas dan ahlak. Namun banyak orang juga terkadang berbeda keyakinan saling menyalahkan satu sama lainnya. Seumpamanya organisasi Muhammadiyah dan NU dalam hal qunut mereka tetapi mempertahankan ketakinan mereka dan menonjolkan keegoisan keyakinan sehingga umat ini terpecah dalam konteks pemahamannya. Hal inilah akan berimplikasi pada ketidaktenangan dalam berkeyakinan kepada Tuhan. Kalau NU memepertahankan ijtihad manusia melalui berbagai mazhab kalau muhammadiyah mempertahankan bahwa Rasulullah tidak pernah qunut. Memang Rasul tidak pernah qunut oleh karena qunut bukanlah dan diluar rukun sholat yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Perbedaan pandangan inilah yang membuat manusia dan Islam bertanya-tanya apa yang sebenarnya ?. Sehingga mereka tidak tenang dalam melaksanakan ibadah. Sebenarnya dalam Al Qur’an surat Ar Ra’d 13 ; 28-29, mengatakan bahwa ”orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram dan orang yang beramal sholeh pula mendapat kebahagiaan dan tempat kembali yang baik. (Al Qur’an surat Ar Ra’d 13 ; 28-29).

Syahadat berarti pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah menuntut adanya penghambaan secara total kepada Allah SWT. dan pengakuan bahwa Muhammad utusan Allah menuntut kesediaan Rasulullah saw sebagai teladan. Syahadat melahirkan ideologi kritis rasional dengan dasar tiada Tuhan selain Allah. Tidak ada Tuhan berarti meniadakan (menegasikan) segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan selain Allah berarti memperkecualikan Allah dalam satu kepercayaan pada kebenaran illahiah agar bisa membebaskan diri dari segenap belenggu kepercayaan yang ada dengan berbagai akibatnya dan pengecualian itu di maksudkan bahwa manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai-nilai yang berarti tunduk pada ketentuan Allah. Kepercayaan kepada Allah bukanlah kepercayaan yang bersifat batiniah dan individualitas an sich, yang hanya di hayati dan di internalisasi sebagai pengalaman keagamaan seperti yang di temukan dalam sejumlah ritus belaka. Kepercayaan yang dimaksud dalam dimensi yang dinamis dan produktif adalah kepercayaan yang berperan sebagai basis normatif dan epistemologis yang pada gilirannya menentukan tingkat pemaknaan, pembacaan serta tingkat penilaian atas berbagai masalah keagamaan dan kebangsaan.

Manusia hanya tunduk kepada Allah yang berarti tidak akan pernah tunduk di hadapan para penguasa koruptor, zholim dan tirani. Manusia akan terus menerus melakukan kritik konstruktif terhadap siapa pun yang bertolak belakang dengan keadilan dan kebenaran. Sebab tunduk patuh kepada selain Tuhan adalah kemusyrikan. Dengan konsepsi wujud dan pandangan dunia tauhid inilah independemsi manusia akan meniscayakan bentuk oposisi Islam yang termuat dalam bingkai, amar ma’ruf dan nahi mungkar. Atas dasar ini setiap manusia adalah menentang kemungkaran dan mendukung kearah yang ma’ruf, dari pihak manapun datangnya. Hal ini karena kejahatan tetap jahat dan kebenaran tetap benar bagaimana pun bentuknya. Mencampuradukkan yang bathil—kepalsuan—kebenaran, adalah sesuatu yang di haramkan sebagaimana di jelaskan dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah : 42 dan sebab kepalsuan itu sebenarnya tidak memiliki substansi sesuai dengan penjelasan Al Qur’an Surat Al Isra’a : 81. Kemudian, ma’ruf adalah semua yang dipandang baik menurut Al Qur’an dan Sunnah. Sedangkan mungkar adalah semua yang dipandang tidak baik dari sisi kemanusiaan. Dalam beramar ma’ruf dan Nahi mungkar IMM tetap berpegang teguh pada pada norma kejujuran dan kebenaran. Kejujuran adalah ketulusan yang disadari oleh niat dan itikad baik dalam berbuat dan bertindak tanpa menyembunyikan tujuan yang sebenarnya yang hendak di capai. Kemudian kebenaran adalah rumusan konseptual yang diungkapkan melalui kata–kata yang sejalan dengan norma dan realitas yang ada. Kebenaran itu pun sudah jelas posisinya bahwa tidak boleh disembunyikan sehingga apa yang dikatakan tidak berlainan dengan kenyataan, sebagaimana di jelaskan dalam Al Qur’an Surat As Shaff : 3.

Rukun Syahadatain

Laa ilaaha illallah mempunyai dua rukun yaitu An-Nafy dan Al-Itsbat. An-Nafy bermakna peniadaan atau membatalkan syirik dengan segala bentuknya dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang disembah selain Allah. Sedangkan Al-Itsbat maknyanya adalah penetapan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya. Makna dua rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur'an, seperti firman Allah SWT. "Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat ..." (QS Al-Baqarah: 256) "Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku ..." (Az-Zukhruf: 26-27) "Sesungguhnya aku berlepas diri" ini adalah makna nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan perkataan, "Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku", adalah makna itsbat (penetapan) pada rukun kedua.

Syarat-Syarat Syahadatain

Para ulama umumnya menuliskan dalam banyak literatur bahwa syahadataini itu punya tujuh syarat. Di mana tanpa syarat-syarat itu syahadat kita akan kehilangan makna:

1. Pengetahuan (Al-Ilmu).
Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan, yang menafikan ketidaktahuannya dengan hal tersebut. Allah SWT: "... akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa`at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)." (QS Az-Zukhruf: 86) Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.

2. Keyakinan (Al-Yaqin).

Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan syahadat itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu ..." (QS Al-Hujurat: 15)

3. Sikap untuk Menerima (Al-Qabul).

Menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat; menyembah Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selainNya. Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan menta'ati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah SWT: "Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" (QS. Ash-Shafat: 5-36)

4. Rasa Tunduk dan Patuh dengan kandungan Makna Syahadat (Al-Inqiyaad).

"Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh." (Luqman: 22) Al-'Urwatul-wutsqa adalah laa ilaaha illallah. Dan makna yuslim wajhahu adalah yanqadu yaitu patuh atau pasrah.

5. Sikap Jujur (Ash-Shidqu).

Yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga membenarkannya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta. Allah SWT berfirman: "Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepa-da Allah dan Hari kemudian', padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." (QS Al-Baqarah: 8-10)
6. Ikhlas.

Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan jalan tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya' atau sum'ah. Dalam hadits 'Itban, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illalah karena menginginkan ridha Allah." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
7. Rasa Cinta (Mahabbah).

Maksudnya mencintai kalimat ini serta isinya, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya. Allah SWT berfirman: "Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." (QS Al-Baqarah: 165) Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih. Sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illallah.

Yang Membatalkan Syahadatain

Namun meski seseorang sudah berikrar dengan dua kalimat syahadat, bisa saja syahadatnya itu gugur dan kehilangan ke-Islamannya bila melakukan hal-hal tertentu. Namun vonisnya harus dijatuhkan oleh hakim setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan upaya untuk meluruskan penyimpangannya. Seba hukuman buat orang yang murtad itu tidak main-main, yaitu dibunuh. Maka kita sebagai rakyat biasa tidak berhak untuk menjatuhkan vonis kafir kepada seseorang yang baru sekedar terindikasi berubah keyakinannya. Yang berhak menjatuhkannya hanyalah negara dengan segala perangkat hukumnya. Namun sekedar titik acuan, kami sebutkan saja beberapa hal yang bisa menyeret seserang ke jurang kekufuran akibat batalnya syahadat yang diucapkannya. Di antaranya adalah:
1. Menyatakan diri keluar dari agama Islam secara tegas dan tidak bisa ditafsiri selain dari kemurtadan.
2. Mengingkari salah satu rukun Islam dan meyakini bahwa rukun itu tidak wajib untuk dilaksanakan. Namun bila hanya sekedar tidak melaksanakan tapi masih menyakini kewajibannya, tidaklah dikatakan kafir.
3. Mengingkari keberadaan salah satu dari rukun iman yang enam. Yaitu eksistensi Allah, malaikat, kita-kitab suci, para nabi, hari kiamat dan qadha' qadar Allah.
4. Mengingkari keberadaan Al-Quran serta kebenaran yang ada di dalamnya dan mengingkari hadits-hadits nabawi (ingkarussunnah). Sedangkan perbedaan penafsiran dan istidlal yang terjadi pada para ulama tidak terkait dengan hal itu.
5. Menjalankan sihir dan praktek yang sejenisnya dengan ridha dan penuh kesadaran.
6. Mengakui kebenaran agama selain Islam dengan menyamakan semua agama. Atau meyakini agama selain Islam itu juga diterima dan diridhai Allah SWT dan pemeluknya masuk surga juga.
7. Mengatakan bahwa Allah swt itu punya anak atau tuhan itu ada tiga (trinitas).
8. Meyakini adanya nabi lain setelah nabi Muhammad SAW atau menyatakan adanya wahyu yang turun dari langit setelah wafatnya Rasulullah saw.

Kesadaran Iqra Fil Kitabullah
Kitabullah di istilahkan dengan buku yang memenuhi standar segalanya sebagai penunjuk jalan kearah yang benar. Kitabullah yang sebaik-baiknya teman, kitab tidak pernah jemu bersama siapapun, kitab menasehati kita, kitab menjadikan kita tertawa dan menangis. Jika kita meminta kitab itu diam kemudian kita mencercanya, ia akan patuh dan diam seribu bahasa. Sedang jika kita memujinya, kitab sedikitpun tidak akan terpengaruh. Tidak ada satu teman yang lebih patuh, pandai dan setia selain dari kitab. Kitabullah adalah perantara antara kita dengan penyusunnya, bahkan lebih baik dari sahabat, karena suasana hening yang menyertai kita saat membacanya, mengantarkan kita lebih berkosenterasi berpikir—tidak seperti dengan teman yang memutuskan tali temali pikiran kita saat dia berbicara, apalagi mengoceh. Buku mengalirkan perasaan, denyut kalbu, dan buah pikiran pihak lain kepada kita. Sumber : Ditulis pribadi oleh M. Quraish Shihab yang diangkat dalam Kolom Pakar Buletin PSQ Edisi I, bersamaan dengan pelaksanaan Grand Opening PSQ, 18 September 2004. Milis DT

Kitab yang memberi makna, gambaran, sentuhan hati kita. Kendati kini telah ditemukan sekian banyak sarana untuk memperoleh informasi dan pengetahuan, seperti TV, komputer, dan semacamnya, namun kepopulerannya kitab tetap memiliki pamor yang sangat luar biasa, akan tetapi pamornya seorang pembaca kitab begitu lemah dan malas hanya dibuat kitab sebagai hiasan meja dan mempertebal tumpukan buku di dalam lemari. Sekian lama kitabullah bersama manusia, sehingga sulit ditinggalkannya. Kitabullah dapat kita sentuh penampilannya, membuka lembaran, halaman melahirkan rasa kagum dan menarik serta otak kita merasa press. Kitabullah bagi umat manusia telah menjadi cinta pertama yang sulit dilupakan dan memegang peranan kunci dalam proses pendidikan dan pengembangan informasi.

Kitab merupakan hadiah terbaik untuk manusia yang bersumber dari Tuhan. Ungkapan yang dilukiskan oleh Muhammad saw bahwa "Kitab yang tidak lekang oleh panas, tidak lapuk oleh hujan, di sana ada berita menyangkut masa lalu dan masa datang. Kitab adalah tali Tuhan yang terulur dari langit ke bumi." Kitabullah dikenal oleh peradaban manusia sejak makhluk ini mengenal tulis baca 5000 tahun yang lalu hingga kini, seperti halnya Al-Quran, Zabur, Injil dan Taurat. Kitab suci ini sebagai wahyu bagi manusia, baik oleh mereka yang memahami bahasanya maupun tidak memahaminya. Dari sebagaian kitab yang diturunkan oleh Tuhan kepada Nabi dan Rasul sebelum Al Qur’an merupakan pedoman bagi setiap manusia pada masanya. Kemudia Tuhan menurunkan Al Qur’an sebagai pelengkap segala kitab yang menerangkan segala kebutuhan dan keinginan manusia seutuhnya. Akan tetapi manusia tidak mengenal apakah itu penyempurnaan oleh Al Qur’an maupun tidak, manusia selalu berpendapat segala kitab yang dianut merupakan sesuatu yang dirahmati Tuhan dan di jamin keutuhannya. Namun pada perkembangan modern dan untuk memenuhi kebutuhan para umatnya kitab sudah mengalami amandemen yang sangat luar biasa kecuali Al Qur’an.
Kalau kita menelisik kembali peran dan perkataan manusia dalam kitab injil bahwa semua kitab dirahmati Tuhan adalah sesuatu yang naif, oleh karena kitab Tuhan (injil) sudah mengalami perubahan oleh para paulus maupun uskup dalam konfrensi gereja, perubahan inilah yang dikatakan dirahmati ?. kalau semua kitab bisa diamandemen mengapa Al Qur’an tidak bisa dirubah ?. Tidak ada satu kitab yang diatur tata cara membacanya dan disimpulkan hingga terciptanya satu ilmu yakni ilmu tajwid dalamkonteks pembacaan dimana harus berhenti atau tidak, dan dimana posisi kita memulai atau berhenti sejenak. Al Qur’an juga diatur pengucapannya yang dihaluskan, panjangkan, pendekkan, sampai ragam lagu yang dibenarkan dan tidak dibenarkan.

Sebenarnya semua kitab diatur dalam konteks pembacaan bagi seluruh tempat dan masa umat itu sendiri. namun setelah Al Qur’an turun bukanlah kitab yang lain berhenti untuk diimani atau berhenti membacanya, akan tetapi semua kitab bagi umat manusia wajib untuk di imani sesuai dengan kehendak Tuhan, sebagaiman dalam rukun iman mengatakan ”Iman Kepada Kitab-Kitab Allah”. Kalimat ini menunukkan sebuah kepatutan bagi setap manusia untuk selalu membaca, mempelajari dan mengimani seluruh kitab yang ada.
Kelemahan umat manusia terutama umat Islam kebanyakan anti dengan kitab-kitab yang di anut oleh umat lain sehingga dengan ketiakmautahuan ini menyebabkan berfikir sektarian dengan saling mengklaim bahwa kita juga manusia atau umat yang paling benar. Kebenaran itu memang dijamin oleh Tuhan, akan tetapi itu semua membutuhkan daya baca dan pola pikir yang kuat untuk menciptakan kedamaian sesuai dengan nafas Islam yang sebenarnya. Semua kitab memiliki perangkat dan daya baca yang sama-sama kuat, akan tetapi berbeda dalam cara pandang dan proses penerjemahannya maupun episteologinya. Kitab itu merupakan bagian manusia yang memiliki sekelumit sifat yang mampu mencerahkan manusia.

Transpormasi Iqra, Fikir, dan Ikhtiar

Al-Quran secara harfiah yang berarti "bacaan sempurna" merupakan satu bacaan kitab sejak manusia mengenal tulis baca. Tiada bacaan semacam Al-Quran yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa, remaja, dan anak-anak. Tiada bacaan melebihi Al-Qur’an dalam sejarah dari ayat, masa, musim, kandungan surat, susunan redaksi kosakatanya dan saat turunnya, sampai kepada sebab serta waktu turunnya. Semua itu dituangkan dalam jutaan jilid buku, generasi demi generasi. Kemudian menafsirkan kedalam sumber yang tak pernah kering sesuai dengan kemampuan dan kecenderungan manusia, namun semua penafsiran itu mengandung kebenaran. Al-Qur’an layaknya sebuah permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing manusia atau cara bacanya. Al-Quran yang diatur tata cara membacanya, mana yang dipendekkan, dipanjangkan, dipertebal atau diperhalus ucapannya, di mana tempat yang terlarang, atau boleh, atau harus memulai dan berhenti, bahkan diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika membacanya. Tiada bacaan sebanyak kosakata Al-Quran yang berjumlah 77.439 (tujuh puluh tujuh ribu empat ratus tiga puluh sembilan) kata, dengan jumlah huruf 323.015 (tiga ratus dua puluh tiga ribu lima belas) huruf yang seimbang jumlah kata-katanya, baik antara kata dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya. sumber: WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Penerbit Mizan. Text: http://www.isnet.org
Sebagai contoh, kata hayat terulang sebanyak antonim kata maut masing-masing 145 kali; kata akhirat terulang 115 kali sebanyak kata dunia; kata malaikat terulang 88 kali sebanyak kata setan; thuma'ninah (ketenangan) terulang 13 kali sebanyak kata dhijg (kecemasan); panas terulang 4 kali sebanyak kata dingin. Kata infaq terulang sebanyak kata ridha (kepuasan) masing-masing 73 kali; kata kikir terulang sama dengan kata akibat masing-masing 12 kali; kata zakat terulang sama dengan kata berkat atau melimpah masing-masing 32 kali; kata yaum (hari) terulang sebanyak 365, sejumlah hari-hari dalam setahun, kata syahr (bulan) terulang 12 kali juga sejumlah bulan-bulan dalam setahun. Sebagaimana perkataan Allah :"Allah menurunkan kitab Al-Quran dengan penuh kebenaran dan keseimbangan." (Al-Quran Surat Al-Syura [42]: 17). Adakah suatu bacaan ciptaan makhluk seperti itu ? Al-Quran menantang: "Katakanlah, Seandainya manusia dan jin berkumpul untuk menyusun semacam Al-Quran ini, mereka tidak akan berhasil menyusun semacamnya walaupun mereka bekerja sama" (Al-Quran Surat Al-Isra [17]: 88). Dalam tulisan M. Qurais Sihab juga mengutif apa yang dikatakan oleh orientalis H.A.R. Gibb pernah menulis bahwa: "Tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan 'alat' bernada nyaring yang demikian mampu dan berani, dan demikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti yang dibaca Muhammad (Al-Quran)." sumber: WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Penerbit Mizan. Text: http://www.isnet.org

Demikian terpadu dalam Al-Quran keindahan bahasa, ketelitian, dan keseimbangannya, dengan kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya, serta kemudahan pemahaman dan kehebatan kesan yang ditimbulkannya. "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah, Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya" (Al-Quran Surat Al-Alaq [96]: 1-5). Mengapa iqra, merupakan perintah pertama yang ditujukan kepada Nabi, padahal beliau seorang manusia yang tidak pandai membaca dan menulis ? Iqra yang berarti "menghimpun," sehingga tidak selalu harus diartikan "membaca teks tertulis dengan aksara tertentu." Dari "menghimpun" lahir aneka ragam makna, seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti mengetahui ciri sesuatu dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak. Iqra' (Bacalah)! Tetapi apa yang harus dibaca ? "Ma aqra'?" tanya Nabi dalam suatu riwayat setelah beliau kepayahan dirangkul dan diperintah membaca oleh malaikat Jibril a.s. Pertanyaan itu tidak dijawab, karena Allah menghendaki agar beliau dan umatnya membaca apa saja, selama bacaan tersebut Bismi Rabbik; dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra' berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yang tertulis dan tidak tertulis. Alhasil objek perintah iqra' mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya. Demikian terpadu dalam perintah ini segala macam cara yang dapat ditempuh manusia untuk meningkatkan kemampuannya. sumber: WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Penerbit Mizan. Text: http://www.isnet.org
Pengulangan perintah membaca dalam wahyu pertama ini, bukan sekadar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak diperoleh kecuali mengulang-ulangi bacaan, atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa mengulang-ulangi bacaan Bismi Rabbika (demi karena Allah) akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru walaupun yang dibaca itu-itu juga. Mengulang-ulang membaca ayat Al-Quran menimbulkan penafsiran baru, pengembangan gagasan, dan menambah kesucian jiwa serta kesejahteraan batin. Berulang-ulang "membaca" alam raya, membuka tabir rahasianya dan memperluas wawasan serta menambah kesejahteraan lahir. Ayat Al-Quran yang kita baca dewasa ini tak sedikit pun berbeda dengan ayat Al-Quran yang dibaca Rasul dan generasi terdahulu. Alam raya pun demikian, namun pemahaman, penemuan rahasianya, serta limpahan kesejahteraan-Nya terus berkembang, dan itulah pesan yang dikandung dalam Iqra' wa Rabbukal akram (Bacalah dan Tuhanmulah yang paling Pemurah). Atas kemurahan-Nyalah kesejahteraan demi kesejahteraan tercapai. sumber: WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Penerbit Mizan. Text: http://www.isnet.org Sungguh, perintah membaca merupakan sesuatu yang paling berharga yang pernah dan dapat diberikan kepada umat manusia. "Membaca" dalam aneka maknanya adalah syarat pertama dan utama pengembangan ilmu dan teknologi, serta syarat utama membangun peradaban. Semua peradaban yang berhasil bertahan lama, justru dimulai dari satu kitab (bacaan). Peradaban Yunani di mulai dengan Iliad karya Homer pada abad ke-9 sebelum Masehi. Ia berakhir dengan hadirnya Kitab Perjanjian Baru. Peradaban Eropa dimulai dengan karya Newton (1641-1727) dan berakhir dengan filsafat Hegel (1770-1831). Peradaban Islam lahir dengan kehadiran Al-Quran. Astaghfirullah menunjuk masa akhirnya, karena kita yakin bahwa ia tidak akan lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan, selama umatnya ikut bersama Allah memeliharanya."Sesungguhnya Kami (Allah bersama Jibril yang diperintahNya) menurunkan Al-Quran, dan Kami (yakni Allah dengan keterlibatan manusia) yang memeliharanya" (Al-Quran Surat Al Hijr [15]: 9).
Pengetahuan dan peradaban yang dirancang oleh Al-Quran adalah pengetahuan terpadu yang melibatkan akal dan kalbu dalam perolehannya. Wahyu pertama Al-Quran menjelaskan dua cara perolehan dan pengembangan ilmu. Berikut keterangannya. Setiap pengetahuan memiliki subjek dan objek. Secara umum subjek dituntut berperan guna memahami objek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa objek terkadang memperkenalkan dirinya kepada subjek tanpa usaha sang subjek. Komet Halley, memasuki cakrawala, hanya sejenak setiap 76 tahun. Dalam kasus ini, walaupun para astronom menyiapkan diri dan alat-alatnya untuk mengamati dan mengenalnya, tetapi sesungguhnya yang lebih berperan adalah kehadiran komet itu sendiri untuk memperkenalkan diri. Wahyu, ilham, intuisi, atau firasat yang diperoleh manusia yang siap dan suci jiwanya atau apa yang diduga sebagai "kebetulan" yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, kesemuanya tidak lain kecuali bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet di atas. Itulah pengajaran tanpa qalam yang ditegaskan wahyu pertama ini. "Allah mengajar dengan pena (apa yang telah diketahui manusia sebelumnya), dan mengajar manusia (tanpa pena) apa yang belum ia ketahui" (Al-Quran Surat Al-'Alaq [96]: 4-5).
Sekali lagi terlihat betapa Al-Quran sejak dini memadukan usaha dan pertolongan Allah, akal dan kalbu, pikir dan zikir, iman dan ilmu. Akal tanpa kalbu menjadikan manusia seperti robot, pikir tanpa zikir menjadikan manusia seperti setan. Iman tanpa ilmu sama dengan pelita di tangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan pelita di tangan pencuri. Al-Quran sebagai kitab terpadu, menghadapi, dan memperlakukan peserta didiknya dengan memperhatikan keseluruhan unsur manusiawi, jiwa, akal, dan jasmaninya. Ketika Musa a.s. menerima wahyu Ilahi, yang menjadikan beliau tenggelam dalam situasi spiritual, Allah menyentaknya dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi material: "Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?" (Al-Quran Surat Thaha [20]: 17). Musa sadar sambil menjawab "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya dan memukul (daun) dengannya untuk kambingku, disamping keperluan-keperluan lain" (Al-Quran QS Thaha [20]: 18). Di sisi lain, agar peserta didiknya tidak larut dalam alam material, Al-Quran menggunakan benda-benda alam, sebagai tali penghubung untuk mengingatkan manusia akan kehadiran Allah Swt. dan bahwa segala sesuatu yang teriadi sekecil apa pun adalah di bawah kekuasaan, pengetahuan, dan pengaturan Tuhan Yang Mahakuasa. "Tidak sehelai daun pun yang gugur kecuali Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, tidak juga sesuatu yang basah atau kering kecuali tertulis dalam Kitab yang nyata (dalam jangkauan pengetahuannya)" (Al-Quran Surat Al-An'am [6]: 59). "Bukan kamu yang melempar ketika kau melempar, tetapi Allah-lah (yang menganugerahkan kemampuan sehingga) kamu mampu melempar" (Al-Quran Surat Al-Anfal [8]: 17).
Sungguh, Al-Quran merupakan serat karbohidrat, metabolisme, karbon oksigen yang membentuk tenunan tali temali kehidupan manusia, serta benang merah yang menjadi rujukan jiwa manusia. Bagi orang yang tidak tekun membacanya terkadang Al-Quran membingungkan karena berbicara tentang satu persoalan yang menyangkut dimensi tertentu, tiba-tiba ayat lain muncul berbicara tentang aspek atau dimensi lain yang secara sepintas terkesan tidak saling berkaitan. Tetapi bagi orang yang tekun mempelajarinya akan menemukan keserasian hubungan yang amat mengagumkan, sama dengan keserasian hubungan yang memadukan gejolak dan bisikan-bisikan hati manusia, sehingga pada akhirnya dimensi atau aspek yang tadinya terkesan kacau, menjadi terangkai dan terpadu indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung pangkalnya.

