Gelorakan Pemikiran

Kamis, 17 Maret 2011

Otonomi Kesejahteraan Dalam Sorotan Globalisasi Dan Pembangunan Daerah

Sekarang ini sedang menghadapi transisi globalisasi dengan mensentralkan kebijakan untuk mengefektipkan pembangunan baik jangka panjang maupun menengah। Namun kita melihat realitas yang ada bahwa di berbagai daerah bojonegoro belum menunjukkan elan vitalnya untuk merealisasikan visi kesejahteraan dan lamban dalam mengapresiasikan cultur global। Sebagaimana kita ketahui bahwa agenda pemerintahan sekiranya mengambil langkah konkrit dalam menata kebijakan daerah sehingga nasib masyarakat bojonegoro dapat meningkatkan laju perekonomian dan basis perdagangan serta transaksi ekonomi yang tinggi। Hal ini perlu di perhatikan karena seluruh aspirasi dan kesejahteraan masyarakat bojonegoro tersumbat yang di akibatkan oleh tidak maksimalnya kebijakan. Sementara arus globalisasi yang justru sedang merambah semakin menunjukan geliatnya dalam melakukan penekanan terhadap sistem kebijakan itu sendiri. Menghadang arus globalisasi tidak mudah seperti membalik telapak tangan, kini pemerintah harus yakin dan memperkuat basis kebijakan yang sifatnya indefenden tanpa ada intervensi yang mengakibatkan pola strategis pembangunan tersebut terganggu. Hal ini dapat diukur pada transaksi perekonomian dan program strategis pembangunan yang selalu mengalami devisit anggaran sehingga visi program pememrintahan yang seharusnya tepat waktu kemudian menjadi lamban realisasinya.Sekarang ini seluruh komponen masyarakat harus siap membantu pemerintah dalam proses pembangunan, agar visi pemerintah bisa tercapai sebagaimana mestinya. Kendati yang menjadi keharusan adalah bojonegoro harus menjadi daerah yang aman, tenteram, damai, sentosa, dan tolak ukur daerah kesejahteraan. Maka dengan demikian arus globalisasi sangat mudah untuk di siasati dan di fasilitasi dalam ranah masyarakat sebagai bentuk apresiatif terhadap pembangunan yang di lakukan oleh pemerintah itu sendiri. Kita bisa bayangkan kalau saja masyarakat bojonegoro mengalami keterbeakangan. Fenomena ini jangan sampai terjadi di bojonegoro, karena bojonegoro sudah zaman dahulu di kenal dengan daerah religiusnya tinggi dan dapat menerima segala bentuk perbedaan. Struktur dan alur globalisasi dapat merusak ruang dan tatanan kehidupan masyarakat apabila proses pemberdayaan masyarakat sangat lamban, maka oleh karena itu mengisi ruang pembangunan merupakan kewajiban yang harus di penuhi melalui berbagai formulasi kebijakan yang bersipat terbuka dan produktif, agar bisa menghasilkan output yang baik. Dalam hal ini pemerintah dan DPR harus menawarkan konsep bagi masyarakat dalam visi kesejahteraan sebagai tahapan realisasi program dan bisa melaksanakan agenda Otonomi kesejahteraan bermaksud menjadikan daerah bojonegoro sebagai basis dan tolak ukur daerah kesejahteraan melalui berbagai produk kebijakan yang bersifat proo poor dan merakyat. Kebijakan seperti ini akan bisa berjalan ketika ada kontrak sosial bersama seluruh komponen masyarakat sebagai manivestasi kebijakan yang akan di tetapkan dan meretas persoalan otonomisasi itu sendiri. Kontrak sosial ini bukanlah dimaknai sebagai kepentingan golongan, akan tetapi, sebagai alur aspirasi masyarakat untuk di penuhi. Selain kontrak sosial, juga dapat meningkatkan kapasitas pendapatan masyarakat melalui kebijakan aspiratif, kebijakan produktif dan kebijakan keadilan hukum. Kebijakan ini harus sejalan dengan nafas pemerintahan daerah agar masyarakat menggunakan peluang tersebut dalam jangka panjang dan menengah. Otonomi kesejahteraan harus terlibat dan bersifat mengikat maupun berkelindan dengan kebijakan pemerintah pusat. Karena formulasi otonomi kesejahteraan di tuntut untuk melakukan pengelolaan terhadap seluruh potensi kekuatan produktivitas ekonomi dan perdagangan seperti pajak, retribusi daerah, pungutan, memberikan peluang usaha yang adil kepada para pedagagang dan pengusaha.








