Sekarang ini sedang menghadapi transisi globalisasi dengan mensentralkan kebijakan untuk mengefektipkan pembangunan baik jangka panjang maupun menengah। Namun kita melihat realitas yang ada bahwa di berbagai daerah bojonegoro belum menunjukkan elan vitalnya untuk merealisasikan visi kesejahteraan dan lamban dalam mengapresiasikan cultur global। Sebagaimana kita ketahui bahwa agenda pemerintahan sekiranya mengambil langkah konkrit dalam menata kebijakan daerah sehingga nasib masyarakat bojonegoro dapat meningkatkan laju perekonomian dan basis perdagangan serta transaksi ekonomi yang tinggi। Hal ini perlu di perhatikan karena seluruh aspirasi dan kesejahteraan masyarakat bojonegoro tersumbat yang di akibatkan oleh tidak maksimalnya kebijakan. Sementara arus globalisasi yang justru sedang merambah semakin menunjukan geliatnya dalam melakukan penekanan terhadap sistem kebijakan itu sendiri. Menghadang arus globalisasi tidak mudah seperti membalik telapak tangan, kini pemerintah harus yakin dan memperkuat basis kebijakan yang sifatnya indefenden tanpa ada intervensi yang mengakibatkan pola strategis pembangunan tersebut terganggu. Hal ini dapat diukur pada transaksi perekonomian dan program strategis pembangunan yang selalu mengalami devisit anggaran sehingga visi program pememrintahan yang seharusnya tepat waktu kemudian menjadi lamban realisasinya.Sekarang ini seluruh komponen masyarakat harus siap membantu pemerintah dalam proses pembangunan, agar visi pemerintah bisa tercapai sebagaimana mestinya. Kendati yang menjadi keharusan adalah bojonegoro harus menjadi daerah yang aman, tenteram, damai, sentosa, dan tolak ukur daerah kesejahteraan. Maka dengan demikian arus globalisasi sangat mudah untuk di siasati dan di fasilitasi dalam ranah masyarakat sebagai bentuk apresiatif terhadap pembangunan yang di lakukan oleh pemerintah itu sendiri. Kita bisa bayangkan kalau saja masyarakat bojonegoro mengalami keterbeakangan. Fenomena ini jangan sampai terjadi di bojonegoro, karena bojonegoro sudah zaman dahulu di kenal dengan daerah religiusnya tinggi dan dapat menerima segala bentuk perbedaan. Struktur dan alur globalisasi dapat merusak ruang dan tatanan kehidupan masyarakat apabila proses pemberdayaan masyarakat sangat lamban, maka oleh karena itu mengisi ruang pembangunan merupakan kewajiban yang harus di penuhi melalui berbagai formulasi kebijakan yang bersipat terbuka dan produktif, agar bisa menghasilkan output yang baik. Dalam hal ini pemerintah dan DPR harus menawarkan konsep bagi masyarakat dalam visi kesejahteraan sebagai tahapan realisasi program dan bisa melaksanakan agenda Otonomi kesejahteraan bermaksud menjadikan daerah bojonegoro sebagai basis dan tolak ukur daerah kesejahteraan melalui berbagai produk kebijakan yang bersifat proo poor dan merakyat. Kebijakan seperti ini akan bisa berjalan ketika ada kontrak sosial bersama seluruh komponen masyarakat sebagai manivestasi kebijakan yang akan di tetapkan dan meretas persoalan otonomisasi itu sendiri. Kontrak sosial ini bukanlah dimaknai sebagai kepentingan golongan, akan tetapi, sebagai alur aspirasi masyarakat untuk di penuhi. Selain kontrak sosial, juga dapat meningkatkan kapasitas pendapatan masyarakat melalui kebijakan aspiratif, kebijakan produktif dan kebijakan keadilan hukum. Kebijakan ini harus sejalan dengan nafas pemerintahan daerah agar masyarakat menggunakan peluang tersebut dalam jangka panjang dan menengah. Otonomi kesejahteraan harus terlibat dan bersifat mengikat maupun berkelindan dengan kebijakan pemerintah pusat. Karena formulasi otonomi kesejahteraan di tuntut untuk melakukan pengelolaan terhadap seluruh potensi kekuatan produktivitas ekonomi dan perdagangan seperti pajak, retribusi daerah, pungutan, memberikan peluang usaha yang adil kepada para pedagagang dan pengusaha.