Menurut pendapat M. Qurais Sihab bahwa tujuan Al-Quran memilih sistematika seperti itu, adalah untuk mengingatkan manusia bahwa ajaran-ajaran Al-Quran adalah kesatuan yang terpadu dan tidak dapat pisahkan. Keharaman makanan tertentu seperti babi, ancaman terhadap yang enggan menyebarluaskan pengetahuan, anjuran bersedekah, kewajiban menegakkan hukum, wasiat sebelum mati, kewajiban puasa, hubungan suami-istri, dikemukakan Al-Quran secara berurut dalam belasan surat Al-Baqarah. Mengapa demikian? Mengapa terkesan acak? karena "Al-Quran menghendaki agar umatnya melaksanakan ajarannya secara terpadu." sumber: WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Penerbit Mizan. Text: http://www.isnet.org

22 tahun 2 bulan dan 22 hari lamanya, ayat-ayat Al-Quran silih berganti turun, dan selama itu pula Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya tekun mengajarkan Al-Quran, dan membimbing umatnya. Sehingga, pada akhirnya, mereka berhasil membangun masyarakat yang di dalamnya terpadu ilmu dan iman, nur dan hidayah, keadilan dan kemakmuran di bawah lindungan ridha dan ampunan Ilahi. Kita dapat bertanya mengapa 20 tahun lebih, baru selesai dan berhasil ? Boleh jadi jawabannya dapat kita simak dari hasil penelitian seorang guru besar Harvard University, yang dilakukannya pada 40 negara, untuk mengetahui faktor kemajuan atau kemunduran negara-negara itu. Salah satu faktor utamanya menurut sang Guru Besar adalah materi bacaan dan sajian yang disuguhkan khususnya kepada generasi muda. Ditemukannya bahwa dua puluh tahun menjelang kemajuan atau kemunduran negara-negara yang ditelitinya itu, para generasi muda dibekali dengan sajian dan bacaan tertentu. Setelah dua puluh tahun generasi muda itu berperan dalam berbagai aktivitas, peranan yang pada hakikatnya diarahkan oleh kandungan bacaan dan sajian yang disuguhkan itu. Demikian dampak bacaan, terlihat setelah berlalu dua puluh tahun, sama dengan lama turunnya Al-Quran. sumber: WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Penerbit Mizan. Text: http://www.isnet.org
Siapa pun boleh optimis atau pesimis, tergantung dari penilaian tentang bacaan dan sajian itu. Namun kalau melihat kegairahan anak-anak dan remaja membaca Al-Quran, serta kegairahan umat mempelajari kandungannya, maka kita wajar optimis, karena kita sepenuhnya yakin bahwa keberhasilan Rasul dan generasi terdahulu dalam membangun peradaban Islam yang jaya selama sekitar delapan ratus tahun, adalah karena Al-Quran yang mereka baca dan hayati mendorong pengembangan ilmu dan teknologi, serta kecerahan pikiran dan kesucian hati. Ayat "wa tawashauw bil haq" dalam QS Al-'Ashr [103]: 3 bukan saja mencanangkan "wajib belajar" tetapi juga "wajib mengajar." Bukankah tawashauw berarti saling berpesan, saling mengajar, sedang al-haq atau kebenaran adalah hasil pencarian ilmu ? Mencari kebaikan menghasilkan akhlak, mencari keindahan menghasilkan seni, dan mencari kebenaran menghasilkan ilmu. Ketiga unsur itulah yang menghasilkan sekaligus mewarnai suatu peradaban. Al-Quran yang sering kita peringati nuzulnya ini bertujuan antara lain:
1. Untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari segala bentuk syirik serta memantapkan keyakinan tentang keesaan yang sempurna bagi Tuhan seru sekalian alam, keyakinan yang tidak semata-mata sebagai suatu konsep teologis, tetapi falsafah hidup dan kehidupan umat manusia.
2. Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa umat manusia merupakan suatu umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam pengabdian kepada Allah dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.
3. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, bukan saja antar suku atau bangsa, tetapi kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan dunia dan akhirat, natural dan supranatural, kesatuan ilmu, iman, dan rasio, kesatuan kebenaran, kesatuan kepribadian manusia, kesatuan kemerdekaan dan determinisme, kesatuan sosial, politik dan ekonomi, dan kesemuanya berada di bawah satu keesaan, yaitu Keesaan Allah Swt.
4. Untuk mengajak manusia berpikir dan bekerja sama dalam bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui musyawarah dan mufakat yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan.
5. Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan, penyakit, dan penderitaan hidup, serta pemerasan manusia atas manusia, dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan juga agama.
6. Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang, dengan menjadikan keadilan sosial sebagai landasan pokok kehidupan masyarakat manusia.
7. Untuk memberi jalan tengah antara falsafah monopoli kapitalisme dengan falsafah kolektif komunisme, menciptakan ummatan wasathan yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran.
8. Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan satu peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia, dengan panduan dan paduan Nur Ilahi. sumber: WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Penerbit Mizan. Text: http://www.isnet.org
Demikian sebagian tujuan kehadiran Al-Quran, tujuan yang tepadu dan menyeluruh, bukan sekadar mewajibkan pendekatan religius yang bersifat ritual atau mistik, yang dapat menimbulkan formalitas dan kegersangan. Al-Quran adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan membantu kita menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi penyelesaian berbagai problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan akan menjadikan pikiran, rasa, dan karsa kita mengarah kepada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketenteraman hidup pribadi dan masyarakat. Itulah Al-Quran dengan gaya bahasanya yang merangsang akal dan menyentuh rasa, dapat menggugah kita menerima dan memberi kasih dan keharuan cinta, sehingga dapat mengarahkan kita untuk memberi sebagian dari apa yang kita miliki untuk kepentingan dan kemaslahatan umat manusia. Itulah Al-Quran yang ajarannya telah merupakan kekayaan spiritual bangsa kita, dan yang telah tumbuh subur dalam negara kita. sumber: WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Penerbit Mizan. Text: http://www.isnet.org
Keutamaan yang paling besar ialah bahwa ia adalah kalam Allah, yang pujian terhadapnya telah difirmankan Allah di beberapa ayat seperti berikut."Dan, ini (Alquran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi." (Al-An'am: 92). "Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus." (Al-Isra': 9). "Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya." (Fushshilat: 42). Dari hadis Utsman bin Affan r.a., bahwa Nabi saw. bersabda, Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya." (HR Bukhari). Dari Anas r.a., dia berkata, Rasulullah saw. bersabda : "Sesungguhnya Allah mempunyai dua ahli di antara manusia." Mereka bertanya, "Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Ahli Alquran adalah ahli (tentang) Allah orang-Nya yang khusus." (HR An-Nasai, Ahmad, dan Ibnu Majah). Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Nabi saw. bersabda, Allah tidak mengazab hati yang memperhatikan Alquran.Dari Ibnu Umar r.a., dari Nabi saw., beliau bersabda : "Dikatakan kepada orang yang berteman dengan Alquran, 'Bacalah dan bacalah sekali lagi serta bacalah secara tartil, seperti yang engkau lakukan di dunia, karena manzilahmu terletak di akhir ayat yang engkau baca." (HR Tirmizi, Abu Daud, Ahmad, Al-Baghawi, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim). Dari Buraidah r.a., Nabi saw. bersabda : "Sesungguhnya Alquran bertemu temannya pada hari kiamat saat kuburnya dikuak dalam rupa orang laki-laki yang pucat. Dia (Alquran dalam rupa laki-laki pucat) bertanya, 'Apakah engkau mengenalku?' Dia menjawab, 'Aku tidak mengenalmu.' Alquran berkata, 'Aku adalah temanmu, Alquran, yang membuatmu kehausan pada siang hari yang panas dan membuatmu berjaga pada malam hari. Sesungguhnya setiap pedagang itu mengharapkan hasil perdagangannya, dan sesungguhnya pada hari ini aku adalah milikmu dari hasil seluruh perdagangan.' Lalu dia memberikan hak milik orang itu dengan tangan kanan Alquran dan memberikan keabadian dengan tangan kirinya, sedangkan bapaknya (Alquran) mengenakan dua pakaian yang tidak kuat disangga dunia. Kedua pakaian itu bertanya, 'Karena apa kami engkau kenakan?' Ada yang menjawab, 'Karena peranan anakmu Alquran.' Kemudian dikatakan kepada orang itu, 'Bacalah sambil naik ke tingkatan-tingkatan surga dan bilik-biliknya.' Maka, dia naik sesuai dengan apa yang dibacanya, baik dibaca dengan cepat atau secara tartil." (HR Ahmad dan Ad-Darimi). Ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Orang yang membaca Alquran harus tahu waktu malamnya saat manusia tidur, waktu siangnya saat mereka makan, kedukaannya saat mereka bergembira, tangisnya saat mereka tertawa, diamnya saat mereka bersuara gaduh, dan khusunya saat mereka berhura-hura. Namun begitu, dia tidak boleh bersikap kasar, kaku, dan lupa diri." Al-Fudhail r.a. berkata, "Orang yang membawa (membaca) Alquran sama dengan orang yang membawa panji Islam. Dia tidak perlu bercanda dengan orang-orang yang suka bercanda, berkumpul dengan orang-orang yang suka bermain-main, sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah."
Al-Imam Ahmad bin Hambal rhm. berkata, "Aku pernah bermimpi bertemu Rabbul-Izzati dalam tidur. Aku bertanya kepada-Nya, 'Ya, Rabi, apakah sesuatu yang bisa dipergunakan orang-orang untuk mendekatkan diri kepada-Mu?' Dia menjawab, 'Dengan kalam-Ku wahai Ahmad.' Aku bertanya lagi, 'Dengan disertai pemahaman ataukah tanpa disertai pemahaman?' Dia menjawab, 'Dengan pemahaman ataukah tanpa pemahaman'." sumber: Diadaptasi dari Minhajul Qashidin: Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk terjemahan dari Mukhtasyar Minhajul Qashidin, Al-Imam asy-Syekh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-MaqdisyAl-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia Dalam kehidupan manusia, ilmu merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar. Menurut Imam Bukhari mengatakan bahwa Ilmu dulu sebelum berbicara dan berbuat yang termasuk dalam al qaul dan al 'amal, karenanya, 'ilmu adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Gerakan ta'allama (belajar) dan 'allama (pengajaran) harus gencar, mulai dari berbagai bentuk majelis ta'lim; ada majelis fil masjid, majelis rutin, majelis ilmiah, baik di mushalla ataupun rumah. Agar gerakan ta'allama dan 'allama ini sukses. Untuk sukses mendapatkan 'ilmu, Imam Syafi'i menyebutkan enam syarat, yaitu:

1. Dzaka (kecerdasan).

Kecerdasan ada dua macam; pertama: pemberian dari Allah swt (minhah) dan kedua: muktasab, dalam arti seseorang bisa menumbuh kembangkan dan mengupayakannya. Sering-sering membaca buku, menuliskan apa yang kita baca, seringmendengar dan meyaksikan, Belajarlah dan membaca merupakan tahapan untuk merapikan ide-ide dan pengetahuan. Segala bentuk gagasan kita tuangkan dalam tulisan. Ingatlah bahwa wahyu kedua yang turun kepada Muhammad saw adalah surat Al Qalam (pena), sebagaimana pendapat yang paling kuat di dipegang para ulama modernis yang menginginkan perdamaian lewat beriqra. Biasakanlah mengikuti dan melakukan diskusi-diskusi ilmiah, bukan diskusi penuh emosi, adu otot, debat kusir dan semacamnya. Akan tetapi, sekali lagi, diskusi ilmiah yang patut kita ajarkan kepada orang lain. Istilah para ulama tunaikanlah zakat ilmu, sebab dengan zakat ilmu, akan bersih dan semakin tumbuh berkembang dengan baik.

2. Hirsh (semangat).

hirsh adalah hasil dari kesadaran, kesadaran akan kelemahan dirinya dalam berilmu pengetahuan, kesadaran bahwa dirinya mempunyai potensi untuk mendapatkan ilmu, kesadaran bahwa ilmu itu baik, kesadaran bahwa dirinya sebagai manusia yang harus berbekal ilmu dan kesadaran bahwa dirinya termasuk dalam kategori orang-orang yang tidak tahu, tetapi tahu.

3. Ishthibar (penuh kesabaran).

Ilmu adalah kesabaran, jangan banyak keluh kesah, jangan terburu-buru, dan jangan frustasi. Untuk mendapakanilmu tentu harus banyak membaca dan kuat dalam menganalisa apa yang terjadi serta memprediksi kondisi masa depan yang akan terjadi.

4. Bulghah (biaya, ongkos).

Berbagai acara majelis ta'lim, majelis fil masjid, majelis rutin, majelis ilmiah, baik di mushalla ataupun rumah yang sangat sederhana, bahkan gratis untuk memberika pasilitas kepada orang yang selalu berdiskusi tidak justru harus masuk lewat birokrasi namun cukup mendapat izn dari pemiliknya.

5. Irsyadu Ustadz (petunjuk dan bimbingan guru).

Menghidupkan kembali sistem membaca dan pembelajaran model-model Al Iqra, Harakah fil Qara--A'Ala (membaca kitab di padukan dengan ilmu sosial), Sami'a Min (mendengar pembacaan kitab atau ilmu), dan Akhadza 'An (mengambil dalam arti mendapatkan makna kitab dan ilmu), Hashalal Ijazata Min (mendapatkan ijazah atau ijin untuk mengajarkan kitab dan ilmu). Karenanya, kita semua harus menghidupkan kembali sunnah (jalan, dan metode) ini, sebab, salah satu tolak ukur keorisinilan sebuah ilmu adalah terletak pada kekuatan membaca.

6. Thulu Zaman (dalam jangka waktu yang panjang).

Janganlah kita hanya mengandalkan ilmu dibangku kuliah tanpa belajar membaca, berorganisasi dan berdiskusi, janganlah malas membaca Al Qur’an dan buku karena semua itu pintu surga menuju kepada kesuksesan, jangan hanya mengandalkan hal yang serba kilat seperti kursus kilat, belajar cepat, dan semacamnya. Rasulullah saw menerima Al Qur'an itu dalam tempo lebih dari dua puluh dua tahun (22 tahun lebih). sumber : keadilan.or.id

Bahasa Arab secara resmi digunakan dalam Al-Quran, sebagaimana Tuhan berfirman ”Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.(Al Qur’an Surat Yusuf : 2) Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap Allah. .(Al Qur’an Surat Ar-Ra'd : 37) Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya Al Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam , sedang Al Qur'an adalah dalam bahasa Arab yang terang. (Al Qur’an Surat An-Nahl : 103) Dan demikianlah Kami menurunkan Al Qur'an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau Al Qur'an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka. (Al Qur’an Surat Thaha : 113), Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin, ke dalam hatimu agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. (Al Qur’an Surat Asy-Syu'ara : 192-195) www.eramuslim.com
Membaca Al-Qur'an adalah ibadah yang merupakan manivestasi nilai dan kualitas manusia. Dalam proses membaca (iqra) terlepas dari pandangan subyektif dan obyektifnya memiliki karakteristik yang khas. Sebagaimana Tuhan: “Dan bacalah al-Qur'an itu dengan tartil.” (Al Qur’an Surat Al Muzzammil: 4) “Berkatalah orang-orang yang kafir, "Mengapa al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil.” (Al Qur’an Surat Al-furqan: 32). Dalam penjelasan ayat ini satu kewajiban manusia yang tak terlpakan adalah membaca semua Kitab Tuahn dengan benar dengan tutjuan merekonstruksi pemahaman manusia itu sendiri tetang sebuah hakekat hidup baik bermasyarakat maupun dala beragama, bukanlah membaca Kitab keyakinan sendiri yang bersifat trut claim negatif yang bisa mendatangkan permusuhan. Menjadi pembaca yang handal sangatlah di perlukan waktu maupun sarana serta finansial pendukung. Namun justru sebaliknya banyak diantara kita yang mampu menghafal semua kitab maupun isi buku yang pernah kita baca, akan tetapi kita kurang dalam praksisnya dan selalu terjadi kontradiksi dari apa yang kita simak oleh karena membaca tanpa ada analisis yang matang. Sebenarnya juga para penghafal Al-Qur'an maupun buku atau tulisan apapun, mereka lebih mudah menghafal dari pada mengambi bagian untuk menulis.

Dan begitulah seterusnya menjadi rangkaian alur yang teramat panjang membentang dari abad ke-7 M hingga abad ke-21 M saat ini. Yang menarik di sini, setiap manusia yang ingin menguasai dunia maka belajar membaca (iqra) hingga menjadi sebuah rangkaian jalur periwayatan tulisan. Semua bentuk bacaan harus dimanfaatkan dalam berbagai tulisan, janganlah kita mengandalkan oral system yang hanya bersifat mendengar, mengikuti dan menghafalnya. Sebagaimana Allah SWT mengatakan bahwa : “Apabila Kami atau kalian telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu, tuangkanlah dalam tulisan, agar kalian menemukan substansi yang kalian baca.” (Al Qur’an Surat Al Qiyamah: 180). Namun semua ini tidak berarti penghafalan dan pembacaan maupun penulisan kehilangan nilai, bahkan sejak Rasulullah saw masih hidup sekalipun, sudah ada penulisan, pembacaan dan penghafalan Al-Qur'an.
Kita betapa mengenal sejarah Islam dalam memerintahkan untuk membaca dan menulis, kita bisa menelisisk kembali sejarah para sahabat menuliskan ayat demi ayat di berbagai media penulisan yang bisa berbentuk pelepah kurma, batu, kayu, tulang dan lainnya. Kemudian di zaman Khalifah Umar ra. dilakukan pengumpulan menjadi satu mushaf, lalu di masa Khalifah Utsman ra. dilakukan penyeragaaman rasam (teknik penulisan huruf). Teknik penulisan itu terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan yang cukup signifikan, seperti pemberian titik pada huruf tertentu, lalu syakl (baris) seperti fathah, dhammah, kasrah, sukun, tanwin, tasydid. Bahkan pada periode berikutnya ada pemberian tanda-tanda lainnya seperti waqaf (berhenti), saktah, serta hukum-hukum bacaan lainnya seperti idgham dan sebagainya. Betapa indahnya sebuah pola pikir ketika kita tuangkan dalam sebuah karya besar, mungkin karya kita tidak bernilai bagi orang yang selalu melalukan kritik atau mengatakan karya kita sebuah makalah, akan tetapi sungguh akan bernilai ketika para generasi manusia memandang bahwa peradaban membaca sedang digalakkan oleh manusia itu sendiri, karena tanpa membaca dan menulis dunia ini akan hampa. Semua atribut tulisan kita, sama sekali tidak pernah kosong, justru akan mengisi ruang hampa kehidupan, ketika manusia membutuhkan pembacaan (Iqra). Bahkan sebaliknya, akan memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam melintasi kejumudan dan membangun paradigma pengetahuan yang kritis dan proresif. Problem yang sangat besar di diri manusia adalah faktor kemalasan untuk membaca sungguh teramat besar, padahal karya-karya bestseler dan translterasi tulisan (terjemahan) sangat banyak serta mendukung kita dalam berkreasi, kita sekarang terlalu miskin untuk menyampaikan informasi yang sesungguhnya tentang bagaimana membaca, mengkritisi, menafsirkan dan memaknai isi kitab Tuhan serta buku-buku yang ada dan kita miliki.
Untuk membantu kita dalam membaca dengan baik, ada beberapa teknik untuk mendukung gerakan sadar iqra (membaca) yang perlu diperhatikan, adalah sebagai berikut :
1. Pahami makna dan menatafsirkan dengan baik dan benar.
2. Mendiskusikan dalam setiap kesempatan, jangan hanya bergantung pada saat itu saja.
3. Kurangi atau hilangkan faktor kebiasaan yang bisa membuang waktu kita ntuk tidak membaca secara total.
4. Buka rahasia keindahan tulisan semua orang, sebab akan ada kesan yang mendalam pada tulisan yang kita baca. Dan kesan yang membuat kita bergaitah untuk memebacanya.
5. Jangan memasang target jumlah baca buku atau kitab karena akan berpengaruh negatif. Biarkanlah sedikit demi sedikit dan rutin.
6. Sediakan papan di tempat kita biasanya membaca, kemudian kita tulis kalimat atau bahasa kitab/buku yang menopang apa yang kita analisis sesuai dengan kondisi yang terjadi. Siapaun yang melakukan hal–hal yang baik dan membaca, menganalisa serta mendiskusikan isi buku atau kitab Tuhan sekalipun, maka kita akan menemukan sebuah kebaikan. Sedangkan satu kebaikan itu dilipat gandakan hingga sepuluh kali, saya tidak mengatakan bacalah Al Qur’an saja, tetapi saya ingin semua orang dan manusia beragama maupun tidak beragama membaca satu kalimat saja isi kitab atau punbuku, tentu sudah tak terhitung berapa banyak pahala yang mengalir ke catatan amal kita tanpa kita sadari.

1 . Membaca Kitab/Buku Tidak Harus Menghadap Kiblat

Kitab Tuhan memang bukanlah seperti buku biasa, surat kabar harian. Akan tetapi pembacaan terhadap kitab atau buku sekalipun adalah sesuatu yang wajib. Kita membaca kitab dan buku menjadi sumber segala sumber hukum, sosial, politik dan budaya. Membaca ini merupakan sikap kita yang ingin merubah keadaan menjadi lebih baik hingga akhir zaman. Sehingga sudah sangat wajar bila kita harus menggalakkan gerakan iqra. kita melakukan pembacaan tidak perlu kita berwudhu, karena kalau syarat berwudhu banyak umat Islam apalagi umat yang lainnya tidak membaca Al Kitab maupun buku. Untuk memaknai suatu bacaan itukan kita harus berada dalam ruang yang bebas tanpa ada intervensi.