Untuk mendukung otonomi kesejahteraan tentu harus ada upaya reformasi birokrasi untuk pelayanan masyarakat sangat di prioritaskan. Reformasi birokrasi diarahkan pada pembentukan karakter dan pelayanan kesejahteraan secara mendalam dan efisien, sehingga harapan pemerintah daerah dapat di wujudkan. Tolak ukur keberhasilan kebijakan reformasi birokrasi adalah adanya kehendak bersama untuk membangun kesadaran yang optimal. Aspek yang perlu adalah pengelolaan birokrasi sebagai basis pelayanan masyarakat yang terpadu, efektif dan kolektif Selain itu juga harus dimantapkan formulasi wacana dan implementasi pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah daerah sebagai landasan penentuan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan daerah. Implementasi kebijakan pembangunan dalam rangka pelayanan kesejahteraan masyarakat harus stabil, dinamis dan pemetaan pada proses pertumbuhan yang tinggi, merata dan adi. Pencanangan pembangunan tersebut harus melalui tahapan yang benar dan berdasarkan hasil kontrak sosial yang di sepakati bersama masyarakat. Hal-hal yang sangat perlu diantisipatif dalam proses pembangunan adalah Pertama; memastikan pelaksanaan pembangunan daerah dalam stabilitas politik yang menghasilkan regulasi dimana diterbitkan sejumlah peraturan yang tidak mengakibatkan adanya ketertutupan baik pengendalian yang dilakukan oleh pers mapun pengontrolan masyarakat. Kedua; pengelolaan pertumbuhan ekonomi harus menghasilkan pemerataan, tanpa ada pengambilan hutang luar negeri. Syarat mutlak yang harus di hindari dalam pelaksanaan pembanguanan adalah mencegah adanya campur tangan investor asing, oleh karena faktor pembangunan daerah bisa dihambat oleh berbagai formulasi kebijakan yang di sentralkan dari pusat dan kebijakan yang tidak hegemonik oleh sistem maupun ntervensi politik kepentingan. Ketiga: proses pelaksanaan pemerataan hasil pembangunan dan pelaksanaannya harus membuka jalur-jalur distributif yang dapat diakses oleh masyarakat bawah. Sekarang ini kebijakan yang hasilkan oleh pusat dengan peradigma ekonomi konvensional muncul saat ini bercirikan pada upaya melepaskan kepedulian akan nilai-nilai ekonomi. Tentu hal ini sangatlah berpengaruh ketika bojonegoro dikatakan daerah yang memiliki potensi ekonomi yang berbasis kuat. Bagi pemerintah lebih dari itu, dalam koteks pembangunan kesejahteraan dan visi msi kepemimpinan pemerintah harus mengedepankan sebuah proses disiplin yang semata-mata ikhlas untuk melakukan distribusi kesejahteraan masyarakat dalam meretas problem kemiskinan yang ada di daerah bojonegoro itu sendiri.
Seabad Muhammadiyah Mengukir Prestasi Dalam Membentuk Peradaban Utama
Rusdianto,. S.Ip


"Karena itu, aku titipkan Muhammadiyah ini kepadamu sekalian dengan penuh harapan agar engkau sekalian mau memelihara dan menjaga Muhammadiyah itu dengan sepenuh hati agar Muhammadiyah bisa terus berkembang selamanya. (Ahmad Dahlan)