Untuk mendukung otonomi kesejahteraan tentu harus ada upaya reformasi birokrasi untuk pelayanan masyarakat sangat di prioritaskan. Reformasi birokrasi diarahkan pada pembentukan karakter dan pelayanan kesejahteraan secara mendalam dan efisien, sehingga harapan pemerintah daerah dapat di wujudkan. Tolak ukur keberhasilan kebijakan reformasi birokrasi adalah adanya kehendak bersama untuk membangun kesadaran yang optimal. Aspek yang perlu adalah pengelolaan birokrasi sebagai basis pelayanan masyarakat yang terpadu, efektif dan kolektif Selain itu juga harus dimantapkan formulasi wacana dan implementasi pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah daerah sebagai landasan penentuan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan daerah. Implementasi kebijakan pembangunan dalam rangka pelayanan kesejahteraan masyarakat harus stabil, dinamis dan pemetaan pada proses pertumbuhan yang tinggi, merata dan adi. Pencanangan pembangunan tersebut harus melalui tahapan yang benar dan berdasarkan hasil kontrak sosial yang di sepakati bersama masyarakat. Hal-hal yang sangat perlu diantisipatif dalam proses pembangunan adalah Pertama; memastikan pelaksanaan pembangunan daerah dalam stabilitas politik yang menghasilkan regulasi dimana diterbitkan sejumlah peraturan yang tidak mengakibatkan adanya ketertutupan baik pengendalian yang dilakukan oleh pers mapun pengontrolan masyarakat. Kedua; pengelolaan pertumbuhan ekonomi harus menghasilkan pemerataan, tanpa ada pengambilan hutang luar negeri. Syarat mutlak yang harus di hindari dalam pelaksanaan pembanguanan adalah mencegah adanya campur tangan investor asing, oleh karena faktor pembangunan daerah bisa dihambat oleh berbagai formulasi kebijakan yang di sentralkan dari pusat dan kebijakan yang tidak hegemonik oleh sistem maupun ntervensi politik kepentingan. Ketiga: proses pelaksanaan pemerataan hasil pembangunan dan pelaksanaannya harus membuka jalur-jalur distributif yang dapat diakses oleh masyarakat bawah. Sekarang ini kebijakan yang hasilkan oleh pusat dengan peradigma ekonomi konvensional muncul saat ini bercirikan pada upaya melepaskan kepedulian akan nilai-nilai ekonomi. Tentu hal ini sangatlah berpengaruh ketika bojonegoro dikatakan daerah yang memiliki potensi ekonomi yang berbasis kuat. Bagi pemerintah lebih dari itu, dalam koteks pembangunan kesejahteraan dan visi msi kepemimpinan pemerintah harus mengedepankan sebuah proses disiplin yang semata-mata ikhlas untuk melakukan distribusi kesejahteraan masyarakat dalam meretas problem kemiskinan yang ada di daerah bojonegoro itu sendiri.
Untuk mendukung otonomi kesejahteraan tentu harus ada upaya reformasi birokrasi untuk pelayanan masyarakat sangat di prioritaskan. Reformasi birokrasi diarahkan pada pembentukan karakter dan pelayanan kesejahteraan secara mendalam dan efisien, sehingga harapan pemerintah daerah dapat di wujudkan. Tolak ukur keberhasilan kebijakan reformasi birokrasi adalah adanya kehendak bersama untuk membangun kesadaran yang optimal. Aspek yang perlu adalah pengelolaan birokrasi sebagai basis pelayanan masyarakat yang terpadu, efektif dan kolektif Selain itu juga harus dimantapkan formulasi wacana dan implementasi pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah daerah sebagai landasan penentuan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan daerah. Implementasi kebijakan pembangunan dalam rangka pelayanan kesejahteraan masyarakat harus stabil, dinamis dan pemetaan pada proses pertumbuhan yang tinggi, merata dan adi. Pencanangan pembangunan tersebut harus melalui tahapan yang benar dan berdasarkan hasil kontrak sosial yang di sepakati bersama masyarakat. Hal-hal yang sangat perlu diantisipatif dalam proses pembangunan adalah Pertama; memastikan pelaksanaan pembangunan daerah dalam stabilitas politik yang menghasilkan regulasi dimana diterbitkan sejumlah peraturan yang tidak mengakibatkan adanya ketertutupan baik pengendalian yang dilakukan oleh pers mapun pengontrolan masyarakat. Kedua; pengelolaan pertumbuhan ekonomi harus menghasilkan pemerataan, tanpa ada pengambilan hutang luar negeri. Syarat mutlak yang harus di hindari dalam pelaksanaan pembanguanan adalah mencegah adanya campur tangan investor asing, oleh karena faktor pembangunan daerah bisa dihambat oleh berbagai formulasi kebijakan yang di sentralkan dari pusat dan kebijakan yang tidak hegemonik oleh sistem maupun ntervensi politik kepentingan. Ketiga: proses pelaksanaan pemerataan hasil pembangunan dan pelaksanaannya harus membuka jalur-jalur distributif yang dapat diakses oleh masyarakat bawah. Sekarang ini kebijakan yang hasilkan oleh pusat dengan peradigma ekonomi konvensional muncul saat ini bercirikan pada upaya melepaskan kepedulian akan nilai-nilai ekonomi. Tentu hal ini sangatlah berpengaruh ketika bojonegoro dikatakan daerah yang memiliki potensi ekonomi yang berbasis kuat. Bagi pemerintah lebih dari itu, dalam koteks pembangunan kesejahteraan dan visi msi kepemimpinan pemerintah harus mengedepankan sebuah proses disiplin yang semata-mata ikhlas untuk melakukan distribusi kesejahteraan masyarakat dalam meretas problem kemiskinan yang ada di daerah bojonegoro itu sendiri.