2. Membaca dengan Teliti

Seringkali kita mendengar seseorang membaca dengan sangat cepat dan terburu-buru. Ia seperti orang yang sedang dikejar hantu. Atau bisa jadi kita juga terpancing untuk membacanya dengan cepat, agar lebih cepat selesai. Padahal membaca dengan cara seperti ini tentu sangat sulit memahami secara benar. Terlebih lagi, pandangan mata kita kurang bisa terfokus dengan baik. Akibatnya, kesalahan demi kesalahan akan terus terulang tanpa kita sadari. Jadi cara kita membaca harus dengan teliti untuk mengetahui maksufnya.

3. Membaca dengan hati untuk memahami arti dan rahasianya.

Hal ini sangat jelas bahwa kita membaca segala sesuatu harus dengan hati yang bersih, oleh karena sesuatu yang kita baca harus dihayati, bukan sekadar dibaca tanpa makna dan maksudnya. Allah berfirman: 'Apakah mereka tidak merenungkan Iqta Al Kitab atau apa pun yang mereka baca" (Al Qur’an Surat An-Nisa: 82).

5. Menelisik Kembali Apa Yang dibaca.

Bersikap apatis dan acuh terhadap apa yang dibaca, tentu bukan sikap yang terpuji. Karena bisa jadi, saat itu kita melaknat diri sendiri. Memang, demikianlah akibatnya bila tingkah laku kita bertentangan dengan apa yang dibaca. "lngatlah! Kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang dzalim." (Al Qur’an Surat Huud: 18) Dengan demikian tidak ada pilihan lain, belajar dan komitmen dalam gerakan iqra merupakan solusi terbaik
Di dalam Taurat disebutkan, "Mengapa kamu tidak malu kepada-Ku? Ketika kamu mendapat kiriman surat dari seorang teman, kamu berhenti sejenak dan menyempatkan diri membacanya, huruf demi huruf. Agar kamu bisa memahaminya dengan baik dan tidak ada yang terlewatkan. Dan, inilah kitab yang Aku turunkan kepadamu. Perhatikan! Bagaimana Aku menjelaskan setiap permasalahan dengan terperinci. Dan perhatikan! betapa sering Aku mengulanginya sehingga kamu bisa merenungkannya. Tapi lihatlah! Apa yang kamu lakukan, kamu pun berpaling darinya. Sehingga Aku menjadi kurang bermakna bagimu dibandingkan dengan temanmu.

Wahai hamba-Ku! Bila datang seorang teman mengunjungimu, kamu pun menyambutnya dengan hangat. Kamu memperhatikan dan mendengarkannya dengan seksama. Bila ada orang yang mengganggu pembicaraanmu, kamu pun segera menyuruhnya untuk diam. Dan, inilah sekarangAku datang kepadamu, ingin berbicara denganmu. Tapi apa yang terjadi? Kamu pun berpaling dariku. Mengapa kamu menjadikan Aku lebih tidak bermakna dari seorang temanmu?" Demikianlah beberapa hal yang harus diperhatikan ketika membaca Al-Qur'an, sehingga kita tidak membacanya semau kita tanpa memperhatikan situasi dan kondisi. Ini semua agar tilawah kita lebih bermakna dan benar benar beda. (Miranda Risang Ayu Sumber : Republika)
Gerakan Iqra ini juga merupakan suatu sistem untuk mencegah manusia berlaku sombong dengan apa yang mereka baca selama ini. Apalagi sekarang manusia pada dasarnya adalah "merasa sudah cukup berpengetahuan" padahal sebenarnya kurang tahu. Masalahnya, orang yang sok tahu biasanya tidak menyadarinya. Lantas, bagaimana kita tahu bahwa kita 'sok tahu'?. Ada beberapa ciri 'sok tahu' yang bisa kita dapatkan bila kita menggunakan perspektif surat Al-Alaq, adalah sebagai berikut :

1. Enggan Membaca

Ketika disuruh malaikat Jibril, "Bacalah!", Rasulullah Saw. menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Lalu malaikat Jibril menyampaikan lima ayat pertama yang memotivasi beliau untuk optimis. Adapun orang yang 'sok tahu' pesimis akan kemampuannya. Sebelum berusaha semaksimal mungkin, ia lebih dulu berdalih, "Ngapain baca-baca teori. Mahamin aja sulitnya minta ampun. Yang penting prakteknya 'kan?" Padahal, Allah pencipta kita itu Maha Pemurah. Ia mengajarkan kepada kita apa saja yang tidak kita ketahui. Disisi lain, ada pula orang Islam yang terlalu optimis dengan pengetahuannya, sehingga enggan memperdalam. Katanya, misalnya, "Ngapain baca-baca Qur'an lagi. Toh udah khatam 7 kali. Mending buat kegiatan lain aja." Padahal, Al-Qur'an adalah sumber dari segala sumber ilmu, sumber 'cahaya' yang tiada habis-habisnya menerangi kehidupan dunia. Katanya, misalnya lagi, "Ngapain belajar ilmu agama lagi, toh sejak SD hingga tamat kuliah udah diajarin terus." Padahal, 'ilmu agama' adalah ilmu kehidupan dunia-akhirat.

2. Enggan Menulis

Orang yang sok tahu terlalu mengandalkan kemampuannya dalam mengingat-ingat dan menghafal pengetahuan atau ilmu yang diperolehnya atau baca buku satu ngomongnya luar biasa. Ia enggan mencatat. "Ngerepotin". Seolah-olah, otaknya adalah almari baja yang isinya buku yang tak pernah hilang. Padahal, sifat lupa merupakan bagian dari ciri manusia, orang yang sok tahu enggan mencatat setiap membaca, menyimak khutbah, kuliah, ceramah, dan sebagainya. Padahal, Allah telah mengajarkan penggunaan pena kepada manusia. Di sisi lain, ada pula orang yang kurang mampu menghafal dan mengingat-ingat pengetahuan yang diperolehnya, tapi ia merasa terlalu bodoh untuk mampu menulis. Padahal, merasa terlalu bodoh itu jangan-jangan pertanda kemalasan, Tapi, bila menulis buat diri sendiri, bukankah kita tidak mengalami kesulitan menulis 'sesuka hati'?

3. Membanggakan Keluasan Pengetahuan

Orang yang sok tahu membanggakan kepintarannya dengan memamerkan betapa ia banyak membaca, banyak menulis, banyak mendengar, banyak berceramah, dan sebagainya tanpa menyadari bahwa pengetahuan yang ia peroleh itu semuanya berasal dari Allah. Ia mengira, prestasi yang berupa luasnya pengetahuannya ia peroleh berkat kerja kerasnya saja. Padahal, terwujudnya pengetahuan itu pun semuanya atas kehendak Allah. Mungkin ia suka meminjam atau membeli buku sebanyak-banyaknya, tetapi membacanya hanya sepintas lalu atau malah hanya memajangnya. Ia merasa punya cukup banyak wawasan tentang banyak hal. Ia tidak merasa terdorong untuk menjadi ahli di bidang tertentu. Kalau ia menjadi muballigh 'tukang fatwa', semua pertanyaan ia jawab sendiri langsung walau di luar keahliannya. Ia mungkin bisa menulis atau berbicara sebanyak-banyaknya di banyak bidang, tetapi kurang memperhitungkan kualitasnya.

4. Merendahkan Orang Lain Yang Tidak Sepaham

Bagi orang Islam yang sok tahu, siapa saja yang bertentangan dengan pendapatnya, segera saja ia menuduh mereka telah melakukan bid'ah, sesat, meremehkan agama, dan sebagainya. Bahkan, misalnya, sampai-sampai ia melarang orang-orang lain melakukan amal yang caranya lain walau mereka punya dalil tersendiri. Ia menjadikan dirinya sebagai "Yang Maha Tahu", terlalu yakin bahwa pasti pandangan dirinyalah satu-satunya yang benar, sedangkan pandangan yang lain pasti salah. Padahal, Allah Swt berfirman: "Janganlah kamu menganggap diri kamu suci; Dia lebih tahu siapa yang memelihara diri dari kejahatan." (an-Najm [53]: 32) Muslim yang sok tahu cenderung menganggap kesalahan kecil sebagai dosa besar dan menjadikan dosa itu identik dengan kesesatan dan kekafiran! Lalu atas dasar itu dengan gampangnya ia mengeluarkan 'vonis hukuman mati'. Padahal, dalam sebuah hadits shahih dari Usamah bin Zaid dikabarkan, "Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illallaah, maka ia telah Islam dan terpelihara jiwa dan hartanya. Andaikan ia mengucapkannya lantaran takut atau hendak berlindung dari tajamnya pedang, maka hak perhitungannya ada pada Allah. Sedang bagi kita cukuplah dengan yang lahiriah."

5. Menutup Telinga dan Membuang Muka Bila Mendengar Pendapat Lain

Orang yang sok tahu tidak memberi peluang untuk berdiskusi dengan orang lain. Kalau toh ia memasuki forum diskusi di suatu situs, misalnya, ia melakukannya bukan untuk mempertimbangkan pendapat yang berbeda dengan pandangan yang selama ini ia anut, melainkan untuk mengumandangkan pendapatnya sendiri. Ia hanya melihat selayang pandang gagasan orang-orang lain, lalu menyerang mereka bila berlainan dengannya. Ia tidak mau tahu bagaimana mereka berhujjah (berargumentasi). Di samping itu, orang yang sok tahu itu bersikap fanatik pada pendapat golongannya sendiri. Seolah-olah ia berseru, "Adalah hak kami untuk berbicara dan adalah kewajiban kalian untuk mendengarkan. Hak kami menetapkan, kewajiban kalian mengikuti kami. Pendapat kami semuanya benar, pendapat kalian banyak salahnya." Orang yang terlalu fanatik itu tidak mengakui jalan tengah. Ia menyalahgunakan aksioma, "Yang haq adalah haq, yang bathil adalah bathil."

6. Suka Menyatakan Pendapat Tanpa Dasar Yang Kuat

Muslim yang sok tahu gemar menyampaikan pendapatnya dengan mengatasnamakan Islam tanpa memeriksa kuat-lemahnya dasar-dasarnya. Ia suka berkata, "Menurut Islam begini, Islam sudah jelas melarang begitu" dan sebagainya, padahal yang ia ucapkan sesungguhnya hanyalah, opini pribadinya belaka tanpa disertai referensi yang kuat.

7. Suka Berdebat Kusir

Jika pendapatnya dikritik orang lain, orang yang sok tahu itu berusaha keras mempertahankan pandangannya dan balas menyerang balik pengkritiknya. Ia enggan mencari celah-celah kelemahan di dalam pendapatnya sendiri ataupun sisi-sisi kelebihan lawan diskusinya. Sebaliknya, ia tekun mencari-cari kekurangan lawan debatnya dan menonjol-nonjolkan kekuatan pendapatnya. Dengan kata lain, setiap berdiskusi ia bertujuan memenangkan perdebatan, bukan mencari kebenaran. (Aisha Chuang ac4x3@yahoo.com sumber : eramuslim).

Gerakan Iqra : Membumikan Pena Islam Menggapai Masyarakat Al Qur’ani Secara Damai

Ketika membaca sebuah artikel dan beberapa media lainnya, sangat kaget, karena tulisan yang saya baca waktu itu memprovokatif pemikiran dan nalar nadi intelektual saya untuk mengatakan bahwa Islam bukanlah kekerasan akan tetapi Islam itu damai. Selama membaca tulisan tersebut dari yang bersifat teoritis sampai pada konspirasi para orientalisme untuk menghancurkan Islam, berbagai bentuk bahasa tulisan berusaha mendiskreditkan Islam. Saat itu saya ingin sekali berkomentar lewat media cetak, akan tetapi saya merasa akan tidak dimuat tulisan saya, oleh karena wartawan yang mau saya hubungi ini perlu bayaran. Dari anggapan seperti itu, kemudian saya nerasa tidak puas mencari sebuah jawaban di dalam buku ”suara azan diatas puing-puing WTC’ karya Imam Faezal seorang imam masjid Besar Kota New York Amerika Serikat yang tidak jauh dari kantor WTC, setelah tidak menemukan jawaban kemudian saya melanjutkan diskusi dengan kawan saya yang bernama Wahyu Alamsyah, komentar wahyu mengatakan bahwa ”Islam saat ini memang harus terbuka, tidak justru harus terjebak pada radikalisme agama dan sekarang mulai kader-kader muda Islam menulis dan membaca fenomena lebih bijak agar apa yang dikonspirsikan oleh barat dapat ditanggulanggi secara tepat tanpa menimbulkan amarah”. dari comment kawan saya wahyu, kemudian saya tuangkan dalam sebuah tulisan atau catatan kecil sebagai kesimpulan hasil diskusi yang berjudul ”gerakan pena Islam : meluruskan pandangan barat”.

Dalam diskusi itu pun saya sangat berharap kepada para cendikiawan dan pemikir kritis Islam untuk senantiasa merespon tulisan di beberapa media asing yang menyudutkan Islam. Harapan itu pun akan terpenuhi perasaan saya, ketika saya melihat website www.eramuslim.net, ternyata disitu ada komentar Adian Husaini yang mengatakan bahwa jika ada satu tulisan atau satu buku yang telah jelas-jelas menyimpang atau mendiskreditkan Islam, maka kemudian lahirlah puluhan artikel atau buku sebagai tanggapan atas buku yang menyimpang itu. Tidak heran, begitu banyak buku-buku terjemahan bahasa Arab telah diterbitkan di negeri ini. Karena mereka sudah menganggap aktivitas menulis sebagai bagian dari jihad mereka.
Disisnilah saya menyadari, bahwa memang Islam ini dalam keadaan terjepit dari berbagai sumber ilmu pengetahuan maupun isu-isu kemanusiaan, sehingga saya ingin dan berinisiatif untuk mencari sebuah identitas dan entitas baru keislaman manusia sebagai solusi alternatif dengan tujuan mereduksi pandangan negatif dan stereotif tersebut. Saya berfikir tidak mungkin sama sekali meyalahkan umat kristen atau umat lainnya di luar Islam, karena mereka juga sama seperti kita dengan bertujuan ingin hidup merdeka. Sehingga saya mencoba mengagas sebuah gerakan yang dinamakan gerakan sadar iqra, sebagai entitas manusia untuk mengetahui kelemahan dan kelebihannya sendiri. Sebagai seorang Islam yang menginginkan perdamaian, tentu kita memiliki tanggungjawab besar untuk menyelamatkan diri, keluarga, dan saudara-saudara kita dari upaya mendangkalkan pemahaman berislam dan akidah agama, sebagaimana Rasul saw ,emgatakan bahwa selemah-lemahnya Iman kaum muslimin harus berjuang dengan keimanan yang kokoh dan ilmu yang mendalam.

Benturan-benturan kebudayaan, politik, ekonomi da agama merupakan hal yang sangat fundamental untuk dipikirkan, agar perdamaian manusia di dunia ini menjadi basis yang kiat dan mencengkram sendi-sendi kehidupan, sehingga masyarakat yang kita harapkan dapatlah terwujud dengan baik. Umat manusia sekarang ini harus mulai peka dengan berbagai persoalan penyimpangan dan ketidakadilan yang sangat bertentangan dengan keyakinan agama. Maka hal yang harus diperbuat adalah banyak membaca dan menebar pena-pena kedamaian (keislaman) dengan tujuan meluruskan kembali voso dan misi kemanusiaan. Tentu hal itu akan terwujud harus dengan kekuatan Iqra dan kemampuan pena yang kita miliki masing-masing. Meningkatkan kualitas dan kuantitas keilmuan adalah kewajiban bagi setiap manusia. Dengan ilmu dan pena itu, menjadi titik mendasar analisis, sehingga kebathilan dan kebenaran bisa kita bedakan.
Para ulama kita sangat rajin menulis. Imam Ibnu Al-Jauzy dikabarkan mampu menulis empat puluh halaman sehari. Imam Hasan Al-Banna menulis sebuah tanggapan atas buku Dr. Thaha Husein (tokoh sekuler Mesir) ketika beliau sedang dalam perjalanan pulang naik kereta. Imam Muhammad Abduh menulis buku “Ilmu menurut Islam dan Kristen” hanya dalam sehari! Sebagai tanggapan terhadap tulisan seorang Kristen yang menyebutkan bahwa Islam tidak menghargai ilmu pengetahuan. Asy Syahid Sayyid Quthb menulis bukunya yang paling fenomenal, Tafsir Fi Zhilalil Qur'an ketika sedang berada di dalam penjara. Harun Yahya telah menulis lebih dari dua ratus judul buku, sebagai tanggapan terhadap penyimpangan moral yang terjadi di negaranya dan di dunia pada umumnya. Prof. Musthafa Al-A’zami menulis sejumlah buku yang meruntuhkan pemikiran sesat para orientalis. Bahkan hanya dengan satu buku saja, beliau mampu meruntuhkan teori Schacht dan Goldziher yang sebelumnya mampu bertahan bertahun-tahun lamanya dan dianggap sebagai teori ilmiah. Para ulama-ulama itu begitu luar biasa dalam menulis. Sehingga mulut ini tidak berhenti berdecak kagum atasnya. Candra Kurniawan www.eramuslim.com Publikasi : 27/06/2005
Kita harus meyakini bahwa pemikiran para penyerang Islam itu sangat lemah dari segi manapun. Seperti halnya jaring laba-laba yang sangat mudah kita koyak-koyak. Sehingga dengan kebenaran, keimanan dan ilmu yang kita miliki, kita dapat dengan mudah mematahkan argumentasi mereka. Intanshurullaha yanshurkum wa yutsabbit aqdamakum. Setidaknya kita dapat memulainya dari yang terkecil dan tersederhana sesuai dengan kemampuan kita. Setidaknya kita telah berbuat dengan berdakwah lewat pena (da'wah bil qalam). Mulailah mengirimkan tanggapan-tanggapan kita ke rubrik suara pembaca yang terdapat hampir di setiap koran dan majalah, mulailah kita menulis walaupun hanya satu paragraf, mulailah kita berkreasi untuk berilmiah dengan ilmu yang kita miliki tanpa membatasi membaca. Sekarang ini bisa kita bayangkan, bagaimana jadinya dunia ini jika ada seribu manusia yang dilandasi dengan iman, ilmu, ishsan, amal mampu melahirkan sebuah pena dan berbagai macam teori yang tidak mengarah kepada pembelaan keyakinan sendiri. akan tetapi menciptakan masuarrakat Islam yang harmonis dan damai sebagaimana definisi Islam itu sendiri. Maka sekarang ini tanpa banyak bicara, banyak baca buku dan menulis merupakan kerja-kerja intelektual yang sangat rapi untuk membangn sebuh peradaban tauhid, ilmu, iqra, majelis dan Islam yang damai. Banyak hal yang harus kita lihat dan ingin buktikan bahwa manusia memiliki keiginan yang sama demi mencapai tujuan yang damai dan sejahtera. Gerakan iqra merupakan suatu solusi untuk memberikan pemahaman dan pendidikan kepada manusia agar senantiasa mengenal tulis baca dengan baik. Sangatlah ironis yang kita lihat pada masa-masa ini, masyarakat masih tergolong dalam [emahaman yang terkotak-kotak dalam sebuah keyakinan yang semu, artinya keyakinan yang mereka miliki tidak melihat dimensi secara universalnya. Sehingga sering terjadi perbedaan paham dan mengakibatkan kerugian besar pada diri mereka sendiri. Tuhan menciptakan alam semesta, langit bumi, manusia dan lain sebagainya, bukanlah untuk diperrebutkan, akan tetapi Tuhan menciptakan kerajaannya adalah untuk dinikmati dengan rasa syukur. Memang setiap manusia tidak bisa menyadari sepenuhnya sikap dan tindak—tanduk mereka sendiri, oleh karena dibatasi oleh sebuah kepentingan baik secara idiologis, ekonomis, politik dan budaya. Dari faktor kepentingan yang saya jelaskan diatas merupakan konsekwensi logis yang harus kita benarkan, namun alangkah hitamnya dunia ini ketika semua manusia mementingkan diri sendiri tanpa bisa hidup bersama.

Pertentangan tersebut bukanlah karena status alam yang masih alami, akan tetapi justru kehendak manusialah yang selalu menjadi ikon dalam perubahan alam itu sendiri. Maka oleh karena itu, gerakan iqra merupakan sumbuh dialektis yang mencoba menawarkan gagasan perdamaian melalui pembacaan yang bersifat universal tanpa melakukan intervensi terhadap sesamanya. Terutama yang sangat di perlukan adalah dalam konteks keagamaan yang selama ini membuat resah dan umat manusia ini dalam komonitas sektarian yang berpaham masing-masing yang syarat dengan trut claimnya.
Islam menghadirkan kesadaran Iqra sebagai solusi, ada dua ciri profesionalitas gerakan Iqra yaitu : Pertama, ketika mencari, membaca, mempelajari harus senantiasa menjaga nilai-nilai dan etika dalam berfikir tanpa menonjolkan sikap anti pati terhadap sebuah gagasan, sehingga nantinya bisa menfapatkan sesuatu hal yang dicari, dalam gerakan iqra lebih baik mengedepankan hal-hal yang bernilai daripada yang dapat membawa kita kerah yang lebih kontradiktif dengan apa yang kita pahami. Kalau kita membangun idealisme membaca sangat tinggi maka akan terciptanya sebuah penghormatan dan kejujuran. Kalau mempunyai jabatan, dia disegani bukan karena jabatannya, tapi karena pembacaan kepemimpinannya yang bijak, adil dan mulia. Kedua, setelah kita membaca dan elaborasi maka ilmu dari hasil pembacaan tersebut harus distribusikan untuk sebesar-besar manfaat bagi kemaslahatan manusia. Makin kaya dengan ilmu, makin banyak orang miskin ilmu menikmati kekayaan intelektual kita.

Alat ukur gerakan iqra adalah Pertama, menjadikan ilmu sebagai basis amal shaleh, jika telah berkesempatan menolong, meringankan beban orang lain, dan melakukan apapun yang menjadi kebaikan di sisi Allah. Kedua, membangun nama baik (citra diri) kita melalui gerakan iqra. Jangan sampai kita mempunyai banyak ilmu, tetapi nama baik kita hancur, dikenal sebagai penipu, pendusta atau koruptor. Apalah artinya kita mempunyai banyak ilmu dan harta, tapi citra kita hancur sehingga kita pun menjadi tercekam dan dipermalukan. Ketiga, gerakan iqra bisa menambah ilmu, pengalaman, dan wawasan. Tidak sedikit orang yang mempunyai ilmu dan rajin membaca, tetapi tidak memiliki pengalaman serta jaringan untuk mempublikasikan gagasannya, Keempat, Gerakan iqra bisa membangun relasi atau silaturahmi bersama dengan manusia lainnya baik itu melalui diskusi kritis maupun pertemuan kecil dan besar dalam sebuah majelis.. Oleh karenanya, jangan pernah hanya karena masalah tinggi ilmu kemudian kita egois sehingga hubungan baik kita dengan orang lain menjadi hancur. Setiap orang yang terluka oleh kita, dia akan menceritakan luka di hatinya kepada orang lain. Dan ini akan menjadi benteng yang memenjarakan, kita semakin kecil. Jangan mencari musuh, tapi perbanyak kawan. Kalau kawan sudah mencintai kita, mereka akan bersedia untuk membela dan berkorban untuk kita, setidaknya mereka akan menceritakan sesuatu yang baik tentang kita. Kelima, gerakan iqra yang bisa mendatangkan manfaat bagi diri sendiri, tetapi apa yang kita lakukan itu justru harus banyak menguntungkan dan memuaskan orang lain. Oleh karena itu, kalau kita sudah meyakini bahwa membagi ilmu dan dakwah untuk Iqra sangat penting.