Puji syukur kehadapan Tuhan yang penuh Rahmat atas kehadiran buku ini yang di tulis oleh seorang muda yang berangkat dari daerah Nusa Tenggara Barat yakni Rusdianto. Saya mengamati penulis memiliki banyak kelebihan dan kelemahannya, sala satu kelebihannya penulis bisa menulis buku yang ada di tangan pembaca sekarang yang telah dia tulis dua tahun yang selalu, sambil menjadi aktivis ikatan mahasiswa muhammadiyah di Nusa Tenggara Barat yang kini sebagai pengurus Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Bidang Media Dan Pengembangan Teknologi. Namun di balik kelebihan ini seorang penulis ini memiliki kelemahan yang sangat luar biasa yakni tidak bisa melihat jauh apalagi membaca buku dan mengetik di komputer atau laptof, hanya berjarak tiga atau dua senti meter. Karena kesulitan itulah terkadang penulis jenuh, bahkan sering mendapat jeweran dari teman-temannya. Namun seorang rusdianto ini termasuk seorang yang hebat saya katakan seperti itu, karena saudara rusdianto hobi menulis dan membaca buku walaupun penglihatannya sungguh sulit. Tulisan ini merupakan rangkaian keberhasilan dan kehebatan seorang Rusdianto sebagai sala satu aktivis gerakan mahasiswa Muhammadiyah, ternyata keberhasilan itu di tandai oleh terbit bukunya kali pertama tentang kepemimpinan dan gerakan kaum muda untuk mewujudkan welfare state dan sekarang pun seorang penulis sebagai aktivis yang lahir dari rahim tulen IMM tanpa tergerus dengan ideologi apapun mencoba mengungkap semua persoalan muhammmadiyah dan mengagas jati diri Muhammmadiyah yang di ela borasi dalam literasi wacana bukunya yang berjudul gerak melintasi zaman : dakwah dan tajdid membentuk peradaban utama. Judul ini merupakan sebuah pandangan yang logis dan penuih makna ketika muhammadiyah m,elangsungkan muktamar satu abad di yogyakarta pada tanggal 03 – 08 juli 2010. Ketika seorang penulis datang bersama saudara fahman habibie datang ke meja saya di UHAMKA menawarka naskah bukunya yang berjudul tema muktamar muhammmadiyah ke 46. Ketika saya membaca naskah buku ada beberapa hal memang yang menjadi paradigma sebagai tawaran kepada muhammadiyah. Tawaran tersebut lebih berorientasi pada pemaknaan gerakan solutif muhammmadiyah kearah yang lebih maju dalam rangka menciptakan peradaban utama sehingga harapan akan terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya sangat elegan.
Kelahiran Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan yang didirikan oleh Ahmad Dahlan ini tidak timbul dalam ruang dan waktu serta wacana keagamaan yang semua. Akan tetapi kehadiran Muhammadiyah berada dalam paradigma gerakan sosial yang sangat kompleksitas baik di tinjau dari problem kehidupan pada era kolonialisme maupun sekarang ini. Kita ketahui bersama sejarah dalam dimensi ideologisnya maupun kulturalnya dimana ketika itu umat manusia lebih khusus lagi Islam pada tataran keindonesiaan berada pada garis dan posisi yang terpuruk dan memprihatinkan. terbelakang tingkat pendidikan yang sangat rendah, kemakmuran ekonomi di perparah oleh konsfirasi para pemangsa ekonomi rendahnya kemampuan mobilitas politik yang tak berdaya. Apalagi selama ini selalu membudayanya paham dan praktek keberagamaan yang bersifat mistik. Dari kondisi umat yang seperti ini, tentunya sangat sulit bagi bangsa saat untuk keluar dari penjajahan
Dalam buku ini, saya ingin mengucapkan selamat atas umur panjangnya Muhammadiyah yang sampai seratus tahun atau satu abad, dengan berkiprah tanpa mengenal lelah walaupun mash banyak yang harus dilakukan oleh Muhammadiyah. Dengan umur 100 tahun ini Muhammadiyah telah memberikan arti dalam guratan jiwa bangsa ini untuk membentuk dirinya dalam satu kesatuan, banyak berkiprah para tokoh Muhammadiyah dalam mempererat tali persaudaraan di tengah pluralitas bangsa dan kemajemukan masyarakatnya. Sesuai dengan tema muktamar satu abad Muhammadiyah merupakan sebuah ijtihad pemikiran yang mencoba melintasi apa yang menjadi tantangan di abad keduanya dengan pandangan berbagai krisis baik ekonomi, politik, kebudayaan dan sosial kemanusiaan. Dalam abad kedua ini banyak harapan yang terkuak dari berbagai elemen kader sampai simpatisan maupun masyarakat dengan memberikan harapan pada Muhammadiyah agar sekarang ini mulai bercermin pada aspek sosiologis dan aspek keagamaannya dengan melakukan pengembangan berbagai bidang kehidupan masyarakat agar sarana dakwah Muhammadiyah dapat menembus batas kemiskinan masyarakat bangsa ini. Sesuai dengan aman. Ahmad Dahlan dalam pemikiran Al Maunnya dan terma muktamar Muhammadiyah satu abad itu harus di komparasikan dengan berbagai kemungkinan yang telah terjadi maupun sebelumnya kedepannya. Oleh karena pada forum muktamar itulah kita harus memperhatikan seluruh komponen yang belum tergerak dalam Muhammadiyah termasuk refleksi terhadap kiprah majelis Semua majelis tersebut harus berfungsi sebagaimana tupoksi kerjanya sehingga gerakan Muhammadiyah lebih kelihatan geliatnya untuk memberdayakan masyarakat. Sebagai yang telah di singgung oleh penulis yang di fokuskan dalam tulisannya bahwa kelihatannya tidak ada geliatnya dalam melakukan pemberdayaan baik dari pusat hingga daerah. Maka oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan peran nasional dan ketahanan, maka Muhammadiyah dengan modal cita dan tujuan sebagai corong untuk menciptakan peradaban utama dan muhammmadiyah juga mengambil momen pemberdayaan dengan konsep berbasis keislaman. Oleh karena sekarang ini peran keislaman muhammmadiyah juga merupakan sentral kita berfikir yang senantiasa menjadi perhatian kita bersama dan juga umat Islam merupakan bagian terbesar dari bangsa ini. Sejak semula telah kita sadari bahwa kuatnya ketahanan ekonomi bangsa ini, ketika ada agar komitmen muhammadiyah sebagai oerganisasi keagamaan untuk bergerak dalam ranah keislaman yang berbasis kerakyatan demi mencari format baru paradigma solutif umat. Maka oleh karena itu peningkatan dan pengembangan gerakan dakwah dan tajdid muhammmadiyah sebagai berbasis keislaman tentu harus menjadi paradigma utama dalam gerak laju pembaharuan Muhammadiyah di abad kedua ini. Ada berbagai hal dan menjadi faktor utama dalam pengembangan Muhammadiyah sebagai umat manusia dengan tujuan membentuk peradaban utama ditengah arus globalisasi. Selama perjalanan panjang 1 abad berdirinya, Muhammadiyah telah mengalami berbagai macam tantangan zaman. Mulai dari zaman penjajahan, zaman revolusi, demokrasi parlementer, hingga reformasi. Selama itu pula Muhammadiyah menjalani pasang-surut pergerakan. Namun, tetap saja bahtera Muhammadiyah mampu bergerak dengan mantap.
Di usianya yang telah mencapai 1 abad tahun ini. Harus ada refleksi mendalam. Usia ini tergolong amat renta bagi seorang manusia. Namun, bagi sebuah organisasi bisa jadi ini usia reflektif, untuk melihat apa saja yang telah dicapai selama 1 abad belakangan. Rosyad Soleh mengatakan bahwa mencatat bahwa Muhammadiyah adalah satu dari minoritas ormas yang keberadaannya merata di hampir seluruh wilayah Indonesia. Boleh dikata, tak ada satu kabupaten/kota di negeri ini yang tidak mengenal Muhammadiyah. Sampai saat ini, di 33 provinsi di Indonesia ini telah berdiri Wilayah Muhammadiyah (PWM). Dengan 366 kota/kabupaten di antaranya telah berdiri Daerah Muhammadiyah (PDM). Jumlah Cabang Muhammadiyah (PCM) saat ini pun sebanyak 2.930 buah, sedang jumlah Ranting sebanyak 6.726 buah. Di samping itu, di berbagai negara Asia, Eropa, maupun Amerika Serikat telah berdiri pula Cabang Istimewa Muhammadiyah.
Selain itu, perkembangan secara horizontal ditandai dengan semakin meluasnya usaha Muhammadiyah. Dewasa ini, usaha Muhammadiyah telah memasuki hampir seluruh bidang kehidupan. Hampir tidak ada satu pun bidang kehidupan yang tidak dimasuki oleh Muhammadiyah, kecuali politik praktis tentunya. Sampai saat ini jumlah Sekolah Muhammadiyah, sejak tingkat Dasar sampai Menengah Atas, berjumlah 7.307. Jumlah itu masih ditambah lagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) sebanyak 168. Jumlah Rumah Sakit/ Balai Pengobatan sebanyak 389 buah.Jumlah BPR/BT sebanyak 1.673. Jumlah Masjid sebanyak 6.118, sedang jumlah Musholla sebanyak 5.080 buah. Jumlah yang tidak kecil dan sedikit tentunya. Dengan melihat pencapaian Muhammadiyah selama satu abad terakhir ini fantastis, namun tetap saja di butuhkan kesadaran kolektif yakni kesadaran tauhid, kesadaran iqra, kesadaran majelis dan kesadaran keislaman. Muhammadiyah tetaplah tidak sempurna dan perlu banyak pembenahan dimana-mana. Karena Muhammadiyah adalah kumpulan manusia, bukan malaikat. Ada beberapa hal yang harus di perhatikan adalah sangat perlu diperhatikan adalah istiqomah dalam berjuang. Bahwa Muhammadiyah harus terus dipertahankan sebagai gerakan dakwah yang berorientasi pada aspek sosial masyarakat dan pendidikan. Tidak perlu latah memaksakan diri untuk menceburkan diri ke politik praktis. Meski politik memang begitu penting menentukan arah kemajuan bangsa ini. Poin kedua, bahwa Muhammadiyah di masa mendatang adalah Muhammadiyah yang diisi oleh semangat yang benar-benar bisa memegang amanah dan trust.
Kemudian di dalam buku ini juga, saya ingin memberikan catatan bahwa penulis mencoba memposisikan muhammmadiyah dalam banyak aspek yakni aspek gerakan dakwah, tajdid, purifikasi, pendidikan, ekonomi, pemberdayaan serta aspek hukum maupun muhammmadiyah di tinjau dari aspek ideologis. Yang terpenting muhammadiyah tidak mencetak jutaan penganggur, melahirkan pemimpin yang amanah. Apalagi dalam konteks pendidikan muhammmadiyah jangan sampai menghasilkan manusia kalah dalam bersaing dan bermental kapitalisme global. Maka muhammadiyah harus melihat output pendidikan mudah di dikte oleh pengendali politik, ekonomi, budaya, dan militer global. Kita alami harus secara bersama bertanggungjawab untuk mendidik manusia agar memiliki integritas kepribadiannya, kritis, tangguh, progresif, religius produktif, dan memiliki visi jauh kedepannya. Mampu mendidik manusia dalam kerangka keadaban sebagai pembentukan karakter bangsa. Ketika bangsa berkarakter maka akan memiliki peluang untuk memenangkan masa depan. Sedangkan bangsa yang tidak memiliki karakter akan menjadi pecundang.
Tentunya para peimpin Muhammadiyah sebagai pelopor menciptakan keadaan yang kita inginkan bersama yakni Islam yang sebenar-benarnya. Maka oleh karena itu, Muhammadiyah harus ada kolaborasi gerakan dakwah dan tajdid sebagai payung gerakan kultural secara konsistem sehingga bisa di harapkan sebagai pelopor Islam secara lebih utuh. Keutuhan Muhammadiyah kepeloporan adalah keberhasilan melahirkan para kaum intelektual modern yang berbasis nilai dasar keislaman yang kuat dan kepribadian mampu menghadapi tantangan zaman. Muhammadiyah kemampuan holistik yakni keimanan, kesolehan, kepribadian dan kemampuan intelektual, praktikal dan sosial telah berhasil yang berorientasi pada karya dari kepeloporan dalam merintis dan mengembangkan Muhammadiyah yang bersifat menyeluruh dengan kekuatan nilai ketuhanan, dan keagamaan pada sisi kemanusiaan secara berkemajuan. Dalam muhammadiyah hendaknya dibudayakan tradisi membangun imamah dan ikatan jamaah sehingga muhammadiyah dapat tumbuh dan berkembang sebagai kekuatan gerakan da'wah yang kokoh. Dengan semangat tajdid hendaknya muhammadiyah memiliki jiwa pembaru dan da'wah yang tinggi sehingga dapat memelopori kemajuan yang positif bagi kepentingan kejayaan Islam. Setiap kader hendaknya bertanggungjawab dalam mengemban misi muhammadiyah dengan penuh kesetiaan dan kejujuran yang tinggi, serta menjauhkan diri dari berbangga diri manakala dapat mengukir kesuksesan. Sekarang kita menyadari banyak sarana menumbuhkan ide pembaharuan untuk menyelamatkan umat dari kemunduran. Komitmen nilai muhammadiyah sifatnya lebih kepada pemahaman dan penghayatan kembali tentang nilai-nilai ideologis. Betapa pentingnya nilai-nilai yang mengkristal menjadi budaya bagi sebuah organisasi. Nilai dan budaya ini menjadi faktor determinan, penentu bagi perjalanan sebuah organisasi. Selamat membaca.
The dilution of Government Trust