Apakah hakikat dari gerakan kesadaran iqra ini, harus di pahami bahwa segala sesuatu akan tetap bermamfaat apabila suatu ilmu dan gerkan iqra itu mengandung kemaslahatan bersama serta memiliki nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia ataupun alam semesta. Dengan gerakan oqra tentu akan meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia. Namun peningkatan ilmu tersebut bukan dalam arti untuk merusak dan mengkotak-kotakan pemahaman manusia. Oleh karena itu, dalam kacamata gerakan iqra, gambaran ilmu yang bermanfaat itu ialah membuka sinar cahaya dan penutup hati manusia. Artinya gerakan iqra berusaha melakukan pembersihan hati manusia meuju kepada cahaya kedamaian yang dapat menjauhkan diri kesombongan diri.
Gerakan iqra merupakan sesuatu yang terus digelorakan untuk mengukur dan membuktikan Kemahaluasan—Nya. sebagaimana firman Tuhan yang mengatakan bahwa "Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menuliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (Al Qur’an Surat Al Kahfi [18] : 109). Gerakan iqra, menulis dan berdialog merupakan dititipkan kepada manusia untuk memikirkan apa yang terkandung di dalam kekuasaan Tuhan demi menciptakan sebuah rasa damai, oleh karena gerakan iqra dan ilmu ibaratnya tidak lebih dari setitik air di tengah samudera luas yang harus di cari dalam kondisi apapun.

Dengan demikian, barangsiapa yang melakukan gerakan iqra atas ilmu yang dikaruniai oleh Tuhan, niscaya "Tuhan akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Al Qur’an Surat Al Mujadilah [58] : 11). Sungguh janji Tuhan itu tidak akan pernah meleset sedikit pun. Walaupun hanya "setetes" ilmu Tuhan yang dititipkan kepada manusia, namun sangat banyak ragamnya. Ilmu itu baik kita kaji sepanjang membuat kita semakin takut kepada Tuhan. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari. sepanjang kita menuntut ilmu itu jelas (benar) niat maupun caranya, niscaya kita akan mendapatkan manfaat darinya. Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar kita dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di dalam dada serta dapat membuka penutup hati ? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu, pernah mengeluh kepada gurunya. "Wahai, Guru. Mengapa ilmu yang sedang kukaji ini susah sekali memahaminya dan bahkan cepat lupa ?" Sang guru menjawab, "Ilmu itu ibarat cahaya, Ia hanya dapat menerangi gelas yang bening dan bersih." Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya. (KH Abdullah Gymnastiar Ilmu Pembersih Hati, www.cybermq.com).
Maka oleh karena itu, sikap kita jangan merasa heran ketika kita semua melihat orang-orang yang rajin datang ke majelis-majelis diskusi dan pengajian, tentu mereka akan memperoleh banyak pandangan keilmuan, mungkin dari sesuatu yang tiak tau menjadi tau. terlepas dari hal yang buruk mereka lakukan. Mengapa manusia yang banyak mengetahui ilmu, justru melakukan penyimpangan, itu mungkon dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu yang dimilikinya, Laksana air kopi yang kental dalam gelas yang kotor, Kendati diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia serta gemar maksiat, maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati. Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih. hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia dan tidak pernah digunakan untuk menzhalimi sesama. Semakin hati bersih, kita akan semakin dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermamfaat. darimana pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawa mudharat. Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita wajib menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi bersih, sehingga ilmu-ilmu yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermanfaat. (KH Abdullah Gymnastiar Ilmu Pembersih Hati, www.cybermq.com).

Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas (kaporit) untuk menjernihkannya. Demikian pun dalam mencari ilmu melalui gerakan iqra, kita harus membaca dengan semangat mencari ilmu yang bisa menjadi "tawas"-nya supaya kalau hati sudah bening, ilmu-ilmu lain yang kita kaji bisa diserap seraya membawa manfaat. Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa ilmu yang didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. (KH Abdullah Gymnastiar Ilmu Pembersih Hati, www.cybermq.com).

Sibuk mengkaji ilmu fikih, hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat orang lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Demikian juga bila mendalami ilmu ma'rifat. Sekiranya dalam keadan hati busuk, jangan heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri paling shalih, dan menganggap orang lain sesat. Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk melakukan gerakan sadar iqra dan mengkaji ilmu kesucian hati dalam rangka meneranggi cahaya batin manusia. Gerakan oqra adalah upaya unuk mengenal Tuhan secara dekat, tentu dengan metode mendatangi majelis- majelis pengajian, diskusi, bedah buku, seminar, pelatihan dan dialog yang di dalamnya kita dibimbing untuk berlatih mengenal Tuhan sesungguhnya. Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah tidak membawa apa-apa, bukanlah membawa sifat ujub, riya, takabur, dan sum'ah, merasa diri besar dan menganggaporang lain kecil, merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh. Itu semua hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yang kita miliki. Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Tuhan, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita. (KH Abdullah Gymnastiar Ilmu Pembersih Hati, www.cybermq.com).

Begitu banyak keterangan yang menjelaskan kewajiban membaca (beriqra) baik penjelasan Al Qur’an maupun Al Hadist, sebagaimana hadist Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh imam Bukhari yang mengatakan bahwa Keutamaan membava itu, perumpamaan orang muslim membaca Al Qur’an adalah seperti buah utrujjah, baunya harum dan rasanya lezat, orang meukmin yang tidak suka membaca Al Qur’an seperti buah kurma. Baunya tidak begitu harum tapi rasanya manis. Orang munafik yang mau membaca Al Qur’an ibarat sekuntum bunga yang baunya harum tapi rasanya pahit. Akan tetapi orang munafik yang tidak suka membaca Al Qur’an tak ubahnya seperti buah hanzalah, tak harum dan baunya sanat tidak enak.” Dalam hadis lain Rasulullah bersabda tentang kesukaan Allah kepada orang yang senantiasa mrmbaca adalah : Kepada kamu yang suka berjamaah, beribadah melalui majelis-mejelis diskusi, ilmiah, dialog serta membaca Al Qur’an secara bergiliran dan bergantian serta mengajarkannya kepada semua orang, membina generasi Islam yang baik, maka akan turun kepadanya ketenangan dan kebahagiaan yang berlimpah sebagai Rahmat Tuhan, dan mereka yang melakukan kebaikan akan jaga oleh malaikat dan juga Tuhan akan selalu mengingatkan mereka” (HR. Bukhari Dari Abu Hurairah).

Kita akan mengetahui bersama betapa cerdas dan pintar serta bertutur kata dengan baik maupun kepintaran mereka berbicara ditengah-tengah komonitas maupun masyarakat atau dunia lebih luasnya, oleh karena mereka mau membuang waktu untuk membaca lebih banyak dan kerja – kerja keilmuan dengan menganalisis segala bentuk fenomena yang terjadi. Siapa pun orang atau manusia manapun tidak ada besar dan kecil apabila mereka rajin membaca apalagi membaca Al Qur’an akan diberi rahmat kemampuan berfikir dengan cerdas oleh Tuhan yang sangat berlimpah, tentu semua itu akan di kehendaki oleh Tuhan ketika manusia berusaha untuk mengetahui keberadaan kekuasaan ciptaan Tuhan serta beribadah dan bertakwa. sebagaimana di sebutkan dalam Al Qur’an Surat Al A’raaf [7] :204. Membaca merupakan parameter keimanan seseorang bahwa seeorang yang benar-benar mukmin akan bergetar hatinya ketika mereka mengetahui membaca menemukan sebuah jawaban atas apa yang mereka pikirkan selama ini.
Saya mencoba menyoroti kebiasaan yang tidak baik bagi umat muslim atau Islam secara keseluruhan adalah selalu membaca AL Qur’an saat bulan Ramadhan, namun setelah bulan ramadhan meletakkan Al Qur’an diatas atau didalam lemari kemudian dibiarkan lembar demi lembar dimakan binatang, entah itu tikus, semut atau rayap. Apakah umat Islam sekarang menghargai Tuhan dan kitabnya hanya di bulan ramadhan sehabis bulan ramadhan kemudian melupakan Tuhan. Sikap seperti ini sesungguhnya sangat memperihatinkan oleh karena kita semua telah terjebak pada persoalan pragmatisme yang tidak mementingkan nilai Ketuhanan dan Ke-Al Qur’an-nan. Hal ini kerpa terjadi dan terlupakan, apalagi yang sangat tragis ketika bulan ramadhan berlomba-lomba membaca Al Qur’an dari yang tidak tahu membaca pun berusaha mengetahui, sampai habis dan kahatam bebrapa kali, akan tetapi ketika berada diluar bulan ramadhan semua bacaan just, surat, ayat Al Qur’an terlupakan dalam sehari pasca lebaran.
Kesadaran Iqra bertujuan ingin mengembalikan fungsi Al Qur’an sebagai basis ilmu yang mampu membaca segala sesuatu apa yang dihasilkan oleh manusia. Al Qur’an diturunkan kepada manusia sebagai petunjuk (hudan lin naas) dan sebagai penerang (wa nuuran) bagi manusia. Juga sebagai penjelas antara yang haq dan yang bathil. Dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah [2] : 185 yang menyatakan bahwa ”Al Qur’an hadir untuk manusia sebagai petunjuk dan penerang bagi manusia itu sendiri dalam mengarunggi kehidupan baik didunia maupun di akherat.” Apa yang terkandung didalam Al Qur’an menjelaskan dua alam; dunia dan akherat. Sesuai dengan tujuan diturunkannya, anjuran memperbanyak membaca Al Qur’an pada hakekatnya adalah agar manusia tahu aturan hidup, baik didunia maupun diakherat. membaca al Qur’an berarti membaca undang-undang hidup yang juga disis lain berdaya kuat untuk menenteramkan jiwa manusia. Mengahfal Al Qur’an sama artinya menghafal undang-undang hidup. Padahal begitu banyak masyarakat muslim yang menghafal Al Qur’an. Karena menghafal Al Qur’an menjadi kebanggaan sendiri bagi setiap muslim yang ingin menciptakan masyarakat Islam yang baik dan damai serta sejahtera.
Artinya masyarakat baik, damai, islam yag sebenarnya adalah measyarakat sipil yang berada dibawah aturan yang tidak menindas serta masyarakat yang benar-benar tahu akan hukum Tuhan sebagai hukum hidupnya dalam kehidupan sehari-hari. Teristimewanya hukum Tuhan (baca ; Al Qur’an) bagi mereka bukan sekedar aturan topdown yang harus ditaati di bawah pemaksaan perintah dan penguasa. Akan tetapi sudah inheren didalam jiwa mereka yang diterima dan ditaati secara sadar diri. Dengan kata lain masyarakat Qur’ani merupakan masyarakat yang sadara hukum. Mereka yakin dngan mentaati aturan hukum itulah, maka mereka akan mendapat kebahagiaan yang hakiki baik dunia maupun akherat. (Rulli Nasrudin dan Tohirin, 2008 ; 100-101, Unbelieve Un religion, believe Un God, MASmedia Buana Pustaka).

Masyarakat Qur’ani ini juga adalah sebuah jalan tengah bagi manusia sebagai tempat persinggahan terakhir yang aman, damai dan sejahtera tanpa ada perang, pemblokiran, kerusuhan etnik, penghianatan politik, antagonisme kekuasaan dan lain sebagainya. Benar adanya, apa yang kita lihat hari ini banyak memeras otak kita untuk senantiasa memikirkan problem dan jalan keluar konflik antar manusia baik bidang hukum, ekonomi, politik, bidaya dan masyarakat etnik itu sendiri, apalagi Al Qur’an telah terreduksi dalam faksi tafsiran sedemikian rupa. Dari lembah-lembah kesesatan, kita berusaha menerangi jalan kita dengan Al Qur’an, setelah kita diterangi oleh Al Qur’an justru berbalik arah dengan malas membaca, menghafal, maupun menuliskan kandungan AL Qur’an. Apa yang kita saksikan dalam drama dunia sekarang yang dilakoni oleh manusia yang tanpa mengenal dunia spiritualitas, intelektualitas dan religiusitasnya merupakan sebuah reputasi pembelajaran yang gagal bagi generasi mendatang. Sekarang ini dengan tekad globalisasi dan pasar bebas banyak orang didunia akademis terutama yang masih kuliah pada strata satu sarjana yang membanggakan diri bahwa hidup ini harus dinikmati dengan dunia glamoritas indivudu agar kita puas semamasa muda. Begitulah kira-kira pengamatan penulis melihat tingkah laku para mahasiswa terutama mahasiswa yang berasal dari agama Islam, justru merekalah yang tidak bahkan jarang mengenal dunia baca serta tulis menulis. Banyak diantara mahasiswa yang suka tidur bersama tanpa menikah dan suka membicarakan aib saudaranya. Inilah realitas pendidikan bagi umat Islam saat ini tanpa menghasilkan output yang murni untuk membangun masyarakat yang Islami. Tentu masyarakat Islami yang diharapkan Tuhan adalah adanya konsistensi bagi umat Islam, bukanlah seperti mahasiswa yang menglobalisasikan kemaluannya bersama lawan jenis.

Gerakan iqra memiliki visi yang sangat universal yaitu mengagas sebuah masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagai jalan tengah bagi manusia. Gerakan iqra ini bukanlah hanya dijadikan psikologis semata untuk menenangkan jiwa yang mengalami kekosongan maupun kekacauan. Gerakan iqra Al qur’an bukan hanya di jadikan pelampiasan dari nafsu sumpeknya kehidupan dengan menghirup aromanya saja. Gerakan iqra ini bukanlah ingin dipuji akan tetapi mencari pahala dan keridhoaan Tuhan dan mendekatkan Al Qur’an pada pori-pori kehidupan manusia agar tetap menjadi petunjuk bagi manusia, sehingga tidak jauh dari realitas hidup. Gerakan Iqra sebagai masyarakat tengahan ini merupakan sebuah konsekwensi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam gerakan iqra untuk mengkonstruksikan sebuah masyarakat tengahan adalah sebagai berikut : Pertama, gerakan iqra harus ditempatkan sebagai bentuk protes terhadap globalisasi dan modernitas yang telah mengakibatkan kemandulan serta ketumpulan berfikir manusia tentang sebuah doktrin agama. Kedua, Gerakan iqra sebagai arus pembaharuan berdasarkan nilai qur’ani sesuai dengan harapan Tuhan kepada manusia yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. mengapa harus disesuaikan oleh karena kalau memaksa sebuah perubahan dan pembaharuan tanpa ada pondasi maka akan terjadi sebuah oertentang atau konflk sehingga terkotak pada keyakinan sendiri. Agar tidak seperti itu maka gerakan iqra mengkonstruksikan sebuah masyarakat yang menghargai pembaharuan damai sambil melakukan kerja-kerja qur’ani. Pendapat penulis tentang gerakan iqra ini adalah bahwa Al Qur’an merupakan petunjuk semua manusia yang sangat paripurna, tanpa memandang sekat etnik dan budaya, siapapun boleh mempelajari, membaca, dan meyakininya. Apalagi Tuhan sangat menghendaki kepada manusia selagi mereka mampu untuk mengubah bahasa Al Qur’an dan menggantikan hurupnya pun tidak masalah. Allah mengatakan hal seperti itu, oleh karena Tuhan telah menjamin kesempurnaan Al Qur’an dengan keutuhannya. Maka keutuhan Al Qur’an itulah yag mampu beriqra ditengah kondisi apapun dan dimanapun. Itulah yang dimaksud dengan masyarakat jalan tengah dalam persfektif gerakan iqra.

Kesadaran Majelis

Yang dimaksud dengan kesadaran majelis adalah kesadaran yang tak pernah kendor atu pudar untuk mencari sebuah entitas bersama demi kemajuan baik secara vertikal maupun horisontal, sehingga harapan-harapan kolektif atau jamaah dapatlah menjadi bagian yang terfikirkan demi perubahan yang mereka inginkan, baik itu melalui majelis diskusi, pengajian, majelis ta’lim, majelis perwakilan dan mejelis ilmiah naupun majelis-melis lainnya. Kesadaran majelis merupakan tempat pertemuan antara dua pihak baik yang bertikai atau konflik, maupun yang berdialog untuk mencari keadilan dan kebenaran yang hakiki. Terkadang banyak persoalan yang tidak selesai kemudian ingin dibicarakan secara kolektif tanpa meninggalkan sisi gelap dan kezoliman nilai kemanusiaan, oleh karena semua bentuk penzoliman itu merupakan sesuatu yang melanggar. Sangat banyak contoh pada pemimpin kita, dengan nota bene umur mereka relatif muda yang kemudian banyak pula hal-hal yang menjangkiti mereka, seperti korupsi sebagaimana yang dilakukan Darwan di DPD IMM NTB, mengklaim dirinya paling benar, menyombonglan diri, menggangap orang lain bodoh dan lain sebagainya.
Anggapan seperti ini justru menjadi bumerang bagi kita oleh karena cara berfikir kita yang selalu subyektif tanpa ada obyektifitas sekalipun, sehingga suara-suara cultur pun terwakili dalam komonitas yang sedang kita garap. Egoisme cultur merupakan suatu pertanda akan kehancuran manusia yang membawa identitas terbatas tanpa mempelajari bahwa manusia atau kita semua hidup dalam entitas bersama yang kemudian ingin mencari sebuah kemerdekaan. Seumpamanya seorang syafril di kampus Universitas Muhammadiyah Mataram mengatakan bahwa ”orang sumbawa sangat feodal, karena memang saat itu syafril bersaing dengan seorang hasrin untuk menjadi PD III, atau ketika syafril memimpin IMM yang saat itu isi kepengurusan IMM hanya orang bima, hal inilah yang dinamakan etnik struktural, kemudian pasca syafril pun IMM di pimpin oleh Lalu Rudi Iskandar yang kemudian mengatakan ”kita harus berfikir pluralitas tanpa mengedepankan sukuisme.” Analisa ini merupakan sebagian dari seseorang manusia yang mengalami kegalauan dan mengedepankan egoisme cultur.
Artinya hal yang demikian adanya sangat perlu diklarifikasi dan mengadakan sebuah pertemua dialog agar tidak terjadi proses sentimentil. Tentu pertemuan dan berkumpul dalam majeis merupakan hal yang mulia untuk membicarakan sesuatu yang bermanfaat pula tanpa ada perbedaan. Dalam satu riwayat yang diceritakan oleh oleh Tohirin dkk dalam bukunya bahwa pada suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada sahabat Ibnu Ma’ud ra, berkata :”Wahai Ibnu Mas’ud berilah nasehat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang sedih dan gelisah ini, dalam beberapa hari ini aku tidak tenteram. Jiwaku gelisah dan pikiranku tak karuan, makan tidak enak, tidur pun tidak nyenyak.” Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya dengan berkata :”Kunjungilah oleh mu dari tiga tempat :
1. Tempat orang yang sedang membaca Al Qur’an, engkau ikut membacanya, atau engkau ikut mendengarkannya.
2. Engkau datang ke majelis pengajian yang mengingatkanmu kepada Allah.
3. Carilah tempat sepi dimalam hari saat orang-orang sedang tidur terlelap. Disana bermunajatlah engkau kepada Allah, mohon ketenangan jiwa, seadainya jiwamu belum terobati dengan vara ini maka mintalah kepada Allah agar engkau diberi hati yang lain. Sebab hati yang kamu pakai itu bukanlah hati uang kamu miliki. (Rulli Nasrudin dan Tohirin, 2008 ; 98, Unbelieve Un religion, believe Un God, MASmedia Buana Pustaka).

Kesadaran majelis merupakan visi luhur manusia untuk melakukan yang terbaik, tanpa ada pembenaran terhadap ketidakadilan. Terutama dalam konteks beragama yang selama ini agama dijadikan sebuah alasan untuk memperebutkan nilai kekuasaan, ekonomi, budaya dan politik. Visi luhur ini merupakan hal yang sangat fundamental untuk dilakukan sebagai bentuk manivestasi mengubah jalan pikiran manusia demi mencapai perdamaian sejati, oleh karena selama ini dalm berbagai dialog atau pertemuan dalam mejelis terkadang memiliki kepntingan yang bersipat pragmatis sehingga menyebabkan permusuhan dan pertentangan yang sejatinya sangat mencengangkan. Ketika terjadi hal seperti ini, maka yang sangat diperlukan adalah menumbuhkan sikap taktis untuk mengubah kejalan yang lebih adil, kemudian mealakukan transformasi strategis dan sistemik. Hal ini adalah kebutuhan ynag mendesak untuk menggambarkan sebuah penomena, dengan tujuan menyembuhkan hubungan konflik kearah yang lebih damai, tentu strategi yang dilakukan memerlukan jalur regulasi atau aturan hukum yang banyak. Kesadaran majelis mencoba mendefinisikan sebuah sasaran sebagai upaya untuk menciptakan strategi searah dan mempertemukan dalam satu majelis para pelaku atau aktor, baik itu pemangku jabatan penting, pengambil kebijakan dan para masyarakat sebagai basis pencoptaan perdamaian.

Harapan kesadaran majelis adalah mengembangkan strategi pada pembinaan generasi untuk mengkonstruksikan sebuah masyarakat Islam—damai yang kuat baik melalui pendidikan, politik, ekonomi dan budaya. kesadaran majelis ingin mengakhiri sejarah yang menindas manusia dengan berbagai bentuk kepentingan, tentu hal ini akan terlaksana ketika ada komitmen bersama baik fitingkat komonitas masyarakat maupun agama-agama untuk menciptakan sebuah makelis dunia yang damai. Kesadaran majelis sebenarnya mengajak kepada kompoen para pendidik, penguasa, pemerintah, presiden (kepala negara), politisi, budayawan, sastrawan, akademisi, ekonom, kaum agamawan baik itu kristen, budha, taoisme, ateisme, dan pelaku bisnis untuk bersama- sama menciptakan sebuah komonitas masyarakat dunia yang saling menghargai tanpa menginjak martabat orang lain sehingga nilai kemerdekaan manusia dapat dirasakan, justru yang harus diperangi bersama-sama adalah ketidakadilan dan kemiskinan, oleh karena kedua dimensi tersebut sangatlah membuat manusia menjadi tertindas.
Untuk mengupayakan sebuah kesadaran majelis dalam menciptakan harmonisasi nilai tentu harus dengan beberapa lagkah adalah sebagai berikut : pertama, Mengelorakan sistem dialog, diskusi, mereview kembali, atau melakukan evaluasi. Karena yanpa dialog, diskusi dalam satu kesadaran majelis maka perubahan yang kita iginkan tidak akan semestinya terjadi, bahkan tambah meruncing yang mengakibatkan terjadinya kekecewaan, kekesalan, kekhawatiran, konflik, penuntutan dan bahkan tanpa majelis untuk dialog melanggar esensi kemanusiaan. Oleh karena itu dialog dalam satu majelis merupakan ekspresi dalam ikatan persahabatan dan rasa empati manusia untuk berada dalam langkah yang tepat demi menciptakan perdamaian, tentu dialog tersebut harus menghasilkan kesepakatan diantara sesama dalam meningkatkan hubungan harmonisasi kemanusiaannya. Menurut Imam Feisal Abdul Rauf mengatakan bahwa menolak dialog berarti mengekalkan konflik. Kedua adalah Melaksanakan kesepakatan secara konsisten tanpa melakukan penghianatan. Memang harus diakui hal seperti ini sangat sulit dimaknai oleh karena banyak kepentingan, namun siapa yang tidak mau hidup dalam keadaan damai dan selalu memgelorakan dialog diantara peradaban, mungkin semua manusia snagat berharap dunia ini dalam keadaan aman dan sekahtera tanpa ada pelindasan ekonomi dan sisitem kekauasaan yang menindas manusia. Kesepakatan dalam proses dialog sangatlah menentukan masa depan manusia. Seperti apa yang kita lihat sekarang ini, ketika kita mencoba memaknai Amerika sebagai sebuah motor untuk menjembatani antara barat dan dunia muslim—arab, agar hendaknya amerika menyatakan secara tegas kebijakan luar negerinya kembali ke nilai-nilai kemanusiaan. Justru harapan semua manusia agar Amerika Serikat menyuarakan dengan lantang sebuah perdamaian sejati, kalau Amerika Serikat tidak mengambil kebijakan seperti itu maka akan meninggalkan sebuah jejak yang tidak diakui kebaikannya.

kesepakatan-kesepakatan yang semstinya di capai dalam satu majelis demi meraih perdamaian adalah sebgai berikut :
1. Kebebasan ekonomi artinya bebas dari kemiskinan. Artinya menghilangkan konspirasi dan sistem penindasan baik itu dalam konteks agama maupun sosial kemanusiaan.
2. kepasian hukum bagi seluruhmanusia di dunia sehingga tercipta sebuah tatanan yang baik, tentu gagasan ini harus mensentralkan pada pembacaan akan sebuah perdamaian melalui keadilan, keamanan, dan kebebasan individu secara baik. Hukum yang dihasilkan tentu memiliki makna yang lebih luas dan mampu menjadi bagian yang terkonsolidasikan dalam satu dimensi kekuatan yang damai. Hukum ini disepakati dalam konteks makkiyah dan madaniyyah state yang berada dibawah naungan sentrum keislamannya. Hukum Islam tidak memandang kelompok manusia, agama, suku dan lain sebagainya, hukum Islam harus menrimah sebuah sunnatullah dan bersifat terbuka akan adanya keberagaman manusia dengan keadilan yang universal yanpa memandang besar dan kecil.
3. Partisipasi seluruh kepala negara (pemimpin) untuk senantiasa membicarakan hal yang terbaik untuk peradaban dunia yang disentralkan dalam hukum Makkiyah dan Madaiyyah sebagai sebuah perjanjian yang terikat satu sama lainnya. Dengan produk aturan hukum tersebut diterapkan didalam masing-masing internal kenegaraan atau komonitas masyarakat yang diatur melalui regulasinya.

Ada beberapa hal yang ingin penulis suguhkan kepada seluruh umat Islam maupun umat non Islam, bahwa Islam bukanlah agama dalam persfektif pandangan dan pendefinisian oleh para aktor yunani, kalau agama dalam konteks yunani masa itu adalah sesuatu yang tidak kacau dan membenarkan trut claim (kebenaran mereka saja), akan tetapi pengertian dan pemahaman agama dalam Islam adalah sesuatu yang hak bagi manusia yang menginginkan Islam itu sebagai solusi. Oleh karena Islam merupakan perdamaian universal, yang diinginkan oleh seluruh manusia. Maka oleh karena itu kesadaran majelis meerupakan manivestasi dialog yang membuka jalan baru bagi manusia baik dalam konteks pendidikan, politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Jalan baru tersebut dimaknai dalam hal majelis dialog antar agama, majelis politik jamaah, majelis, ilmiah, majelis ekonomi, majelis iqra, majelis pendidikan, majelis dakwah, majelis kesehatan, majelis kebudayaan, majelis bisnis, majelis diskusi, majelis penelitian dan lain sebagainya.

Begitu juga apa yang dikatakan oleh Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad berjanji akan mengajak presiden AS Barack Obama untuk dialog di PBB. Pernyataan tersebut diutarakan ketika Ahmadinejad berbicara dalam sebuah wawancara di TV Channel 4 Iran pada hari selasa 09 Juni 2009. Ahmadinejad mengatakan AS harus merevisi kebijakan luar negerinya dan tidak lagi bersikap arogan terhadap negara-negara lain. "Saya ingin berdialog secara sehat, adil dan saling menghormati dan saya akan mengundang presiden Obama untuk dialog di gedung PBB." Apa yang dikaakan oleh Ahmadinejad merupakan sebuah harapan untuk menciptakan perdamaian dunia dengan tujuan untuk memecahkan permasalahan dan kebutuhan masyarakat dunia yang diperlukan partisipasi semua kalangan dan dialog adalah cara tepat untuk memecahkan masalah dunia internasional.

Apa yang diajukan oleh Ahmadinejad kepada Barack Obama merupakan pertanda kebangkitan perdamaian Islam sebagai bentuk kemajuan yang harus dibimbing dan didukung oleh semua pihak, bukanlah dengan nelakukan perlawanan. Kebangkitan perdamaian Islam kontemporer saat ini harus di gelorakan, tidak hanya sekadar bermodalkan semangat, ungkapan verbal, dan slogan saja. Akan tetapi justru kebangkitan gerakan Islam yang damai tanpa ada radikalisme yang benar-benar didasarkan pada komitmen seluruh komponen para aktor kebijakan, aktivis, akademisi, politisi dan lain sebagainya. Begitu jjuga dengan pera serta para akademisi Islam sangat perlu menghidupkan kembali gerakan sekolah pelopor—pemikiran, sekolah Iqra fil Qur’an, sekolah damai yang meletakkan dasar–dasar perdamaian dan mempunyai perhatian terhadap agama. Untuk mewujudkan misi suci perdamaian ini, harus dari sekarang melkaukan pembinaan dan menyebarkan berbagai kelompok sebagai basis harakah fil Islam (damai) di berbagai universitas-universitas yang tentunya memiliki metode yang berbeda dengan gerakan lainnya. Penulis kira banyak potensi yang harus di gunakan dalam gerakan perdamaian ini tentu melibatkan semua elemen gerakan maupun masyarakat umumnya. Bangkitlah gerakan damaia secara berjamaah untuk menyambut panggilan masyarakat Islam jalan tengah. Masyarakat jalan tengah ini merupakan bentuk masyarakat yang penuh etika dan adab sesamnya, yang ditandai dengan pemakaian jilbab bagi wanita muslim, memperbanyak membaca buku-buku dan mempublikasikan secara luas. Gerakan inilah yang secara nyata merupakan fenomena paling mendasar dan strategis didunia Islam dewasa ini.
Bagi penulis tidak meragukan lagi ketika melihat kebangkitan perdamaian Islam yang lahirkan oleh para pemikir proresif generasi Islam yang memiliki kemampuan dan ketekunan atas ide dan gagasan mereka yang konstruktif. Menurut Dr. Yusuf Qardawi ada beberapa catatan kritis yang sangat perlu dikemukakan adalah sebagai berikut :

Majelis Studi Akademisi Islam Yang Dangkal

Sebenarnya para pakar Islam bergabung dalam satu majelis untuk mempelajari Islam dan mengidentifikasikan perbedaan yang kemudian merumuskan sebuah persmaan paham agar Islam memiliki dimensi yang kuat dalam struktur kehidupan. Begitu juga dengan para akdemisi Islam yang nota bene lahir dari aktivis Islam moderat—modernis harus selalu berguru pada buku-buku tanpa harus ada pembimbingnya, menafsirkan maksud Al Qur’an atau kitab-kitab Tuhan lainnya, mengembalikan odentitas kemanusiaan agar tidak selalu terjadi penjarahan, dan merekonstruksikan gerakan fil Islam menuju kearah gerakan yang substansial. Memang proses studi pemikiran Islam untuk jalan perdamaian tidak dapat dilakukan dengan jalan pintas—semalaman, oleh karena sangat banyak persoalan yang beresiko tinggi, kecuali semua manusia memiliki kemauan kearah perdaaian tanpa ada kepentingannya. Penulis kira hal ini dapat diselesaikan melalui berbagai iqra dan majelis untuk duduk bersama. Apalagi sekarang ini berhadapa dengan berbagai bentuk dan macam pemikiran serta menemui ketidakjelasan dalam studi pemikiran. Para kelompok akademisi Islam secara substansial harus hadir dengan kredibilitas tinggi, oleh karena para ulama dan cendikiawan pun sedang dipenjarakan oleh kepentingan global. Mungkin sala satu hal yang meyebabkan ulama kita menjadi boneka para penguasa karena hubungannya terlalu dekat atau karena keberanian mereka berbicara tentang Islam tanpa dasar yang kokoh.
Kelemahan pada umat Islam dan perkembangan pemikirannya adalah terpaku pada satu sudut pandang masalah yang mengakibatkan trut claim serta menghakimi kebenaran pendapat orang lain dalam masalah pemikiran dan intelektualisme. Sehingga menyebabkan kesimpangsiuran dalam memahami berbagai masalah baik mengenai pemahaman, ijtihad, dan penafsiran terhadap teks. Padahal penafsiran tersebut bermuara pada satu dimensi yakni dimensi keislaman, walaupun cenderung penafsiran tersebut berorientasi tekstual dan kontekstual, Sekarang ini sebagaimana kita saksikan, ketika perkembangan fikih sangat pesat. Artinya berbagai masalah tersebut sebenarnya harus bisa hidup berdampingan, bertoleransi, dan bekerjasama. Sehingga memiliki kesamaan pandangan dalam membangun peradaban Islam yang damai. Begitu juga sebaliknya apabila terjadi perbedaan pendapat terhadap suatu masalah, maka hal itu diekspresikan dalam bentuk dialog konstruktif, tidak sampai keluar dari etika ilmiah dalam bentuk mencela atau melukai perasaan mitra dialog. Tentu saja sikap tersebut bertolak belakang dengan sikap para ulama salaf yang menyatakan, "Pendapatku mungkin benar, namun juga mengandung kesalahan, dan pendapat lain mungkin salah, namun juga mengandung kebenaran."
Para pemikir Islam selalu bergulat dalam dimensi sakralisasi tanpa bisa menciptakan tatanan pemikiran yang memadai dan bisa dipahami oleh umat, para ulama dan pemuda Islam sebagai pelaku gerakan menyibukkan diri dengan problem yang tidak prinsipil dan tidak memberikan kontribusi apa-apa yang berhubungan dengan eksistensi dan masa depan umat. Para aktivis Islam ini selalu mempersoalkan masalah usang yang telah lama diperdebatkan. Misalnya: memelihara janggut, memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki, menggerak-gerakkan telunjuk dalam tasyahud, dan fotografi. Padahal kita sedang menghadapi sekularisme yang meracuni umat, Marxisme, Zionisme, kristenisasi, dan berbagai gerakan baru yang menghunjam tubuh umat serta menembus seluruh kawasan Islam yang luas di Asia dan Afrika. Itulah bentuk serangan baru musuh-musuh Islam yang bertujuan menghapuskan kepribadian kaum muslimin dan mencabutnya dari jati diri Islam.

Pada saat yang sama, umat Islam disembelih dan para penganjur agama ini diintimidasi agar meninggalkan kewajiban sucinya. Sering melihat dan mendengar dampak perdebatan keras dan perpecahan di antara kelompok Islam yang disebabkan oleh masalah kecil yang bersifat ijtihadiyah. Dampak negatif tersebut adalah kian menajam dan suburnya aliran dan pemikiran yang beraneka ragam sehingga tidak mungkin mempersatukan umat di atasnya. Sebenarnya yang harus menjadi prioritas mereka adalah bersungguh-sungguh memelihara kemurnian akidah umat Islam dan mendorong perdamaian. Akan tetapi, sangat disayangkan, mereka malah menyukai perdebatan masalah yang tidak prinsipil dan mengabaikan kewajiban-kewajiban pokok, seperti berbuat baik terhadap orang lain, mencari nafkah yang halal tidak berkorupsi, melaksanakan pekerjaan secara profesional, menumpas ketidakadilan serta memelihara hak perdamaian. Mereka tenggelam dalam perdebatan yang berkelanjutan hingga menjadi suatu kegemaran. Maka terjadilah permusuhan dan perselisihan di antara mereka. Perdebatan semacam ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw, "Suatu kaum tidak tersesat setelah memperoleh petunjuk di mana mereka berada padanya, kecuali (jika) mereka melakukan perdebatan." (al-Hadist)

Mengkritisi Majelis Dialog Dengan Cara Kasar
Kelemahan lain yang tak disukai dari kelompok pemikir Islam adalah berdialog dengan cara yang kasar, apabila berbeda pendapat. Mereka menghadapi orang lain secara emosional dan tegang dan menolak cara dialog yang lebih baik terhadap orang yang menentang pendapatnya. Cara kasar dan keras ini merupakan konsekuensi logis dari sikap tidak mau mengakui pendapat orang lain, kepicikan, dan persangkaan negatif. Padahal tujuan asal yang harus diingat adalah menciptakan kondisi keberislaman yang damai dan baik. Kelemahan ini juga merupakan akibat dari kondisi psikologis, sosial, politik, dan budaya yang menuntut respon berupa kebangkitan Islam yang damai.

Ciri lainnya adalah cenderung memperberat dan mempersulit persoalan, bersikukuh dalam pendirian dan sikap keberagamaan, berwawasan agama sempit, tidak meyukai keringanan (rukshah), menolak fatwa-fatwa ulama fikih yang memberikan keleluasaan praktek hukum, dan bahkan dalam batas-batas tertentu bersikap ekstrem dalam pemikiran dan perilakunya. Mereka lupa bahwa dasar penerapan hukum Islam adalah prinsip memudahkan dan menyenangkan. Tidak puas dengan sikap kaku untuk diri sendiri, mereka bahkan menginginkan orang lain dan seluruh dunia sekalipun untuk mengikuti sikap ini. Sikap keberagamaan ini muncul sebagai respon terhadap realitas umum yang cenderung menjauh dari agama, kediktatoran, kedurhakaan, modernisasi sekular, gaya hidup serba boleh (permissive), serta Komunisme dan Kapitalisme. Dapat dipahami jika realitas tersebut memicu lahirnya sikap keberagamaan yang radikal dan ekstrem.

Kesadaran Majelis: Gerakan Dialog Perdamaian Islam Konstruktif Harus Diarahkan, Bukan Dimusuhi—Mengkafirkan.

Untuk menjembatani semua persolan Islam dan kemanusiaan, tentu membutuhkan dialog—damai yang konstruktif dan obyektif, Kita semua harus ingat akan substansi agama Islam dan pelajaran Rasulullah saw. bagwa mengajarkan kepada kita semua tentang bagaimana seharusnya menyampaiakan pesn dan nsehat kepada seluruh manusia yang berdasarkan suara Al-Kitab, dan mematuhi pemimpin. Umat Islam harus mampu menjadi cerminan yang memadai bagi manusia yang lainnya dengan berusaha menasihati atas dasar kebenaran dan kesabaran. Oleh karena hal seperti merupakan sebuah keharusan untuk menyelamatkan semua mahluk Tuhan. Dengan demikian, penulis ingin memberikan sebuah lagam otokritik agar kita semestinya memiliki rambu-rambu untuk mencapai tujuan sambil meluruskan jalan kita bersama menuju umat yang damai.

Bila demikian kondisi yang melingkupi gerakan Islam—yang meskipun begitu masih menampakkan sikap keberagamaan yang positif—maka seyogianya para ulama dan pemikir mengarahkan gerakan kebangkitan Islam—damai dan meluruskan langkahnya, bukanlah justru menentangnya. Menurut Dr. Yusuf Qardawi mengatakan bahwa masyarakat kita telah berulang kali bereksperimen memecahkan problema yang dihadapinya dengan konsep-konsep Barat dan Timur, namun eksperimen itu tidak mampu merealisasikan cita-cita bangsa dalam mendidik individu dan memajukan masyarakat, tidak pula melahirkan manfaat bagi kehidupan beragama dan kemakmuran dunia, bahkan justeru menimbulkan berbagai bencana perpecahan yang masih dapat kita saksikan sekarang. Tidak diragukan lagi bahwa opini umum di seluruh kawasan masyarakat muslim mengarah kepada penyelesaian masalah besar ini sepenuhnya dengan Islam, yaitu dengan mengimplementasikan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Pendekatan yang keras tidak boleh dihadapi dengan sikap keras pula. Ini karena sikap keras akan membuat mereka semakin keras dan permusuhan akan membuat mereka semakin menjauh. Jangan pula dipecahkan dengan cara yang dangkal dan sikap apriori, sebab tidak seorang pun mampu menggoyahkan keikhlasan hati, ketulusan dan kejujuran pada diri sendiri. Solusi yang paling tepat adalah mengadakan pendekatan kepada dengan memahami posisi dan pemikiran sebaik-baiknya, bersangka baik, berusaha menghilangkan jurang pemisah dengan masyarakat sekitarnya, menggalakkan dialog ilmiah bersama, mencegah perselisihan, dan mengadakan kesepakatan-kesepakatan dalam hal-hal yang diperselisihkan.

Majelis Dakwah Melalui Jalan Terbaik Yaitu Kelembutan

Sebelumnya penulis telah memberikan gambaran kesadaran akan gerakan iqra merupakan konstruksi gerakan dakwah berdasarkan Al-Qur'an. Oleh karena sesungguhnya Al-Qur'an telah memberikan rambu dalam semua masalah yang terjadi dan apa yang kita alami bersama. Sebagaimana dalam Al Qur’an mengatakan bahwa "Sebaiknya umat Islam bersama-sama menyerukan kepada jalan Tuhan yang satu dengan berbagai kebaikan serta dengan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula." (Al-Qur'an Surat An-Nahl: 125) Dari ayat tersebut diatas cukuplah bagi kita sebagai landasan yang kuat untuk senantiasa melakukan dan mengolah kesadaran dakwah demi mencapai masyarakat yang baik dan damai. Sekarang ini segala bentuk pergulatan pemikiran yang mengarahkan umat ini pada perpecahan mari kita kahiri dengan segala konsekwensi, oleh karena sekarang ini umat manusia membutuhkan pencerahan dan gerakan pencerdasan, akan tetapi kita juga tidak bisa menghindari sebuah realitas perdebatan namun tentu semua itu kita jalankan dengan cara yang baik. Tugas kita bersama adalah mendekatkan jiwa yang runtuh karena sebuah perdebatan yang tak berguna sama sekali agar kebenaran yang selama ini tersembunyi dapatlah kita bukti secara bersama pula.

Menurut Dr. Yusuf Qardawi mengatakan bahwa salah satu metode dialog yang lebih baik itu adalah menjelaskan titik temu antara kedua pihak yang berdebat, kemudian menuju kepada masalah-masalah yang dipertentangkan. Dengan cara ini kemungkinan akan terjadi kesepakatan. Allah swt berfirman, "Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (Kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah satu; dan hanya kepada-Nya kami berserah diri." (Al Qur’an Surat Al Ankabut: 46)

Tuhan yang memiliki Zat Yang Maha Tahu dan Maha Adil mengatakan bahwa, "Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah, 'Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan'. Allah akan mengadili di antara kamu pada Hari Kiamat tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih padanya." (Al Qur’an Surat al-Haj: 68-69). Seharusnya demikianlah bijaknya metode debat dan dialog seorang muslim terhadap non muslim, apalagi bila seorang muslim berdebat dengan sesamanya yang diikat oleh kesatuan akidah dan ukhuwah. Sebagian aktivis dakwah mencampurbaurkan ketegasan dalam memperjuangkan kebenaran dengan kekasaran dalam menerapkan metode. Padahal idealnya formulasi dakwah yang bijaksana adalah menyampaikan pesan kepada orang lain secara persuasif melalui ucapan yang lemah lembut dan ungkapan kasih sayang terhadap sesama muslim dengan tidak mengabaikan kualitas materi dakwah. Fakta membuktikan kepada kita bahwa metode yang kasar (keras) dapat menjadikan audiens (objek dakwah) mengabaikan dakwah. Itulah sebabnya para sahabat mengatakan, "Barangsiapa memerintahkan kebaikan, maka haruslah dengan cara yang baik pula." Imam Ghazali menerangkan dalam bab al-Amr bil-Ma'ruf wa Nahyu 'Anil Munkar kitab Ihya 'Ulumuddin, "Tidaklah memerintah kebaikan dan tidak pula mencegah kejahatan kecuali orang yang menjalankan kebaikan dan orang yang menjauhi kejahatan, yaitu orang yang menjaga diri untuk melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada orang lain) dan menjaga diri dari apa yang dilarang (sebagaimana dia melarang orang lain melakukan kejahatan—peny).

Meskipun sebagian orang Yahudi memberikan ucapan salam kepada Rasulullah saw. dengan Assaamu'alaikum (semoga engkau mati), tetapi pribadi teragung ini menjawabnya dengan Assalaamu 'alaikum. Aisyah r.a. tak dapat menahan amarahnya lantas membalasnya secara kasar. Kemudian Rasulullah saw. mengubah redaksi salam balasan itu dengan menghilangkan Assalaam, sehingga menjadi 'alaikum saja serta memberitahukan 'Aisyah, "Sesungguhnya Allah mencintai keramahan dalam segala perkara."Disampaikan oleh 'Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah sangat lembut dan mencintai kelembutan (keramahan), Dia memberikan kepada keramahan sesuatu yang tidak diberikan kepada kekasaran, dan tidak pula diberikan kepada selainnya." (HR Muslim) "Sesungguhnya kelembutan tidak terdapat pada sesuatu kecuali sebagai penghiasnya dan tidak pula terlepas dari sesuatu kecuali (akan) meninggalkan aib padanya." (HR Muslim) Disampaikan oleh Jarir bin 'Adillah, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa tidak memperoleh kelembutan (berarti) dia tidak memperoleh seluruh kebaikan.'" (HR Muslim). Siksaan mana yang lebih besar dan pedih daripada mencegah kebaikan ? Penulis beranggapan bahwa pesan-pesan yang penulis ambil dari teks-teks Al-Qur'an dan As-Sunnah ini cukuplah kiranya untuk memuaskan ikhwan-akhwat yang cenderung bersikap keras agar mereka kembali kepada metode yang bijak dan pesan yang baik. Meskipun berperangai keras dan berperasaan berkobar-kobar, penulis lebih mengutamakan ketenangan dan kelembutan daripada sikap kasar dan serampangan. Penulis menekankan diri pada penggunaan logika (sikap rasional), walaupun terkadang jiwa penulis tak menyukainya dan orang lain tetap berbuat senonoh pada saya. Ini karena penulis menyadari bahwa tujuan final semua ini adalah memperoleh kebaikan dan perdamaian dunia.

Proses gerakan fil Islam dengan tujuan mengkonstruksikan pada gerakan dakwah yang damai, sudah tentu pasti harus mengutamakan etika dakwah dan dialog yang damai. Ada beberapa metode yang akan saya sebutkan adalah sebagai berikut ; Pertama, memelihara hak semua orang dengan cara yang baik dan damai. Kedua, memperhatikan faktor perbedaan dan mengajarkan persamaan. Ketiga, memelihara dakwah dan menebar ilmu ke seluruh lapisan manusia. Kita semua sekarang ini hidup dalam kehidupan masyarakat yang mengalami transisi dari dunia idealistik menuju ke bumi realistik. Kita selalu berdampingan dengan rakyat, para pekerja, petani, buruh, akademisi, umat nin Islam, masyarakat akar rumput (grass root) di kota-kota besar dan desa terpencil, sehingga kita dalam melihat itu semua memperoleh fitrah hati yang tergugah untuk melaksanakan kebaikan dalam rangka menanam amal soleh. Melihat realitas masyarakat dan tetangga kita menuntut kita untuk memberikan sumbangsih pengajaran terhadap orang-orang yang masih buta huruf hingga dapat membaca, mengobati orang-orang yang sakit hingga sembuh, memompa semangat orang-orang untuk bangkit, mendorong orang-orang yang malas untuk bekerja, menolong orang-orang yang membutuhkan hingga tercukupi kebutuhannya, dan berbagai kebajikan lainnya. Kita semua manusia berkewajiban dan bertanggungjawab untuk membentuk kelompok masyarakat untuk menghapuskan buta huruf, mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, membangun sarana umum, memerangi penyakit-penyakit menular seperti TBC, kampanye anti miras (minuman keras), dan melawan tradisi yang berbahaya. Betapa luasnya lapangan yang masih membutuhkan kesungguhan, niat, dan semangat kita semua.