Tinuk Dwi Cahyani
Lecturer Faculty of Law and Laboratory Staf of Law Faculty of Law University of Malang

Election 2009 is a celebration of democracy that both in the past 10 years of successful reform of the president-elect Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), many political appointments in the Campaign. But that promise did not seem to exist in its implementation which substantib both showcased in the idea of development and tactical program president. In the national news media that the government salasatu SBY at this time only make promises like sweet honey. Government and political direction can not be stabilized towards a better community development, although some programs such terbangkalai promise of cheap public housing, memurah meriahkan fuel, maintaining national order and provide prosperity to the small people. But what is happening is this is in disregard to put forward issues and rusheffel coalition government, instead of political disputes is a major factor for menumbalkan people in political farce. Not to mention the tax issue and the bank century very much harm the State and the people themselves. Members of the legislature (parliament) would rather get stuck in counting chairs and a coalition of political slapstick in talking about policies for the welfare of its people. The party cadres would rather fight for political office for personal gain and his group so that the mainstreaming of people's welfare policy becomes stagnant and does not run.
Behavior of leaders in government and this country a lot that should be strived for in the alignment, because the people themselves are dependent on the split personality of the leaders of this country, for example on the compass poll results (17 January 2011) that satisfaction with the performance of President Susilo Bambang Yudhoyono (SBY ie 28.6% of economic factors, social welfare is only 32, 4%, political and legal security of 39.6% and 24.5%. This is only a proud achievement as well as lethal factor SBY and economic welfare of the people. So therefore, trust in the government of SBY is very faded because caused by political promises that are not in politics realisasikan.kepentingan very large coalition of promoting professionalism in politics in memikirkasn pro-people policies. But it seems to be in a vacuum chamber for the move by this government. Various issues that arise as people riot church arson, assault komonitas Ahmadiyah in Pandeglang Cikeusik, this can not be separated from the role of the state who tried to provoke all the components to create unrest, despite government's goal to sterilize all of interfaith leaders in maneuvering criticism of the government , because that SBY's administration lied to the people in the stamp of his political promises during the campaign. The erosion of trust of the people against its government is a culmination of unrest the people themselves. Although the nerve center of government policy has been damaged and much influenced by foreign interests that hope will grow the development of public welfare could no longer be together in the spirit of the commonwealth countries, but this country is still a lot of potential resources that can be in national governance to be made in joint assets good for increasing the level of the rate of economic and basic needs of its people.
The politicians, party leaders, government and economic observers are not really coordinated in one direction in order to achieve prosperity and peace as in amanahkan by the 1945 Constitution. From election to election again, no job substantib and happy hearts of the people, but that very many arise to the surface is the political attitude and a very minimal government Cultur reponnya to the problems faced by its own people. With kelunturan trus (trust) the government, of course add further misery to the people in this country think about the leader who always liked ngumbar Animashaun in and talk to the imagery itself, very fair at all if the people of Indonesia said in a script that just spit election promises and policies lie. The issue continues to occur, the case of Gaius to petty corruption becomes the central political dynamics that waste energy that is not useful at all. In fact it is the people who bear all the implications and once again the people who made in the political casualties of. The executive power in this country in the busy by the phenomenon and discourse rusheffel cabinet which resulted in the blockage of the aspiration of the people who need help from the government. In the middle of busy traffic jam of vehicles, buses, puso basic food and other carriers in the harbor peacock offerings that can reach 4 kilo meters long jams, the visit of the minister one to the other ministers there was no significant change can seek solutions to congestion at the port of peacock offerings. Congestion is also inspired jamming on the cabinet to provide services to the people and clog valves welfare state against their constituents as well. It should if this government really wants to provide a solution to the congestion that exists, then the government also must dare to make a bridge construction mangrove habitation between Java and Sumatra straits, with the aim to maximize economic peredaran people for the better and more efficient. Actually it is in desperate need of policies that are very fast and adequate to support the needs of the people of Indonesia for a whole country into a strong and strategic country in a global context, but sometimes our leaders dare to speak but was unable to run, that's the character of this nation's leadership. So therefore, this namgsa bissawab huwallah hualam not know the direction where?.
Before the Cabinet reshuffle should be the first review and consider the good and true. Because the cabinet reshuffle is vital in a State, because the cabinet that the loading could have been better than replacing a cabinet. If only like it then it will happen miskomonikasi policies that ultimately will harm its own people. Or disassemble the cabinet reshuffle is not the appropriate solution and will not achieve its goals as well, actually that should be appointed by the president should add the coordinator of all ministers who can be named Prime Minister in order to maximize welfare policies toward the people, this should be done by the president or future government.