Kita semua adalah yang bertanggungjawab terutama aktivis Islam, jangan selama ini mengurus advokasi kebutuhan rakyat dengan idealistik, akan tetapi mengurus organisasi dengan pragmatis—hedonis yang suka membohongi diri sendiri melalui bahasa proposal, harapan saya mari kita turun ketengah-tengah masyarakat untuk berdialektika dengan memberikan pendidikan baca, memberikan pelajaran tentang pentingnya hidup berserikat, usaplah air mata anak-anak yatim dan orang miskin dengan kekayaan kita, berikanah makan orang yang teraniaya, dan obatilah hati yang bersedih dengan perbuatan dan kata-kata yang baik, dan senyuman yang tulus.
Sesungguhnya melakukan tugas sosial dan memprioritaskan pertolongan kepada mereka—khususnya terhadap golongan lemah—merupakan ibadah yang bernilai tinggi yang belum ditunaikan secara baik oleh mayoritas umat Islam dewasa ini. Meskipun ajaran Islam jelas-jelas mengajak kepada kebaikan dan memerintahkannya, Ketahuilah, setiap amal yang bermanfaat dianggap sebagai ibadah oleh Islam. Bahkan ibadah yang paling utama adalah kebaikan yang ikhlas, bukan untuk mencari pujian dan popularitas semu. Kebaikan itu merupakan amal yang dapat menghapus air mata yang mengalami kesedihan, meringankan kegelisahan orang lain, membalut luka orang yang tertimpa bencana, membangkitkan semangat hidup orang yang kesusahan, mencegah penderitaan orang yang dizalimi, membantu orang yang dililit hutang, menolong fakir miskin, dan sebagainya. Amal yang demikian banyaknya telah ditetapkan oleh Islam sebagai ibadah kepada Allah SWT, cabang keimanan, dan hal-hal yang mendatangkan pahala dari-Nya. Penulis telah menyimak hadits-hadits Nabi Muhammad saw. mengenai hal ini dan berkesimpulan bahwa tidaklah mencukupi hanya dengan amal-amal yang dicontohkan tersebut, yang dianggap sebagai ibadah sosial (yang objeknya adalah manusia sebagai manusia).

Sekarang ini banyak aktivis Islam yang menggebu-gebu ingin mendirikan negara Islam. Bagi penulis memang meletakkan semua dasar hukum dibawh panji Islam adalah fardhu. Tentu harus di pertimbangkan secara matang, yang sebenarnya harus dilakukan adalah kita mengusahakan untuk melakukan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan dengan menerapkan metode-metode yang paling ideal dan melalui jalan yang paling utama yang damai serta elegan. Kita harus menggalang potensi yang masih berserakan, latihan berpikir yang tertib, menyingkirkan berbagai kendala, merangkak menelusuri jalan menuju tercapainya maksud tersebut, dan mempersiapkan pendapat umum dalam skala nasional dan internasional untuk menerima ide pendirian negara Islam. Hal ini tentu membutuhkan waktu yang amat panjang, kesabaran yang baik, hingga tercukupinya syarat-syarat yang diperlukan, lenyapnya tantangan-tantangan, dan kematangan hasil dari proses perjuangan. Dalam upaya mewujudkan cita-cita mulia itu, sebaiknya setiap muslim menyibukkan diri pada hal-hal yang dapat dilakukan dan ditekuni. Misalnya membina keluarga dan membangun masyarakat. Dan ingatlah, Allah tidak membebani seseorang melebihi batas kemampuannya.

Kesadaran Harakah Fil Islam

Mungkin penulis terlebih dahulu menjelaskan tentang definisi gerakan atau harakah fil Islam bahwa harakah fil islam yang dimaksudkan bukanlah pada tataran radikalisme untuk memperbaiki masyarakat atau bukanlah berorientasi pada pembentukan struktur kenegaraan Islam terlebih dahulu, akan tetapi kesadaran fil Islam sebagai metodologi dakwah Islam yang diarahkan pada proses dialog dan maksimalisasi penyadaran masyarakat dari problem terkecil sampai pada masalh terbesarnyademi mencapai masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Kesadaran harakah fil Islam, mungkin kedengarannya agak sinis dan sadis, akan tetapi bahasa yang digunakan oleh penulis ini bukanlah membumikan bahasa arab akan tetapi bahasa yangt diambil dari Al Qur’an yang mengisyaratkan tentang sebuah perdamaian dunia dengan kehidupan yang penuh nilai-nilai kemanusiaan tanpa ada penindasan.

Sejarah telah mencatat dengan penuh gemilang tanpa ada sebuah penghianatan terhada[ sesamsnya. Masa itu adalah masa ketika Rasulullah saw berhasil menaklukkan Mekah pada tahun 13 H, kaum kafir Quraisy merasakan ketakutan yang sangat luar biasa lantaran kejahatan mereka terhadap Rasulullah saw dan umat Islam di masa lampau. Mereka menduga akan menerima pembalasan dari umat Islam akibat kejahatan mereka. Ternyata di luar dugaan Rasulullah saw justru mencanangkan hari itu sebagai hari penghargaan terhadap orang non Islam yang telah berkhianat dalam peperangan dan pelecehan terhadap nilai kemanusiaan yakni pemeberian maaf dari Rasulullah saw. Beliau mengumumkan tiga metode atau cara untuk memberikan rasa aman terhadap kaum Quraisy Mekah, pertama, memerintahkan kaum Qurais agar berlindung di rumah Abu Sofyan. Padahal Abu Sofyan bersama Abu Jahal sebelum itu dikenal sebagai tokoh Quraisy yang sudah amat banyak berbuat jahat kepada Rasulullah. Kedua, Rasulullah saw mengumpulkan semua tentara Islam dalam sebuah barisan dan memanggil Abu Sofyan. Tidak diduga sama sekali Rasulullah menyatakan bahwa mulai hari itu mengangkat Abu Sofyan sebagai pimpinan tentara Islam yang sedang berbaris di depannya. Rasa takut dan kecut di dada Abu Sofyan dan kaum kafir Quraisy berubah menjadi lega dan haru kendati masih bercampur rasa malu. Rasulullah saw dan umat Islam ternyata tidak membalas kejahatan kaum kafir Quraisy dengan kejahatan. Bahkan sebaliknya, Rasulullah memperlakukan mereka secara baik dan manusiawi.

Memang, begitulah sebenarnya tuntunan Tuhan, Firman-Nya: ''Tidaklah sama kejahatan dan kebaikan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang baik, sehingga orang yang bermusuhan antara engkau dan dia seolah-olah teman yang setia.'' (Al Qur’an Surat As-Sajadah: 34). Memang benar, perlakuan baik itu telah membuat Abu Sofyan segera menarik tangan Rasulullah saw dan mengucapkan dua kalimat syahadat untuk memeluk Islam. Langkah Abu Sofyan diikuti orang-orang kafir lainnya. Saat itulah turun surat An-Nashr: ''Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan engkau lihat manusia masuk ke dalam agama Allah (Islam) berbondong-bondong. Maka, bertasbihlah dengan memuji Tuhan engkau dan minta ampunlah. Sesungguhnya Allah itu Maha Penerima tobat.'' Dari situ terlihat bahwa Islam sangat antikejahatan dan penjarahan terhadap sesama manusia lainnya.
Islam mengajarkan umatnya untuk memberantas kejahatan dengan kebaikan, Sehingga, kejahatan itu tidak berlanjut dan membuahkan hubungan baik antara pelaku kejahatan dan korban kejahatan. Terbukti dengan balasan baik dari Rasulullah, Abu Sofyan memeluk Islam. Di belakang hari anak cucu Abu Sofyan menjadi pemimpin-pemimpin Islam. Bila kejahatan diberantas dengan kejahatan, akan semakin memperbanyak kejahatan. Berlaku jahat untuk menolak kejahatan berarti praktik balas dendam atau mengambil peluang untuk berbuat jahat. Maka, antara pihak yang berbuat jahat dan pihak yang memberantas kejahatan, sama jeleknya. Maka, sulit dipahami memberantas teroris dengan perbuatan teror. Kendati dengan dalih menumpas teroris, perbuatan teror tidak dapat dihalalkan. Teror dibalas teror berarti menggandakan kejahatan. (Nasril Zainun sumber : http;//www.republika.com

Kemudian mari kita memikirkan apa yang telah dikampanyekan oleh Barat melalui imperium Amerika dengan menginginkan sebuah kekuasaan global, dengan kemajuan ekonomi yang unggul telah memungkinkan Amerika Serikat bersama sekutunya berencana menghabisi semua bangsa lain terutama timur tengah yang digelorakan dalam perang salib jilid sekian kalinya. kekuatan eknomi Amerika mencoba membangun infrastruktur kekuatan militer yang besar hingga mampu berkuasa secara global. Kekuatan militer tersebut bertujuan untuk menyebarluaskan semua propaganda Amerika termasuk ideologi kapitalismenya yang diyakini oleh Amerika sebagai jalan penyelamat kebesarannya. Inilah sosok inti Amerika dalam memperluas imperium politiknya. (Muhammad shoelhi, 2007 : 22; Di Ambang Keruntuhan Amerika-Penerbit Grafindo Khazah Ilmu Jakarta)
Konsekwensi logis dari pasar globalisasi ekonomi adalah diberlakukan sistem pasar bebas dan larangan menyelenggarakan pasar protektif. dengan berlakunya pasar bebas dan menolak sistem protektif, maka secara global populasi pekerja dari setiap negara didunia akan terkompensasi sesuai dengan tingkat keberhasilan atau kegagalan proyek globalisasi. Sistem gaji akan bisa menjadi faktor yang meyebabkan tingakt pertumbuhan ekonomi dapat dikendalikan berdasarkan klasifikasi tingkat kesejahteraan. Proyek globalisasi, menjadikan AS sebagai penentu arah perubahan ekonomi diseluruh dunia, sehingga perkembangan demokrasi lebih cepat dan menjadi andalan ekonomi dunia. Selain itu juga andalan militer AS selalu mengalami kegagalan dalam menuntaskan persoalan perdamaian, yang kemudian berimbas pada pembentukan tatanan perang dalam sebuah drama liga kecil yaitu invasi ke Afganstan, Irak, Iran, Korea Utara dan Kuba dan lain sebagainya. Dengan tidak memiliki rasa kemanusiaan AS tetap bertekad memukul mundur para aktor kecil di negaranya masing-masing yang kemudian mereka melanggengkan sebuah kedigdayaan AS dan berusaha membangun jaringan global bersama bangsa lainnya. Faktor ini yang merupakan AS selalu menggelorakan perang, padahal pandangan bagi kaum muslimin itu adalah sebuah rangka otak manusia yang telah dipenuhi oleh setan dan iblis. Jadi ajaran yang tidak ada dalam doktrin barat adalah ajaran perdamaian (baca : Islam).
Sebenarnya semua manusia didunia ini menginginkan sebuah perdamaian tanpa harus menguasai orag lain dengan kekerasan. Disinilah membutuhkan kesadaran gerrakan fil Islam (gerakan perdamaian) untuk memberantas kejahatan. Tentu hal ini sangat memerlukan kekuatan yang kolektif atau jamaah, Islam tidak lepas dari konteks kehidupan berjamaah. Bahkan ada hukum yang secara langsung berkaitan dengan jamaah, seperti salat, puasa ramadan, ibadah haji, jihad fi sabilillah, muamalah dan dakwah. Hukum Islam memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan ibadah berjamaaah. Oleh karena ibadah berjamaah merupakan media dan instrumen yang sangat vital bagi persatuan dan kesatuan umat manusia ntuk menciptakan sebuah lokus perdamaian, juga mewujudkan persaudaraan lahir batin bagi umat manusia seutuhnya. Instrumen Islam untuk mempersatukan umat manusia sedunia adalah melalui doktrin jamaah yang mengutamakan sikap saling menghargai dan memperhatikan diantara sesama. Semuanya memiliki satu kesatuan niat, tujuan, harapan, sikap, dan gerakan. Itu semata-mata kepasrahan dan ketundukan kepada Tuhan.
Sejarah mencatat para pemimpin atau penguasa Islam selalu bertemu dengan para gubernur/bupati/kepala desa/lurah samapai dengan RT/RW untuk membicarakan kontruksi Islam sebagai paham yang anti penindasan dan sekaligus sebagai agama yang menebar kedamaian. Kekompakan dan kelunakan hati pasukan Islam di masa lalu sangat menggentarkan pasukan kafir yang menjadi musuhnya, ketika mereka mampu memaafkan musuhnya. Bukankah ini merupakan sebuah lokus gerakan perdamaian, Itu semua berkat tradisi berjamaah yang merupakan ajaran pokok dalam hukum Islam. (Muhammad Al Khaththath sumber : http;//www.republika.com

Walaupun esensi ajaran Islam seperti itu masih banyak yang memusuhinya, bagaimana ketika kita mendengar isu terorisme yang di rekayasa oleh AS sebagai bentuk gerakan untuk mempertahankan pencitraanya dan cenderung melancarkan aksi kebijkan luar negerinya dengan mencampuri urusan negara lain. Negara yang menjadi sasaran mereka ini adalah rata-rata negara lemah dalam konteks ekonomi dan mengalami banyak masalah. Akan tetapi intervensi kebijakan luar negerinya tidak akan dilakukan ke berbagai negara kuat yang nota bene mampu melawan keaidayaan AS. Mereka sebelum melakukan intervensi terlebih dahulu melakukan dalih-dalih pembenaran agar mereka tidak salah nantinya. Isu terorisme merpakan langkah bagi AS untuk masuk mengintervensi segala kebijakan negara kecil dan menetapkan dirinya untuk memimpin perang salib jilid sekian. Terbukti kemudian melakukan intervensi dengan isu terorismenya dan mmpertahankan cechnya, pemblokiran ekonomi terhadap Irak, Afganistan, Yaman dan Filipina. Kemudian untuk mempertahankan basis meliter ditimur tengah, AS menempatkan kekuatan persenjataanya di diArab Saudi dan Asia Tengah dan melakukan penyebaran meliter di perbatasan Afganistan dengan Uzbekistan serta georgia. Dengan isu terorisme dan agenda perang salib, AS melancarkan perang ke negara muslim. Bagi pandangan dunia umumnya AS telah membuat dunia menjadi rancu yang semua manusia didunia menginginkan perdamaian kini AS membuat permusuhan. Inilah yang dinamakan negara demokratis, menghargai kebebasan, menghormati setiap individu manusia, penulis kira itu semua dalah kebengisan AS terhadap rakyat dunia.
Islam tidak pernah menginginkan sebuah tatanan dalam pergulatan kepentingan yangmenyebabkan bersimbah darah dari setiap individu manusia, Islam tidak menginginkan para penguasa melakukan penghianatan terhadap rakyatnya, Islam sangat membenci kemiskinan dan Islam menginginkan sebuah tatanan damai penuh harmonis satu sama lainnya. Sebenarnya ini semua tergantung para pemimpin bangsa untuk mengaturnya kehidupan negaranya masing-masing. Tentu hal itu dimaknai sebagai tokoh teladan: terdepan dalam segala laku kebaikan, santun, terpuji, bermoral tinggi, bijaksana, rendah hati, dan paling utama dan takwa. sebagaimana Tuhan mengatakan ”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (Al Qur’an Surat Al-Ahzab 72).

Kepercayaan memegang peranan amat penting dalam pelbagai aspek kehidupan. Manusia sendiri sejak awal sudah diberikan kepercayaan oleh Allah swt untuk menjadi khalifah di muka bumi. Misi kepercayaan ini yang diemban manusia itu tak lain memakmurkan dan memelihara perdamaian. Namun demikian, memelihara kepercayaan itu tidaklah mudah. Bahkan sebagaimana dijelaskan pada ayat di atas, memelihara amanah itu sangat berarti. Karenanya banyak orang yang tidak kuat, akhirnya ia khianat atau ingkar terhadap amanah itu. Allah sendiri sebenarnya sudah mengetahu bahwa sebagian orang sering ingkar terhadap amanah itu. Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan tentang pengertian amanah dalam ayat itu, yaitu menjalankan tugas-tugas keagamaan. Dan tugas-tugas keagamaan ini menyangkut seluruh aspek kehidupan. Amanah sebenarnya adalah suatu kepercayaan yang ditanggung oleh seseorang untuk mewujudkan kepercayaan atau membuktikan dalam kenyataan dan prilakunya. Sehingga kalau manusia bisa bersikap dan berperilaku amanah, maka dunia ini akan aman dan damai. Tetapi, karena manusia sering zalim atau mencederai amanah atau kepercayaan yang dipegangnya sendiri, maka dunia ini sering kacau gara-gara yang bersangkutan tidak amanah. Karena itu, jika seorang pemimpin sudah tidak bisa bersikap amanah, maka sebetulnya yang bersangkutan dan yang dipimpinnya tinggal menunggu kehancuran. Karena sekuat manusia menutup ketidakjujurannya, suatu saat akan ketahuan juga. Sekali ia diketahui bahwa ia tidak bisa dipercaya, maka orang tersebut sulit untuk mendapat kepercayaan lagi. Biasanya, Allah menguji amanah kepada hamba-Nya itu pada tiga persoalan. Pertama soal tahta atau jabatan, kedua soal wanita dan ketiga pada harta. Sumber kerusakan di muka bumi ini juga sering berawal dari tiga persoalan ini. Seoarng penguasa atau pemimpin, kalau tidak amanah dengan jabatannya, barang kali ia juga tidak amanah pada yang lain. Misalnya, meski punya istri ia suka dia-diam berbuat serong dengan wanita lain. Karena serong, ia mungkin juga tidak beres dlam mengelola keuangan. Sehingga dapat disimpulak, jika seseorang tak bisa dipercaya untuk satu urusan, ada kemungkinan ia telah melakukan khianat atau dusta secara akumulatif pada aspek kehidupan lainnya. (Zis Muzahid Hasan sumber : http;//www.republika.com

Rasulullah Saw bersabda, "Bersungguh-sungguhlah kalian dalam menyeru yang makruf, bersungguh-sungguh pulalah kalian dalam mencegah yang munkar. Jika tidak, maka Allah akan memberikan kekuasaan kepada orang-orang buruk di antara kalian, dan doa orang-orang baik di antara kalian (tetapi diam terhadap kemunkaran) tidak akan dikabulkan oleh Allah," (HR Imam Bazzar). Hadis di atas menjelaskan kepada kita akan kewajiban setiap Muslim untuk senantiasa melakukan aktivitas dakwah Islamiyah. Kita diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk senantiasa menegakkan kebenaran di manapun kita berada, dan dalam posisi apa pun. Seorang hakim yang baik, pastilah ia akan berusaha melandaskan keputusannya pada prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.
Tidak mungkin ia akan melakukan berbagai upaya penyelewengan hukum. Ia akan bersikap tegas dan jujur, walaupun kasus yang sedang ditanganinya melibatkan kaum elite dan para pemimpin. Seorang politisi yang jujur, pastilah ia akan mengatakan kebenaran yang hakiki tanpa harus melakukan kebohongan publik. Ia tidak akan memiliki keberanian untuk mempermainkan kepentingan rakyat demi memuaskan keinginan pribadinya. Begitu pula halnya dengan berbagai pekerjaan lainnya, seorang Muslim harus memiliki komitmen yang kuat untuk menegakkan amar makruf dan nahi munkar. Ia tidak boleh berdiam diri manakala melihat berbagai bentuk kezaliman dan kemunkaran. Bila umat Islam tidak melakukan kegiatan amar makruf nahi munkar, maka Allah akan menimpakan dua akibat. Pertama, Allah akan memberikan kekuasaan kepada orang-orang buruk di antara komponen suatu masyarakat dan bangsa. Seluruh aspek kehidupan akan dikendalikan dan diarahkan oleh orang-orang yang tidak bermoral, baik itu aspek politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahanan keamanan, maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Yang akan terjadi adalah berbagai kehancuran dan kerusakan dan azab akan turun silih berganti. Kedua, Allah tidak akan mengabulkan doa orang-orang baik di antara mereka, tetapi orang-orang baik tersebut diam dan tidak berbuat sesuatu untuk mencegah terjadinya kemaksiatan. Untuk itulah umat Islam harus senantiasa melakukan proses koreksi dan introspeksi secara terus-menerus. Bukan tidak mungkin, keterpurukan bangsa ini disebabkan oleh kelalaian umat Islam dalam beramar makruf dan nahi munkar. (Irfan Syauqi Beik) sumber : http;//www.republika.com

Agenda Masa Depan : Rekonstruksi Kepemimpinan Umat

Sesungguhnya manusia yang telah melakukan berbagai penyimpangan, mereka akan terkubur oleh sejarah dalam waktu sangat singkat. Manusia atau pemimpin yang menjalankan risalah Islam bukanlah para penguasa jahat dan menyeleweng, melainkan para ulama moderatisme—modernis yang ikhlas mendidik dan memimpin umat Islam. Menurut Syekh Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa Yahudi lebih cerdik daripada kita ? salah seorang pemuda bertanya, "Apa maksud Anda ?" Kemudian menjelaskan, "Ketika mereka mengadakan Kongres Internasional di Swiss untuk mendirikan negara lsrael, mereka berhasil menentukan beberapa strategi yang terus dipelajari. Seorang pemimpin Yahudi, Hertzel, mengatakan bahwa Israel akan berdiri lima puluh tahun yang akan datang. Ternyata, separuh abad kemudian berdirilah negara Israel!" Seseorang tidak melakukan sesuatu untuk diri dan anaknya. Dia menanam tanaman yang dapat dipanen pada masa mendatang. Mungkin yang memanen nanti adalah cucu-cucunya. Yang penting bukanlah melihat hasil kerja kita, melainkan tercapainya tujuan yang telah dicanangkan. Untuk mencapai suatu tujuan besar, orang-orang Yahudi telah menyediakan waktu setengah abad. Dalam kurun waktu tersebut, mereka menyelesaikan berbagai problem yang bertumpuk. Mereka telah memprediksi secara matang bahwa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa, apalagi secara emosional. Adalah sebuah kezaliman bila penulis membawa generasi zaman ini pada kesalahan-kesalahan besar yang kita temui. Kesalahan-kesalahan itu merupakan batu-batu pengkhianatan sosial-politik yang telah lama terjadi. Maka bagaimana mereka berpikir untuk melenyapkannya dengan langkah yang tergesa-gesa dan jihad yang relatif singkat ?

Syekh Muhammad al-Ghazali melanjutkan pendapatnya dengan mencontohkan apa yang telah dibangun oleh Rasulullah saw yang mengatakan bahwa pada waktu Rasulullah saw. mengumandangkan akidah tauhid, ratusan patung berdiri di dalam ka'bah. Kapan berhala-berhala itu dapat dihancurkan ? Pada tahun ke 21 dari total 23 tahun perjalanan dakwah beliau. Sedangkan para aktivis radikal menginginkan dakwah tauhid di pagi hari, kemudian berhasil menghancurkan berhala-berhala di petang hari. Maka oleh karena itu, akibat yang akan terjadi adalah konflik berkepanjangan, kesulitan mengambil jalan pintas yang fatal atas nama Islam.

Sekarang ini ramai menggunakan identitas Islam sebagai kedok untuk melakukan hal-hal negatif dan menodai Islam. Banyak orang yang melajutkan jenjang pasca sarjana maupun doktor dalam berbagai ilmu dengan harapan agar dapat menaikan dan mengantarkan pribadinya kejenjang jabatan yang kebih tinggi dan luas, hal ini terjadi dalam sisitem pendidikan kita. Berbeda pula dalam ruang lingkup pemerintahan dengan banyak orang melakukan studi ekonomi dan hukum dalam suatu persfektif pemerintahan karena didorong oleh tujuan kesuksesan individu, mencari popularitas, dan gila kedudukan. Akan tetapi tragis bagi mereka ketika memimpin, sama sekali tidak mengeerti tentang hubungan antarnegara, hubungan internasional, agen-agen rahasia, mereka tidak tau Central Intelijen of Islam (CII) dan sistem hubungan ekonomi—politik.