Tinuk Dwi Cahyani is Lecturer at the Faculty of Law University of Malang and Laboratory Staff of Law Faculty of Law, University of Muhammadiyah Malang

Lunturnya Kepercayaan Pemerintah

Dosen Fakultas Hukum dan Staf Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang


Pemilu 2009 merupakan pesta demokrasi yang kedua dalam kurun waktu 10 tahun masa reformasi berhasil terpilih presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), banyak janji politik yang di kampanyekan. Namun janji tersebut sepertinya tidak ada yang substantib dalam pelaksanaannya baik yang di tuangkan dalam ide pembangunan nasional jangka panjang maupun dalam program taktis presiden. Dalam pemberitaan salasatu media nasional bahwa pemerintahan SBY pada kali ini hanya memberikan janji seperti manis madu. Pemerintahan dan arah politik belum bisa menentu arah pembangunan masyarakat yang lebih baik, kendati beberapa program yang terbangkalai seperti janji pembangunan rumah rakyat yang murah, memurah meriahkan BBM, menjaga ketertiban nasional dan memberikan kesejahteraan terhadap rakyat kecil. Namun apa yang terjadi justru hal ini di abaikan dengan lebih mengedepankan masalah koalisi dan rusheffel pemerintahan, justru kisruh politik merupakan faktor utama untuk menumbalkan rakyat dalam dagelan politik. Belum lagi persoalan pajak dan bank century yang sangat banyak merugikan Negara dan rakyat itu sendiri. Anggota legislatif (DPR) lebih suka terjebak pada hitung-hitungan kursi dan dagelan politik koalisi dari pada berbicara tentang kebijakan untuk kesejahteraan rakyatnya. Para kader partai lebih suka berebut jabatan politik demi kepentingan pribadi dan kelompoknya sehingga pengarusutamaan kebijakan kesejahteraan rakyat menjadi mandeg dan tidak berjalan.

Dalam pemerintahan dan prilaku pemimpin negeri ini banyak yang harus di upayakan untuk di luruskan, karena rakyat sendiri sudah tergantung pada split personality para pemimpin negeri ini, misalnya pada hasil jejak pendapat kompas (17 januari 2011) bahwa kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) yakni faktor ekonomi 28,6 %, kesejahteraan sosial hanya 32, 4 %, politik dan keamanan 39,6 % dan hukum 24,5 %. Ini merupakan hanya prestasi yang membanggakan SBY dan sekaligus mematikan faktor kesejahteraan ekonomi rakyat. Maka oleh karena itu, kepercayaan terhadap pemerintahan SBY sudah sangat luntur oleh karena di sebabkan oleh janji politik yang tidak di realisasikan.kepentingan politik koalisi sangat besar dari pada mengedepankan profesionalitas politik dalam memikirkasn kebijakan-kebijakan pro rakyat. Namun hal itu sepertinya berada dalam ruang yang vakum untuk di gerakkan oleh pemerintahan ini.

Berbagai persoalan rakyat yang muncul seperti kerusuhan pembakaran gereja, penyerangan komonitas ahmadiyah di pandeglang cikeusik, ini juga tidak terlepas dari peran negara yang mencoba memprovokasi seluruh komponen untuk membuat kerusuhan, kendati tujuan pemerintah untuk mensterilkan seluruh tokoh-tokoh lintas agama dalam melakukan manuver kritik terhadap pemerintah, karena memang pemerintahan SBY-Boediono di cap berbohong terhadap rakyat dari janji-janji politiknya sewaktu kampanye. Lunturnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintahnya adalah sebuah titik kulminasi dari keresahan rakyat itu sendiri. Kendati pusat saraf kebijakan pemerintah sudah rusak dan banyak di pengaruhi oleh berbagai kepentingan asing sehingga harapan akan tumbuhnya perkembangan kesejahteraan rakyat tak lagi menjadi spirit bersama dalam persemakmuran negara, padahal negara ini masih banyak potensi sumber daya yang bisa di kelola secara nasional untuk di jadikan asset bersama baik untuk peningkatan taraf laju ekonomi maupun kebutuhan pokok rakyatnya.

Para politisi, pemimpin partai, pemerintah maupun pemerhati ekonomi sesungguhnya tidak terkoordinasi dalam satu kesatuan arah demi mencapai kesejahteraan dan perdamaian sebagaimana yang di amanahkan oleh UUD 1945. Dari pemilu ke pemilu lagi, tidak ada pekerjaan yang substantib dan membahagiakan hati rakyat, akan tetapi yang sangat banyak timbul ke permukaan adalah prilaku politik dan cultur pemerintah yang sangat minim reponnya terhadap persoalan yang di hadapi rakyatnya sendiri. Dengan kelunturan trus (kepercayaan) pemerintah, tentu menambah kesedihan rakyatnya dalam memikirkan pemimpin negeri ini yang selalu lebay dalam dan suka ngumbar omongan untuk pencitraan dirinya, sangat wajar sekali apabila rakyat Indonesia menyatakan dalam sebuah naskah pemilu bahwa hanya mengumbar janji-janji politik kebohongan belaka.