Begitu juga dengan ide dan gagasan pendirian negara Islam, banyak diantara mereka melakukan studi hukum bertujuan untuk khilafah Islam, akan tetapi mereka tidak mengerti apa makna berislam dengan baik dan benar. Apabila negara yang ingin mereka dirikan dengan konsepsi hukum yang terbatas maka hal apa yang terjadi, sama kemudian kita akan kembali kepada masa lalu yang telah dihancurkan oleh Barat. Para aktivis gerakan ekstremis seperti ini tidak banyak mengetahui keluasan syariat (hukum) Islam justru akan memilih dan mengarah kepada pemerintahan kafir yang dianggapnya adil. Bagi sekelompok manusia yang membicarakan negara Islam ini, mereka sangat terbatas memilih pandangan, dan mereka sering mengatakan bahwa rakyat tidak dapat memaksa penguasa, zakat tidak wajib kecuali dalam empat jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, haramnya partai oposisi dalam Islam, memperbincangkan hak-hak manusia itu bid'ah, dan seterusnya. Bagi saya dalam menulis naskah buku ini sebenarnya sangat berat mengatakan hal seperti ini, namun harus di ungkapkan ketika banyak para kawan kita yang terjebak dalam pemahaman keliru tentang konsepsi sebuah negara Islam.

Doktrin Islah : Menggusung Kesadaran Harakah Fil Islam Dengan Mata Kompleks

Kita memiliki fakta yang lebih banyak, ketika kita meliat sebuah keberagaman paham dan ritualisme keislaman. Akan tetapi itu semua memiliki faedah yang baik yaitu menuju pada satu tujuan yang sama, yaitu menciptakan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dalam tata aturan gukum yang lebih baik. Menurut penulis, memandang Islam secara sempit dan kompleksiras merupakan ketidak mampuan manusia mengartikan sebuah hubungan produksi ekonomi dengan realitas pergulatan maupun mentalitas dinamika [ada suatu konsep gerakan Islam. Dinamikan pergerakan Islam ini bukanlah perhitungan matematis yang meski 1 + 1 = 2 (satu tambah satu sama dengan dua). Akan tetapi pergulatan pergerakan Islam untuk menyatakan secara damai sangatlah berat dan memiliki beban moral yang besar pula, oleh karena tantangan dalam sebuah gerakan memiliki unsur konflik, baik yang muncul dari luar maupun konspirasi penguasa atau konflik yang terjadi didalam internal dengan motif perbedaan pendapat. Untuk memaksimalisasikan sebuah gerakan Islam yang harus di nyatakan dalam gerakan damai, harus terpenuhi dari beberapa unsur atau komponen serta mendapat pengakuan dari seluruh komponen tersebut. Sehingga gerakan Fil Islam (damai) dimaksud adalah sebuah reason damai sebagai pondasi dasar menciptakan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Metodologi Harakah Fil Islam tentu memiliki konsep tersendiri dan berada dibawah kesadaran teori syafrilisme yaitu kesadaran substansitivistik, kesadaran legislasi—formalistik, kesadaran transformasi, kesadaran totalisik—non otoritarianisme, kesadaran idealeadershif—realistis. Maka oleh karena itu unsur dan komponen tersebut yang sangat perlu disatukan dalam kesadaran Harakah Fil Islam adalah sebagai berikut :

1. Islam Tradisionalis

Islam tradisionalis memiliki basis yang kuat. Basis tersebut mereka gunakan sebagai paham yang dijalankan kesehariannya dalam berbagai bentuk ritualisme. Islam Tradisionalisme mengikatkan diri pada sesuatu hal yang bersipat taklid, mengedepankan fikih yang didasarkan pada mazhab Imam Maliki. Dalam konteks kesadaran Harakah Fil Islam, mencoba mengajak Islam tradisionalisme untuk benar-benar mengkaji Al Qur’an dan Al Hadist sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah, tanpa mengikatkan diri pada mazhab yang telah dibuat oleh manusia yang sama seperti kita. Kesadaran Harakah Fil Islam merupakan aksentuasi dan hubungan erat dengan praksis kesadarn Iqra yang dimana dapat memaknai Islam yang benar dan damai itu seperti apa. Memang tidak mudah untuk mengajak, akan tetapi dalam konsepsi Islam yang penulis sebut bahwa kita sedang merekonstruksi Islam yang baik tanpa da sebuah paham yang mencoba mengklaim bahwa paham merekalah yang terbaik.

Menurut Dr. Haedar Nashir dalam bukunya ”Islam Syariat Refroduksi Salafiyah Ideologis Di Indonesia” mengatakan bahwa Islam tradisionlaisme ini harus diakui bahwa mereka tergolong dalam berbagai bentuk adat atau tradisi dalam gerakan Islam, yang ditandai dengan berbagai macam kebiasaan, misalnya penghormatan terhadap tokoh mereka yang dianggap suci, mempercayai semua kepercayaan yang memiliki roh-roh, mempercayai kepercayaan suci yang dianggap keramat seperti kuburan, pohon besar dan lain sebagainya. Islam tradisonalis yang mewakili secara terbesar dalam hal populasinya. Namun hal seperti ini apakah dibiarkan saja ketika umat ini terjebak pada kebasaan seperti itu yang bisa membawa kepada kemusyrikan, sehingga menyebabkan banyak dosa. (Dr. Haedar Nashir; Islam Syariat Refroduksi Salafiyah Ideologis Di Indonesia; 2007 : 193, Penerbit; PSAP Muhammadiyah—Menteng Jakarta Pusat).

Sekarang ini yang harus ditanam dalam gerakan tradisionalisme adalah menghadirkan kesadaran tauhid yang bersipat universal, kesadaran Iqra dengan syarat memiliki tafsiran yang luas sehingga mencakup segala dimensi, kesadaran majelis yang mampu mendialogisasikan antara realitas terkini dengan doktrin Al Qur’an dan Sunnah tanpa mengikatkan diri pada teologi tertentu. Sehingga Islam tradisionalisme tidak terjebak pada ketidakkonsistenan dan bisa mengalami perubahan kearah serta sesuai dengan konsep moderisme. Sebagaimana konsep modernisme yang dikatakan oleh weber yang dikutif oleh Dr. Haedar Nashir dalam bukunya mengatakan bahwa Islam memiliki perbedaan dengan agama lainnya, world view Islam seagaimana dibawah oleh Muhammad dan doktrin Al Qur’annya menciptakan sebuah orientasi keagamaan yang baru dan melibatkan sistem teologis dan ajaran etis yang komfrehensif. Maka oleh karena itu, tujuan bersama adalah melegalisasikan Islam secara damai melalui berbagai tahapan kesadaran sebagai bentuk manivestasi kesadaran teori syafrilisme, adalah sebagai berikut : kesadaran substansitivistik, kesadaran legislasi—formalistik, kesadaran transformasi, kesadaran totalisik—non otoritarianisme, kesadaran idealeadershif—realistis. Kesadaran inilah yang dianggap oleh penulis mampu menaunggi semua elemen ini untuk mengikrarkan gerakan Islam secara damai tanpa kekerasan.

2. Islam Revivalistik

Gerakan Islam revivalis (salafus soleh) di mulai dari belahan negara Timur dengan bentuk pemersatuan seluruh komponen gerakan Islam untuk kembali pada doktrin Rasulullah saw berdasarkan Al Qur’an As sunnah. Metodologi gerakan salafi ini berorientasi pada revivalisme pemikiran sosiopolitik, sistem pedagogik dan menggelorakan pemikiran. Semua metodologi tersebut dibangun atas penolakan terhadap taklid mazhab fikih dan teologi serta bertujuan mengembalikan segala permasalahan pada sumber Islam: Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tujuan yang lain adalah memerangi paham wasilah (perantara) hubungan manusia dengan Allah dan bid'ah-bid'ah serta mengutamakan nash agama daripada rasio. Pemikiran sosiopolitik yang didasarkan atas keyakinan tentang komprehensifnya Islam, kekuasaan (mutlak) di tangan Allah, dan pengkafiran sistem yang menolak doktrin ini. Metode pedagogik menekankan aspek ketakwaan, penyerahan diri pada Allah, berzikir, berjihad, kebersamaan dalam jamaah, peningkatan iman, ukhuwah islamiyah, mengurangi kecintaan pada dunia, dan memperhatikan hal-hal sunnah sampai yang sekecil-kecilnya. Metode pemikiran yang mengutamakan dimensi akidah-akhlak sedemikian rupa hingga menggolongkan manusia menjadi saudara dan musuh. Metode ini juga menolak realitas dan kebudayaan nonislami bahkan terhadap aliran-aliran pemikiran Islam yang lain sekalipun, hal ini hampir membentuk sistem yang eksklusif.

Gerkan salafi yang serng kita dengar dengan kebangkitan Islam kembali, gerakan ini menurut Dr. Haedar Nashir dalam bukunya menyebutkan bahwa ada beberapa karakter yang dianut oleh Islam revivalis adalah sebagai berikut : Pertama, Islam yang total dan lengkap bahwa agama untegral dengan politik, hukum, ekonomi, budaya dan masyarakat. Kedua, Kegagalan masyarakat muslim yang disebabkan oleh mereka sendiri yaitu tidak mengikuti jalan lurus dan damai; Ketiga, Pembaharuan masyarakat untuk kembali kepada Islam murni melalui reformasi atau revolusi regio—politik; Keempat, Memulihkan kekuasaan Tuhan dan meresmikan tatanan sosial Islam yang sejati, hukum—hukum konvensional diganti dengan hukum Islam; Kelima, Modernisasi dan ilmu pengetahuan diterimah, kemudian sebaliknya westernisasi di tolak; Keenam, proses Islamisasi sangat memerlukan organisasi-organisasi atau serikat muslim yang yang berdedikasi.gerakan Islam ini juga di sebutkan oleh Dekmejian dibagi dalam empat tipologi sebagai ideologi mereka adalah: Gradualis—Adaftasionis, Syiah Revolusioner, Sunni Revolusioner, dan mesianis—Primitif. (Dr. Haedar Nashir; Islam Syariat Refroduksi Salafiyah Ideologis Di Indonesia; 2007 : 161, Penerbit; PSAP Muhammadiyah—Menteng Jakarta Pusat).
Menurut penulis ada banyak kesamaan dalam mencapai masyarakay Islam yang damai dan sejahtera, namun meiliki perbedaan yang sangat mendasar yakni tentang pola jihad atau revolusi. Bagi teori syafrilisme untuk merebutkan kembali Islam murni adalah dengan metodologi penyadaran—substansial terhadap penerapan tekstual dengan penafsiran yang tidak keluar dari metodologi Islam dan Al Qur’an. Mengenai pendapat penulis ini mungkin masalah jihad dan metodologi Al Qur’an sebagai gerakan pengembalian Islam murni terhadap keberagaman akan di jelaskan lebih lanjut.Saya kira dengan metodologi itulah bisa menyatukan kita dibawah naungan Islam murni.

3. Islam Rasional

islam rasional mengekspesikan diri secara jelas pada paruh kedua 1970-an. Menurut Syekh Muhammad al-Ghazali Islam rasional terdiri atas beberapa elemen sebagai berikut. Pertama, khazanah pemikiran Islam rasional dalam kehidupan modern. Dengan titik sentral pada pemikiran Islam Mu'tazilah sebagai gagasantentang kebebasan, tauhid, keadilan, kemanusiaan dan oposan. Kedua, kritik fundamental dan tajam terhadap pemahaman salafiah. Ketiga, mengadakan re-evaluasi terhadap aliran pembaruan yang diupayakan salafiah dan buku-buku populer mereka yang menilai penafsiran keislaman rasional sebagai penyimpangan. Untuk pertama kali, kritik-kritik itu dilontarkan oleh sejumlah tokoh yang menguasai peradaban kontemporer, seperti: Muhammad Abduh, al-Kawakibi, Jamaluddin al-Afgani, Thanthawi, dan Qasim Amin. Keempat, menerapkan pemahaman maknawi terhadap Islam dan menghindari pemahaman tekstual. Nash-nash harus dipahami dan ditakwilkan dalam perspektif tujuan yang tersembunyi di balik teks, yaitu: keadilan, tauhid, kebebasan, dan kemanusiaan. Nash-nash hadits dinilai kesahihan dan kedhaifannya bukan berdasarkan metode para pakar hadits dalam mentahkik riwayat, melainkan berdasarkan sesuai tidaknya dengan tujuan nash (al-Maqaashid). Kelima, mengadakan evaluasi terhadap Barat-Kiri. Berbeda dengan al-Ikhwan al-Muslimun yang menilai Barat sebagai peradaban materialistik yang berada di ambang kehancuran sehingga tak ada yang dapat dimanfaatkan oleh Islam kecuali sains dan teknologinya an sich, maka kelompok Islam rasional memandang perlu untuk memanfaatkan sistem, kebudayaan, maupun ilmu-ilmu kemanusiaan Barat. Keenam, sebagai lawan sikap keberagamaan salafiah yang cenderung memandang manusia secara teologis, yakni mukmin dan kafir, keislaman rasional melihat manusia secara empiris atas dasar sosial-politik, yaitu nasionalis dan oposan, revolusioner dan konservatif, serta petani dan tuan tanah. Dalam perspektif kelompok ini, seseorang sangat mungkin menjadi Muslim-Marxis-Nasionalis. Ketujuh, pembaruan dengan membawakan ide-ide kontroversial seperti pembebasan kaum wanita dan rasionalisasi pendidikan. (Syekh Muhammad al-Ghazali Dalam Jurnal Islam Paramadina. op.cit)

Menurut Imam Syekh Muhammad al-Ghazali juga mengatakan bagwa kelompok Islam rasional lebih banyak mempertahankan diri dari dominasi kelompok salafi-Ikhwan. Situasi perpolitikan paruh kedua 1970-an memberikan angin segar kepada kelompok ini untuk membawakan ide-ide pembaruannya melalui majalah al-Ma'rifah. Majalah ini didukung oleh literatur-literatur Barat karena lemahnya materi keagamaan pada umumnya setelah ditutupnya Universitas Zaituniyah. (Syekh Muhammad al-Ghazali Dalam Jurnal Islam Paramadina. op.cit)

4. Islam Modernisme

Islam modernisme atau lebih dikenal dengan Islam reformisme, lahir pada abad ke 19, ketika dunia dalam penjajahan yang tak kunjung selesai dan Oslam pun berada dalam supremasi yang ekspansi eropa dalam berbagai bentuk penjajahanya. Islam reformasi atau Islam medernis mencoba mengislamkan barat dan mengambil segala yang bersifat positip dari barat untuk dijadikan sarana kemajuan dunia Islam. Reformisme Islam bergerak dengan identitas mereka sendiri dengan metodologi keadilan, persamaan, perang kemiskinan, sosial politik, budaya, pemikiran dan kebebasan manusia, gerakan reformisme Islam ini masuk pada tataran global dan bersikap moderat dengan memandang Os;am sebagai sistem ajaran dan hukum yang koheren. gerakan ini mencoba merekonstruksi Islam dalam konteks pembaruan pemikiran dan mengejar ketertinggalan umat Islam dan manusia seutuhnya untuk kembali kepada ajaran muri umat Islam.
Kaum modernisme Islam melakukan respon terhadap pengaruh barat terhadap masyarakat muslim dengan melakukan upata peneguhan jati diri dan pemberdayaan melalui institusi pendidikan dan lembaga sosial kemanusiaan, serta menafsirkan Islam sesuai dengan konteks zaman agar Islam hadir dengan damai dan menyelamatkan masyarakat muslim dari kemerosotan disegala bidang. Dalam gerakan modernisme, pentingnya sebuah pemaknaan kembali akan eksistensi Islam baik dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi dengan rekonstruksi struktur IPTEK dan pemikiran serta struktur sosial—ekonomi. Kelahiran gerakan reformisme Islam sangat terkait dengan adanya kolonialisasi, sehingga dengan seperti kolonial dan imprealisme itu yang melatar belakangi sebuah eksponen kebangkitan Islam yang sangat cepat [erkembangannya dan cenderung melebur dalam pan Islamisme. Islam reformisme terbuka pada segala sesuatu yang bersifat positif sehingga perkembangan Islam tidaklah mengacu pada sesuatu hal yang bersipat negatif dan menghalanggi kemajuan Islam.
Senada dari apa yang dikatakan oleh Prof. Dr. Din Syamsudin dalam khotbah ceramahnya dimasjid At Taqwa Mataram NTB pada pertengahan tahun 2009 mengatakan bahwa gerakan umat Islam harus meletakan ada beberapa hal yang mendasar misalnya memperkuat gerkan Islam untuk memberantas taklid buta, memperkuat pendidikan sosial politik, penguatan hukum dan ilmu pengetahuan serta menegaskan Islam sebagai agama yang berkemajuan (Islam reformisme/pembaharuan). Din Syamsudin melanjutkan bahwa gerakan kebangkitan Islam sangatlah penting akan tetapi tidak melupakan hal yang pokok yakni memerangi kemiskinan dan melakukan pemberdayaan umat, sehingga apa yang dicita-citakan oleh umat Islam seutuhnya dapat tercapai dengan baik. (Prof. Dr. Din Syamsudin dalam khotbah Jum’at dan ceramahnya dimasjid At Taqwa Mataram NTB pada pertengahan tahun 2009 mengatakan bahwa gerakan umat Islam berkemajuan sudah saat untuk mengalang persatuan dan kesatuan) Bagi penulis ada beberapa hal yang dapat diperhatikan dalam konteks gerakan Islam modernis dan dikedepankan oleh umat Islam dalam membangun Islam berkemajuan adalah sebagai berikut : pertama. umat Islam harus terbebas dari tekanan politik yang dapat mengadu domba peran umat Islam, sehingga menyebabkan kehilangan elan vital untuk membangun dan pemberdayaan umat. Kedua, melakukan dakwah kultural dengan mempilterisasi seluruh budaya yang merusak sendi kehidupan umat Islam akibat dari penaruh berbagai bentuk budaya barat. Ketiga, membangun pondasi ekonomi yang kuat sebagai tolak ukur kehidupan manusia dengan metode melalui pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan. Keempat, Revitalisasi pemahaman keagamaan yang selama ini masih dalam keterbelakangan. Kelima, mengedepankan nasionalisme Islam dan menghindari budaya politik yang bersifat menghancurkan diri kita dengan berbagai macam sikap yang tidak baik seperti sikap politik hedonisme yang tidak mementingkan aspek sosiologis dan religiusitas.

Pada diktum yang kelima ini penulis ingin memeberikan contoh seperti ditaman menteng jakarta pusat terdapat patung Barack Obama kecil seorang presiden Amerika Serikat yang selama ini memerangi umat Islam ditimur tengah dengan berbagai macam bentuk, patung tersebut menandakan sebuah penggambaran kepahlawanan Barack Obama oleh karena pernah bersekolah di SDN Menteng Jakarta pusat. Tolak ukur kepahlawanannya dimana ?, Obama di Indonesia memperjuangkan apa ?, mengapa para pahlawan yang dahulu bersimbah darah dimedan perjuangan tidak dipatungkan ?. penulis kira semua itu adalah sikap politik hedonisme dan penghianatan terhadap sikap nasionalisme. Dalam suatu bangsa dan kekuasaan politik tidaklah mengenal kata sahabat yang harus ditempatkan dimana-mana saja, namun harus dengan sikap sopan dan santun tanpa mengkhianati semua keringat perjuangan warga negara. Ini adalah kesalahan yang tak termaafkan, mereka lebih mementingkan proyek pribadi dari pada kepentingan bangsa dan negaranya.

5. Islam Fundamentalisme

Menurut Dr. Haedar Nashir mengatakan bahwa fundamentalisme sebagai istilah akademik yang muncul pada tahun 1950-an dan belum terdapat dalam oxford english Dictionary, sehingga dikatakan sebagai new concept (konsep baru) dan new social force (kekuatan sosial baru). Fundamentalisme cenderung menekankan pada kemurnian atas seperangkat doktrin yang diterima. Fundamentalisme bukan hanya ingin berbeda dengan tradisi lain, akan tetapi menilak semua ide yang didialogkan di tengah publik. Fundamentalisme tidak lagi diterima apa adanya akan tetapi dikukuhkannya. Fundamentalisme berbahaya karena dianggap membawa potensi kekerasan baik dalam kontek agama, keluarga, etnik dan masyarakat. (Dr. Haedar Nashir; Islam Syariat Refroduksi Salafiyah Ideologis Di Indonesia; 2007 : 185, Penerbit; PSAP Muhammadiyah—Menteng Jakarta Pusat).

Fundamentalisme Islam sebenranya berasal dari agama kristen protenstan yang menafsirkan bible secara literal dan semua manusia memrintahkannya untuk menerima bible. Namun diabad ke 20 ini fundamentalisme Islam berkembang kedalam doktrin Islam yang dikenal dengan sebutan Fundamentalisme Islam. Ketikan gerakan ini masuk, maka tafsiran terhadap gerakan ini direkonstruksi dalam dua tahap pemahaman yaitu paham positif dan negatif. Kalau paham positif, lebih mengaraj epada pengembalian ajaran Islam kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Dan apabila fundamentalisme dimakani dalam konteks negatif berarti ekstrem dan radikal. (Dr. Haedar Nashir; Islam Syariat Refroduksi Salafiyah Ideologis Di Indonesia; 2007 : 185, Penerbit; PSAP Muhammadiyah—Menteng Jakarta Pusat, Ibid hal 185).

Menurut Dr. Haedar Nashir mengatakan bahwa Islam fundamentalisme memiliki pandangan dunia yang bersifat tradisional yang tidak mengalami perubahan (ketidakberubahan) mengenai ajaran Islam. Bahwa semua doktrin yang benar sydah ada sejak Nabi Muhammad saw dan aturan hukum yang berlaku untuk prilaku manusia sudah tercantum dalam Al Qur’an dan sunnah Nabi serta Rasul telah final dan harus di pertahankan. Dalam kaitan itu juga bahwa fundamentalisme memiliki pandangan negatif tentang penindasan perempuan yang tidak memakai kerudung, pingitan dan pemilahan; kekejaman sanksi atas norma agama, panatik terhadap keyakinan, permusuhan terhadap orang-orang barat, patriakalisme dan kecenderunga terorisme. Islam fundamentalisme memiliki refresentasi dari komonitas masyarakat Islam dan memiliki tiga pandangan utama dan ciri-cirinya adalah; pertama, kontrol terhadap perempuan; kedua, praktik politik menentang pluralisme; ketiga, penyatuan agama dengan politik. Fundamentalisme Islam sebagai gerakan dan pemikiran yang sudah menjelma dan tetap tumbuh dibelahan dunia manapun sebagai fakta sosiologis dan ideologs Islam. Gerakan ini telah menjadi fenomena gerakan transnasional kontemporer yang tumbuh dibelahan bumi ini pasca revolusi Islam Iran tahun 1979, kendati akar sejarah dan basis nilai tumbuh sebelum itu dan memiliki pertambatan pada semangat kebangkitan dan orientasi tertentu dari ajaran Islam. (Dr. Haedar Nashir; Islam Syariat Refroduksi Salafiyah Ideologis Di Indonesia; 2007 : 186, Penerbit; PSAP Muhammadiyah—Menteng Jakarta Pusat).