Persoalan terus saja terjadi, dari kasus gayus hingga korupsi kecil-kecilan menjadi sentral dinamika politik yang menghabiskan energi yang tidak berguna sama sekali. Padahal rakyatlah yang menanggung semua implikasinya dan sekali lagi rakyat yang di jadikan tumbal politik. Para petinggi kekuasaan di negeri ini di sibukkan oleh fenomena dan wacana rusheffel kabinet yang mengakibatkan pada tersumbatnya aspirasi rakyat yang membutuhkan pertolongan dari pemerintah. Di tengah kesibukan macet kendaraan bermotor, bus, puso pengangkut sembako dan lain sebagainya di pelabuhan merak banten yang bisa mencapai 4 kilo meter panjangnya macet tersebut, kunjungan dari menteri satu ke menteri lainnya tidak ada perubahan signifikan yang bisa mencari solusi kemacetan di pelabuhan merak banten. Kemacetan ini pun menginspirasikan kemacetan pada kabinet untuk memberikan pelayanan terhadap rakyatnya dan tersumbatnya kran kesejahteraan negara terhadap konstituennya juga. Seharusnya kalau pemerintah ini benar-benar ingin memberikan solusi terhadap kemacetan yang ada, maka pemerintah pun harus berani melakukan pembangunan jembatan bakau huni antara selat jawa dan sumatera tersebut, dengan tujuan untuk memaksimalkan peredaran ekonomi rakyat agar semakin baik dan efisien. Sebenarnya hal ini sangat membutuhkan kebijakan yang sangat cepat dan memadai untuk menopang kebutuhan rakyat Indonesia seutuhnya agar negara ini menjadi negara yang kuat dan strategis dalam konteks global, namun terkadang pemimpin kita berani bicara tapi tak mampu menjalankan, itulah karakter kepemimpinan bangsa ini. Maka oleh karena itu, huwallah hualam bissawab namgsa ini belum tau arahnya kemana ?. Sebelum perombakan kabinet haruslah di kaji terlebih dahulu dan di pertimbangkan secara baik dan benar. Karena perombakan kabinet sangat vital dalam suatu Negara, karena kabinet yang di bongkar bisa saja lebih baik dari pada kabinet yang menggantikannya. Kalau saja seperti itu maka akan terjadi miskomonikasi kebijakan yang akhirnya akan menyengsarakan rakyatnya sendiri. Perombakan atau membongkar kabinet bukanlah solusi yang tepat dan tidak akan mencapai sasarannya juga, sebenarnya yang harus di tunjuk oleh presiden semestinya menambahkan koordinator seluruh menteri yang bisa di namakan Perdana Menteri dengan tujuan untuk memaksimalkan kebijakan kesejahteraan terhadap rakyat, ini yang seharusnya di lakukan oleh presiden atau pemerintah kedepannya.


Rusdianto Adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang dan Staf Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

Fait Of Multicultural

Tinuk Dwi Cahyani
Lecturer Faculty of Law Muhammadiyah University Malang


The concept of multicultural provide insight that is free for individual space for every human to be tolerant of each other in both the cultural dimensions, economic, political and sociological community itself. Multicultural require energy and thought that explores the principles of humanity. Real human birth has become a trend of difference itself so as beings should try to also understand the other. The difference must be in enrich with positive things to maintain and enhance the individual faith of all men, because such things are obligatory for the sunnah and enjoy and see the true diversity of transition. But many among men who do not understand the substance of the multicultural faith. There are still many problems violence against religion, creed, ethnicity, customs, racial and ethnic minorities so that true diversity can not be achieved. It was more a sense of discomfort caused by the move and believes, the multicultural faith was certainly replaced with a fury in diversity.

Universality of human values is no longer the icon to change the situation towards peace and good thing, but already tergadaikan by emotions that impoverished by the economic and sociological needs, no longer solve problems by force of reason intellectual thought, it soared in violence soar. Multicultural faith is an idea that should be in the Campaign for a locomotive and supplement the whole human thinking in terms of perpetuating a genuine diversity. Multicultural Faith is God's mandate that can not be compared and has a value keuniversalannya. Mirror multicultural faith must be in a room that ade calm so as to become a new energy in reducing all social anger. Again, not a principle that is valuable and beneficial to all human activity, if only social anger easily in North Sulawesi by uncontrolled emotional fire by the multicultural faith, for example with the bloody events that occurred in the name of religion and belief, causing very wide gap in mengangga front of our own eyes. This is what makes the religion which we understand in the context of the multicultural faith be dim, but religion is an instrument of enlightenment without any distinction of human faith.

Try it, we go back and check that the majority often become super power in risking his conviction, but that's the work of the individual against his Lord, whether they would be received by religion or a new religion or to create their own religion let alone have a different ideology in a particular religion as well not be a problem, although worship and cautious and only thing that distinguishes humans and ketakwaanya faith. The most important thing to know is that in this world of freedom is a very precise direction to be a barometer of whether the man is faithful and righteous or not. The freedom that the intent is the dimension of freedom and moral values, even if there are acts in the context of violence and do kemungkaran then still processed in accordance with certain legal rules that exist. Awareness of the multicultural faith is very important as the spearhead to understand and interpret the diversity in society with the aim of ensuring the freedom that is not measurable (prophetic freedom).

Multicultural understanding as suflemen awareness in society, for a sense of security and mutual respect that had been in want of us all become nature konsolidatif necessarily meaningful and foster happiness among others. Multicultural faith is very important to be in place in every corner of life and in pockets of poverty in society as the basis of universal consciousness and do not brake for anarchy. Multicultural faith must also be registered in the principles of economics, politics and culture, because it's actually very in touch with the community so that the faith factor in needing very multicultural. The phenomenon that we see today, both in the context of violence against religion, Ahmadiyah, burning churches and killing and looting everywhere and the law does not function at all to bring the justice system, this is human weakness sala one among others in understanding that multiculturalism is pillars of faith is a theological interpretation that should be placed on the conscience and strong faith, so that diversity can be maintained neat and nice.