6. Islam Neomodernisme—Liberalisme

Dalam buku Haedar Nashir menjelaskan tentang neomodernisme merupakan kritik terhadap modernisme klasik. Modernisme klasik menurut Fazlur Rahman memiliki dua kelemahan, pertama, modernisme klasik menguraikan secara tuntas mwtodologinya secara semi—implisit terletak dalam menangani masalah-masalah khusus dan implikasinya dari prinsip-prinsip dasar. Kedua, masalah ad hoc yang dipilihnya merupakan masalah yang berlaku didunia barata sehingga terkesan menjadi agen westernisasi. Neomodernisme sampai batas tertentu bersentuhan dan terkait dengan pemikiran sekuler. Di tingkat pemikir muslim terjadi perbedaan pemahaman tentang sekulerisme. Sebagaian memahaminya sebagaimana pengertian dalam pemikiran Barat yakni pemisahan antara agama dengan urusan-urusan negara dan memperkecil urusan agama dalam kehidupan manusia. Muhammad Imarah yang dikutif oleh wijaya dan teruskan oleh haedar Nashir dalambukunya mengatakan bahwa ada empat karakteristik pemikiran sekuler yang meleburkan dalam teori gerakan Islam Neomodernisme dikalangan pemikir muslim adalah sebagai berikut : (1) menyamakan nash-nash Islam dengan pendapat manusia; (2) Agama adalah urusan pribadi yang tidak berkaitan dengan urusan sosial kemanusiaan, politik dan ekonomi maupu budaya; (3) adanya pertentangan agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) barat merupakan solusi untuk mencapai kemajuan dan kemodernan. (Dr. Haedar Nashir; Islam Syariat Refroduksi Salafiyah Ideologis Di Indonesia; 2007 : 189, Penerbit; PSAP Muhammadiyah—Menteng Jakarta Pusat).

Menurut Haedar Nashir lebih lanjut dalam bukunya mengatakan bahwa pemikiran modernisme dan neomodernisme memiliki pertautan yang erat dengan mengarah kepada liberalisme. neomodernisme dipahami sebagai gerakan yang cemderimh liberal dan progresif serta sintesis antara pemahaman Islam tradisional dengan Islam modernisme atas rasionalitras dan ijtihad. Adapu maksud dengan Islam liberal adalah sebagai berikut : komitmen terhadap rasionalitas dan dan pembaharuan suatu keyakinan akan pentingnya kontekstualisasi keyakinan ijtihad dan metodologi penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme dalam agama maupun proses pemisahan agama dari politik serta urusan sosial kemanusiaan. Pandangan Islam liberal tidak ingin terjebak pada pandangan Ilam yang bersifat verbal—harfiah (tekstual) tentang Islam. bagi kaum muslim liberal bahwa Al Qur’an sederajat dengan hakekat wahyu, namun isi dan makna pewahyuan pada dasarnya tidak bersifat harfiah—verbal. kareana kata-kata dalam Al Qur’an tidakl secara langsung mengungkapkan makna pewahyuannya. Krena itu diperlukan pemahaman yang berbasis pada kata-kata dalam Al Qur’an tetapi tidak terbatasi oleh kata-kata dan mencari apa yang sesungguhnya yang hendak diungkapkan dalam bahasa Al Qur’an. (Dr. Haedar Nashir; Islam Syariat Refroduksi Salafiyah Ideologis Di Indonesia; 2007 : 190, Penerbit; PSAP Muhammadiyah—Menteng Jakarta Pusat).

Islam liberal sangat berbeda dan kontras dengan Islam adat (tradisionalisme) dan Islam revivalis yang ingin menghadirkan masa lalu untuk modernitas. Islam liberal melihat keterbelakangan umat Islam sebagai penghalang modernitas untuk kemajuan ekonomi, politik, budaya demokrasi, HAM dan hukum. Islam liberla muncul diantara gerakan revivalis sebagai antitesis masa depan Islam yang dimulai muncul pada abad ke 18. Dimana abad ke 18 ini merupakan abad yang subur dalam masa pergulatan pemikiran dan perdebatan Islam. Dalam konteks in disebutkan oleh kurzman yang dikutif oleh Haedar Nashir dalam bukunya bahwa Islam liberal diidentifikasikan dengan berbagai karakter yang melebur dalam pemikiran Islam modernisme. Tokoh-tokoh yang meraka suka dimesir dan indonesia adalah Muhammad Abduh, Syaikh Waliyullah, dan KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah pada tahun 1912). (Dr. Haedar Nashir; Islam Syariat Refroduksi Salafiyah Ideologis Di Indonesia; 2007 : 191, Penerbit; PSAP Muhammadiyah—Menteng Jakarta Pusat).

Integrasi Harakah Fil Islam Sebagai Payung Keberagaman Karakteristik Islam; Model Penyatuan Dan Proses Pembentukan Masyarakat Islam Damai—Berkemajuan—Sebenarnya.

Membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya memang sangatlah suddsah dan kompleksitasnya sangat kuat. Mempertemukan berbagai lonsep keberagaman dari apa yang mereka pahami adalah sebuah pemikiran tidak mungkin terjadi dan bisa terjadi pada komunitas Islamyang kita pahami. Kalau hal itu dilakukan tanpa proses dialog interaktif dan terbuka tentang sebuah pemaknaan doktrin Islam, maka proses pembentukan dan penyemaian ide masyarakat Islam tidak bisa berjalan dengan baik dan tetap dalamkeadaan sektarian instingtif (berfikir individualis dan pemahaman sendiri). Begitu juga sebaliknya seandainya seluruh komponen gerakan Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya haruslah terlebih dahulu mencari sebuah entitas bersama dan pemikiran yang bisa menengahi dialog gerakan agar semua elemn tidak merasa dirugikan. Pemikiran tersebut dapatlah menjadi agenda bersama dan gagasan bersama untuk memaksimalisasikan sebuah target untuk menyadarkan dan selalu memebrikan kesadaran tanpa harus dimaknai dalam identitas sendiri.
Kita sekarang melihat fenomena bahwa masing-masing komponen gerakan tidak mengajukan sebuah gagasan masa depan akan tetapi melanggengkan perdebatan yang tak pernah habis tentang diri dan identitas bendera sendiri. Dalam hal ini memang kewajiban untuk memeliharan dan melindungi identitas akan tetapi ada ranah yang berbeda dan tak terlupakan yaitu pemberdayaan, umat, berdakwah amar ma’ruf dan nahi mungkar, penguatan sosial politik, pemebrantasan TBC, memperkuat wilayah pendidikan Islam, menghargai kebebsan individu, membentuk kekuatan dan saluran politik Islam, mencegah radikalisme, bebas menyatakan pendapat dan menjamin hak azasi manusia sesuai dengan persfektif Al Qur’an dan As Sunnah.

Dari berbagai rujukan gerakan Islam diatas dapatlah kita mengambil sebuah pola kesadaran harakah fil Islam yang berada dibawah naungan Islam yang murni yakni Al Qur’an dan Sunnah Rasul saw. Kesadaran keislaman untuk memperhatikan keberagaan dan bentuk berfikir seluruh gerakan Islam maka hal-hal yang dianggap perlu adalah tetap mempertahankan dalam konteks Islam yang sebenarnya dan kembali pada Islam murni. Tanpa harus mendoktrinasi pada wilayah teologi tertentu dan meyakininya serta tidak melanggengkan tradisi keagamaan seperti peringatan Maulid Nabi saw. dan pembacaan yasinan secara bersma-sama. Akan tetapi kemudian, pola keislaman dihadapkan dengan gelombang kritik masing-masing kelompok terutama Muhammadiyah yang berusaha melenyapkan tradisi-tradisi tersebut dan bid'ah serta menawarkan konsep-konsep Islam yang murni, komprehensif, dasar-dasar pemikiran Islam, politik Islam, budaya Islam, gerakan sosial Islam dan ekonomi Islam maupun corak pemerintahan Islamtapi belum jelas. Gerakan Muhammadiyah tetap mempertahankan proses dakwah mereka yakni amar ma’ruf dan nahi mungkar untuk menghilangkan TBC dalam kehidupan ber-Islam dan melakukan penyadaran agar umat kembali kepada ajaran Islam murni.

Dinamika sosial-politik berdampak besar dalam memandang realitas sebagai ganti pandangan teologis yang senantiasa melihat masyarakat dari kacamata agama. Interaksi pemikiran dengan kelompok oposisi dan pengkajian ulang terhadap problema-problema sosial. Aspek-aspek tersebut mempunyai andil dalam kembalinya Islam. Ditengah konflik keleompok seperti itu, tentu tidak memiliki nilai yang bisa kita andalkan untuk memberikan Islam pada ruang yang besar. Maka seharusnya terjalin kerja sama antara kelompok tradisional, salafi, rasional, modernisme, liberalisme, neomodernisme, fundamentalisme dan menyatukan dalam konteks gagasan antara tradisi, teks, ijtihad (pemikiran), politik, eknomi, sosial budaya dan realitas kehidupan masyarakat. (Syekh Muhammad al-Ghazali Dalam Jurnal Islam Paramadina. op.cit)
Kerjasama tersebut dapatlah terealisasi penerapannya ketika memperhatikan tujuh hal-hal yang sangat perlu doperhatikan adalah sebagai berikut. Pertama, Segala aktivitas harus didasarkan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kedua, komprehensif dan relevansi Islam untuk atas segala dimensi kehidupan manusia. Ketiga, pentingnya kerja kolektif atau berjamaah yang terorganisasi untuk mengadakan perubahan epistemologis dan metodologi Islam dalam rangka menerapkannya sebagai sistem kehidupan dan peradaban yang praktis. Keempat, pembebasan dari taklid terhadap tradisi masyarakat yang dapat merusak ketauhidan. Kelima, upaya untuk mewujudkan masyarakat iIslam yang damai dan sebenar-benarnya yang mempunyai rasio terbuka dan bebas memahami perkembangan realitas lokal (nasional) dan global. Keenam, harus diakui kalau terjadi perbedaan pendapat dengan saling menghargai dan menghormati dalam hal-hal ijtihadiyah dan harus di ikutsertai umat Islam untuk menentukan proses tersebut. Ketujuh, segala sesuatu yang harus dibicarakan harus saling mengetahui dan mendapat perwakilan setiap kompoen untuk duduk di dalam majelis umat.

Gagagsan harakah fil Islam merupakan slogan untuk integrasi dalam bentuk persatuan yang damai dan diwarnai dengan dialog baik antar umat Islam maupun non Islam, yang sangat perlu di tanam adalah pemahaman gerakan dialogisasi yang siap menerimah perdebatan dan dialog apapun tentu dengan prinsip-prinsip Islam yang mendasar. Selain itu juga tidak ada pembatasan terhadap gerakan Islam selagi memiliki pandangan untuk membumikan dan mengintegrasikan diri dalam suatu komponen Islam yang damai dan berkemajuan. membnagkitkan harakah fil Islam bukanlah dalam konteks radikal untuk menuntut segala sesuatu yang kurang. Akan tetapi pekerjaan untuk mengintegrasikan saja dalam internal komnitas Islam memiliki kesulitan yang lebih besar dan belum memikirkan agenda dialogisasi dengan berbagai macam komponen baik Islam maupun non Islam dari segala bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi yang didalamnya termasuk politik, budaya, ekonomi, sejarah, sosiologis, humanisasi nilai, perdamaian dan lain sebagainya. Sehingga umat Islam bukan hanya terbatas pada gerakan jalanan atau sebagai oposisi, akan tetapi umat Islam bisa mengenal Islam dengan aman, damai, masyarakat yang baik dan menganggap Islam sebagai solutif dari segala bentuk model dan macam kehidupan.
Dalam kaitannya dengan Islam, kebangkitan merupakan fenomena idealisme keagamaan. Agama yang diturunkan oleh Zat yang Maha Absolut (Islam) tentu tidak mengenal batas-batas ruang dan waktu atau etnis dan kelas sosial. Kaum muslimin selalu berusaha menuju pada titik kesatuan umat (terintegrasi) dengan berdasarkan pada keimanan kepada Allah yang Maha Esa, kesatuan prinsip dasar, kesatuan masa depan manusia, kesatuan tujuan hidup, kesatuan syariat, dan kesatuan gerakan persaudaraan dan persekutuan dalam ilmu, harta, dan kekuasaan. Maka setelah gerakan kebangkitan memercayai kesatuan keagamaan, biasanya mereka kembali kepada kesatuan sejarah yang unsur-unsur pentingnya terdapat di segala penjuru. (Syekh Muhammad al-Ghazali Dalam Jurnal Islam Paramadina. op.cit)

Harakah Fil Islam : Dialog Antar Agama—Memperbaiki Citra Manusia Dalam Tuhan

Bagi penulis peran dialog generasi Islam dan antar agama sangat penting, oleh karena untuk melihat kemampuan diri kita dalam memberdayakan kebaikan dan menjamin keberagaman dalam konteks masyarakat yang damai dan sejahtera. Menurut Imam Feisal Abdul Rauf dalam bukunya ”Suara azan diatas puing-puing WTC” mengatakan bahwa agama bertujuan menghubungkan manusia dengan Tuhannya, dan tidak pernah bertujuan membangkitkan massa masyarakat untuk melakukan suatu kekerasan dan penyerangan. Agama berbicara tentang penyingkapan tabir yang selama ini menghalanggi kita yang diukur dengan seberapa baik tentang Tuhan. Amal keagamaan kita diukur dengan betapa baik amal itu untuk mencapai tujuannya, dan amal ini berkurang nilainya apabila dia tidak berhasil menilai dan menimbulkan cinta kepada Tuhan. Bila suara kita dikumpulkan sama-sama untuk mempromosikan ketunggalan Tuhan dan manusia, maka kesalahan kita telah mencapai sasarannya. (Imam Feisal Abdul Rauf; Suara Azan Diatas Puing-Puing WTC Dakwah Islam Di Jantung Amerika Pasca 9/11, terbitan HarperCollins, New York; hal 2004 ; 340, Terjemahan Penerbit Mizan Bandung).
Sebenarnya spiritualitas umat manusia bagaimana melihat keberagaman itu dengan konspe ketuhanan, sehingga kita diwaktu melihat dan melakukan segala sesuatu mencermnkan nilai kemanusiaan dengan tidak membebani nilai ketuhanan, agar umat Kristen, Yahudi, Muslim, Budha, dan lain sebagainya yang dikategorikan dalam agama bumi dan langit, harus memancarkan sikap cahaya dan menanam kebaikan terhadap sesama manusia, oleh karena pada nilai itulah terdapat keridhaan Allah swt. Apabila agama ini kita hadirkan dan kita pertemukan dengan berbagai spektrum kekerasan dan kemurkaan maka sesungguhnya mereka melakukan perlawanan terhadap Tuhan itu sendiri. wawasan sederhana ini membawa kita pada kesimpulan yang menantang banyak umat manusia terutama umat muslim dengan penganut agama lainnya denganmembagi takdirnya dimana Tuhan dalam hal yang sama. maka oleh karena itu dialog dalam suatu majelis dan terlibat aktif dalam mendamaikan dunia merupakan sesuatu hal yang sangat mulia dan indah. kemudian mengharuskan diri kita juga untuk terlibat dalam dimensi perintah yang paling mendasar adalah secara vertikal yakni memahami tentang tata cara orang menyembah Tuhan tentu dengan konsepsi dakwah yang damai dan indah. dan secara horisontal yakni melibatkan seluruh komponen ulama, cendikiawan, akdemisi, aktivis dan umat slam itu sendiri untuk terlibat dalam spektrum dialog dan kemudian secara bersama pula memerbaiki masyarakat secara baik dan benar tanpa ada suatu kekerasan. Jika kita mnerima prinsip bahwa mencintai Tuhan juga mencintai sesama manusia, maka dialog antar agama dan manusia terjalin dengan baik. Selain itu juga kita bisa bekerja dengan semua orang dalam konteks lintas agama dengan melihat keridhaan Tuhan satu sama lainnya, dan ini juga merupakan sesuatu hal yang mengingatkan diri kita untuk visi dunia yang damai. gerakan dialog antar agama sekarang ini sangatlah dibutuhkan. Sala satu sasaranya adalah tunjukan kepada publik bahwa Islam dan agama lainya selalu damai. Dan bagaimanapun juga bukanlah penyebab suatu konflik. Menurut Rabi Aethur Schneier yang dikutif oleh Imam Imam Feisal Abdul Rauf dalam bukunya yang mengatakan bahwa dizaman kitab sekarang ini, bahwa agama bukanlah penyebab daripada konflik, meskipun agama seringkali dijadikan alasan;.....agama, sayangnya, merupakan perbedaan diantara kelompok-kelompok yang bersengketa, dan akibatnya sering dianggap bertanggung jawab atas terjadinya konflik. yang sangat menonjol bahwasanya ketika terjadi konflik akan terdengar suara-suara yang menunjukan apa yang sebenarnya memicu konflik itu dan menjauhkan agama darinya serta mengajak kita bersikap toleran dan memahami dengan penuh kasih sayang. Brutal, kejam, dan tidak manusiawi atas nama Tuhan merupakan pemutar balikan agama dan perintah Tuhan kepada manusia. Kejahatan atas nama agama adalah kejahatan terbesar terhadap Tuhan, agama dan manusia juga. (Imam Feisal Abdul Rauf; Suara Azan Diatas Puing-Puing WTC Dakwah Islam Di Jantung Amerika Pasca 9/11, terbitan HarperCollins, New York, hal 2004 ; 341, Terjemahan Penerbit Mizan Bandung).

Sepanjang sejarah sudah ada dialog dan interaksi antara orang-orang yang memiliki agama yang berbeda, bahkan perang salib saja ketika umat yahudi dan kristiani mengempur umat Islam, justru umat Islam tidak membalas dengan dendam dan pembalasan dengan perang. akan tetapi umat Islam memaafkan mereka. Bayak orang yang takut akan ada perbenturan antara Barat dan dunia muslim, umat muslim harus percaya bahwa kemenangan dalam konteks masyarakat Islam yang sebenarnya akan kita raih suatu saat nanti, ketika umat islam mampu berdialog dan berdakwah secara baik dan benar tanpa melalui kekerasan fisik. tentu dialog tersebut dalam konteks keberimanan—ketuhanan agar pa yang kita harapkan bersama memiliki faedahnya. Islam dikukuhkan sebagai agama sudah jelas membawa kedamaian dan kesucian jiwa umatnya untuk selalu bersikap baik terhadap sesamanya, hal itu semua sudah diatur oleh Tuhan dengan berbagai kebijaksanaan—Nya kepada semua umat manusia. Umat Islam sebagai manusia yang beriman tentu memahami bahwa setiap kaum mempeunyai Rasul dan Nabi yang masing-masing membawa kedamaian dan diperintahkan oleh Tuhan yang sama, dan Nab Muhammad saw sendiri mampu berdialog dengan orang-orang yang ingin menghancurkan beliau sendiri. (Imam Feisal Abdul Rauf; Suara Azan Diatas Puing-Puing WTC Dakwah Islam Di Jantung Amerika Pasca 9/11, terbitan HarperCollins, New York, hal 2004 ; 342, Terjemahan Penerbit Mizan Bandung). Tuhan pun berpesan kepada kita semua bahwa ”wahai manusia serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang benar dan bak dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik pula. (Al Qur’an Surat An Nahl [16] :125).

Didalam berdialog ada dua aturan mendasar yang [erlu diperhatikan adalah; pertama, komfrehensifan dalam berdialog yang membandingkan mana yang benar dan mana yang tidak tentu dengan taraf yang sederajat dan setara. Hal ini mencakup tentang epistemologi, ontologi dan aksiologi, tentang ketuhanan, kitab suci, ilmu pengetahuan dan teknologi maupun prinsip dasar manusia. Mengapa hal ini sangat perlu oleh karena walaupun umat kristiani mengklaim agamanya indah dan damai akan tetapi yahudi dan israila telah memperkeruh suasana dunia menjadi teroris dunia muslim. Kontruksi inilah yang sangat perlu dijelaskan dalam konteks hubungannya serta perannya sebagai agama. kedua, biarkan setiap pihak memberikan penjelasan secara rinci dan detail tentang pemahaman mereka kepada semua orang. persolan yang kedua ini harus menggambarkan siapa mereka, bagaimana mereka, apa tujuan mereka, siapa Tuhan mereka, bagaimana mereka menyembah Tuhan, bentuk Tuhan mereka bagaimana, ritualisme mereka itu apa, Tuhan mereka hidup atau mati ?, dalam dialog ini tidak bersipat menekan, akan tetapi justru memberikan perhatian dan nasehat secara terbuka, benar, berani berbicara kebenaran dan membukan kebenaran Islam sesungguhnya, serta meningkatkan nilai kemanusiaan kepada mereka dengan mempersandingkan dengan nilai ketuhanan. Kemudian umat muslim juga sangat perlu meyampaikan beberapa hal yakni; pertama, menjelaskan hubungan khusus anytara muslim dengan umat kristiani baik dalam konteks teologis, sosial, ekonomi dan politik bahan daerah kekuasaan. kedua, militansi agama tidak ditemukan secara khas didalam dunia muslim dengan kekuatan illahiahnya dan ketauhidannya. Harakah fil Islam mengagas berbagai dialog merupakan masih sebuah gagasan yang mungkin saja bisa diterimaatau tidak. Namun harus diketahui bahwa urgensi dialog antar agama, dan umat Islam itu sendiri merupakan sesuatu yang disunnahkan demi mencapai tujuan yang mulia dan mengungkapkan kebenarang fundamental, bahwa semua manusia berbagai banyak kesamaan pada tingkat spiritualitas yang paling dalam. Sebagai manusia kita belajar mengakui empati nilai kemanusiaan dan belajar berbicara dari nilai inti manusia dan spiritual yang kita percayai bersama, kita bisa mengalahkan perbedaan superfisial dan belajar menerima perbedaan budaya dan teologi yang akan memperkaya umat manusia. Memang dialog antara manusia baik dar segi agama maupun sosial kemanusiaan merupakan manivestasi persaudaraan yang dikehendaki oleh Tuhan. Dialog antar agama dan lintas perbedaan dapatlah membuka hati kita sebagai umat manusia untuk saling meyingkap kesamaan apa yang diantara kita dan apa yang tidak ada, dengan tujuan mencari kebenaran yang kekal, Oleh karena Tuhan berbicara kepada kita melalui orang lain; kita mengetahui tentang apa yang suci dari mereka dan apa yang mereka yakini. serta memperoleh pengalaman dan pemahamna yang lebih dalam memahmai masing-masing agama diantara kita semua manusia. Oleh karena orang lain juga memiliki pemahaman tentang kebenaran yang sama seperti umat muslim. (Imam Feisal Abdul Rauf; Suara Azan Diatas Puing-Puing WTC Dakwah Islam Di Jantung Amerika Pasca 9/11, terbitan HarperCollins, New York, hal 2004 ; 343-344, Terjemahan Penerbit Mizan Bandung).
Dialog juga membentuk ikatan dan gubungan yang kuat baik pribadi maupun kolektif dan memperkuat struktur sosial yang lebih luas dan memungkinkan upaya-upaya kerjasama dengan kepedulian dan prioritas yang saling melengkapi. Tentu teori berdialog haruslah dikedepankan agar tidak meyinggung perasaan orang lain dan tidak membahayakan pihak lainnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan menjadi tatangan dalam berdialog adalah sebagai berikut :
 Membuat bahasa dan citra religius kita mudah dimengerti dan bermakna diluar konteks religius kita sendiri.
 Berhati-hati dalam kita mengunakan kepercayaan diri dan tidak mengedepankan sikap egoisme dalam berbicara.
 mempunyai komitmen pada cara pengkomonikasian dan kebersamaan yang menegaskan kemanusiaan dari semua yang hadir.
 bersepakat pada cara melihat perbedaan, dan mengetahui prinsip-prinsip semabari menghormati kemanusiaan sebagai peserta. Dengan mengesahkan forum dialog, kita membina dan mendorong hasilnya.
 Mencari landasan umum, pada dasarnya dialog bukanlah sebuah debat juga bukan sebuah diskusi, tetapi pada dasarnya mencari sebuah kebenran dan tujuan inti.
 Santun dalam berbicara dan berprilaku, memperhatikan bagaimana bahasa yang digunakan serta mempengaruhi dan memahami orang lain dan bersikap jujur bagaimana bahasa orang lain mempengaruhi kita. (Imam Feisal Abdul Rauf; Suara Azan Diatas Puing-Puing WTC Dakwah Islam Di Jantung Amerika Pasca 9/11, terbitan HarperCollins, New York, hal 2004 ; 345-346, Terjemahan Penerbit Mizan Bandung).