Tinuk Dwi Cahyani is Lecturer of Law Faculty and Laboratory Staff of Law Faculty of Law University of Muhammadiyah Malang

Iman Kepada Multikultural

Tinuk Dwi Cahyani
Dosen Fakultas Hukum Fakultas Hukum

Konsep multikultural memberikan wawasan yang bebas bagi ruang individu bagi setiap manusia untuk saling bersikap toleran baik dalam dimensi kultural, ekonomi, politik dan sosiologi masyarakat itu sendiri. Multikultural membutuhkan energi dan pemikiran yang mengetengahkan prinsip-prinsip kemanusiaan. Kelahiran manusia sesungguhnya sudah menjadi trend dari perbedaan itu sendiri sehingga sebagai mahluk harus berusaha juga memahami yang lainnya. Perbedaan itu harus di perkaya dengan hal-hal positif untuk menjaga dan meningkatkan keimanan individu semua manusia, karena hal yang demikian adalah sunnah dan wajib untuk di nikmati dan di lihat dalam pancaroba keragaman sejati. Namun banyak diantara manusia yang tidak memahami substansi dari iman multikultural tersebut. Masih banyak masalah kekerasaan terhadap agama, keyakinan, suku, adat, ras dan etnik minoritas sehingga keragaman sejati itu tidak bisa tercapai. Hal tersebut lebih di sebabkan oleh rasa ketidaknyamanan dalam beraktivitas maupun berkeyakinan, maka iman multikultural pun sudah pasti tergantikan dengan sebuah amarah dalam keragaman tersebut.

Nilai-nilai keuniversalan manusia tidak lagi menjadi ikon untuk merubah keadaan kearah sesuatu yang damai dan baik, namun sudah tergadaikan oleh emosi yang termiskinkan oleh kebutuhan ekonomi dan sosiologis, bukan lagi memecahkan persoalan dengan kekuatan nalar pemikiran intelektualnya, justru membumbung tinggi dalam kekerasan yang melangit. Iman multikultural merupakan sebuah ide yang harus di kampanyekan untuk menjadi lokomotif dan suplement pemikiran manusia seutuhnya dalam kerangka mengabadikan sebuah keragaman yang sejati. Iman Multikultur merupakan amanat Tuhan yang tak bisa di bandingkan dan memiliki nilai keuniversalannya. Cermin iman multikultur harus berada dalam ruang yang ade ayem sehingga mampu menjadi energi baru dalam meredam segala kemarahan sosial. Sekali lagi, bukanlah prinsip yang bernilai dan bermanfaat bagi seluruh aktivitas manusia, kalau saja kemarahan sosial mudah di sulut oleh api emosi yang tidak terkontrol oleh iman multikultural, misalnya dengan terjadi berbagai peristiwa berdarah yang mengatasnamakan agama dan keyakinan sehingga menyebabkan kesenjangan yang mengangga sangat luas di depan mata kita sendiri. Hal inilah yang justru membuat agama yang kita pahami dalam konteks iman multikultural menjadi buram, padahal agama merupakan sebuah alat pencerahan tanpa ada pembedaan terhadap keyakinan manusia.

Coba saja, kita teliti kembali bahwa mayoritas sering menjadi super power dalam mempertaruhkan keyakinannya, padahal itu adalah pekerjaan individu terhadap Tuhan-Nya, entah mereka mau menjadi agama penghayat atau agama baru maupun membuat agama sendiri-sendiri apalagi memiliki faham berbeda di dalam agama tertentu juga tidak menjadi persoalan, kendati beribadah dan bertakwa serta hal yang membedakan manusia hanya iman dan ketakwaanya. Hal yang paling penting juga di ketahui adalah bahwa di dunia ini kebebasan merupakan kiblat yang sangat tepat untuk menjadi barometer apakah manusia itu beriman dan bertakwa atau tidak. Kebebasan yang di maksud adalah kebebasan yang berdimensi nilai dan moral, kalaupun ada yang bertindak dalam konteks kekerasan dan melakukan kemungkaran maka tetap diproses dalam hukum tertentu sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. Kesadaran akan iman multikultural sangatlah penting sebagai ujung tombak dalam memahami dan memaknai keragaman dalam masyarakat dengan tujuan menjamin adanya kebebasan yang tidak terukur. Pemahaman multikultural sebagai suflemen kesadaran dalam bermasyarakat, agar rasa aman dan saling menghargai yang selama ini di inginkan oleh kita semua menjadi sifat konsolidatif yang bermakna dan serta merta menumbuhkan kebahagiaan di antara sesama. Iman multikultural sangatlah penting agar bisa di tempatkan pada setiap sudut-sudut kehidupan dan di kantong-kantong kemiskinan dalam masyarakat sebagai basis kesadaran yang universal dan rem untuk tidak berbuat anarki. Iman multikultural juga harus di masukan dalam prinsip ekonomi, politik dan budaya, karena memang sesungguhnya masyarakat sangat bersentuhan dengan faktor tersebut sehingga iman multikultural di perlukan sekali. Fenomena yang kita lihat hari ini, baik dalam konteks kekerasan terhadap agama, ahmadiyah, pembakaran gereja dan pembunuhan maupun penjarahan dimana-mana serta hukum yang tidak berfungsi sama sekali untuk menghadirkan system keadilan, ini merupakan sala satu kelemahan manusia diantara sesamanya dalam memahami bahwa multikultural itu merupakan tafsir teologis rukun iman yang selayaknya di tempatkan pada hati nurani dan keimanan yang kuat, sehingga keragaman itu dapat terjaga dengan rapi dan baik.

Tinuk Dwi Cahyani Adalah Dosen Fakultas Hukum dan Staf Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang