Gelorakan Pemikiran

Sabtu, 01 Januari 2011

PENEGUHAN JATI DIRI DAN IDENTITAS BERMUHAMMADIYAH DI LINGKUNGAN PTM

PENEGUHAN JATI DIRI DAN IDENTITAS BERMUHAMMADIYAH DI LINGKUNGAN PTM
(Respon Buku Darah Guru Darah Muhammadiyah Biografi Malik Fajar Edisi Pertama Terbitan Kompas 2006 : 129-130 dan Edisi Kedua Terbitan ummpress 2009 : 120)

Saya ingin mulai tulisan ini dengan mengutif apa yang di katakan oleh Abdul Malik Fajar ”Ada yang menuduh bahwa HMI kok bisa hidup di UMM,” kata malik. Kecurigaan seperti itu masih terus berlanjut. Maunya yang menguasai UMM kan anak-anak aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) saja. Abak-anak IMM merasa jengkel, kok tidak bisa menguasai UMM.” malik menambahkan.1 Kalau kita meninjau kembali bahasa Malik Fajar merupakan sesuatu yang mencoba mengaburkan sisi posisitif dari cara pandang kader IMM selama ini. Menurut keterangan bahwa kader IMM yang ada di UMM tidak pernah berfikir seperti apa yang di stigmatisasikan oleh Malik Fajar. Kalau di kaji dari sisi pendiskusian maupun penelitian, bahwa Malik Fajar mengatakan hal yang demikian tentu terkait dengan emosional yang terbangun selama ini dalam pergumulan yang di perjelasan dalam konteks wawancara bersama penulis Anwar Hudijono dan Anshari Tayib.
Analisis ini di perkuat oleh statement Malik Fajar juga dalam paragraph lain di dalam bukunya, yakni “tetapi dalam pandangan Malik, kalau IMM di biarkan menguasai kampus UMM, nanti akan di pakai gendurenan. UMM yang sudah di besarkan dengan jerih payah dan kerja keras, akan jadi ajang keroyokan untuk di bagai-bagi demi kepentingan pribadi”.2 Kalimat yang kedua ini adalah sebuah penyesalan dan rasa khawatir bagi Malik Fajar ketika IMM di jadikan sebagai ORTOM yang berfungsi melakukan kaderisasi di level AUM dan masyarakat Intelektual. Bahasa MF di atas merupakan isi buku edisi tahun 2006 yang di terbitkan oleh kompas halaman 129-130. Sedangkan bahasa buku edisi kedua terbitan ummpress tahun 2009 halaman 121 yang di rubah hanya HMI menjadi PMII. Dari statemen Malik Fajar ini sepertinya banyak hal yang harus kita jad ikan pelecut semangat sebagai motivasi untuk menguasai UMM dan menyelamatkannya dari hal-hal yang bersifat kemungkaran. Kendati Malik Fajar mengatakan demikian karena merasa memiliki UMM yang selama ini dia bangun (bukan pendiri UMM), sehingga emosional MF tidak terjalin secara baik dalam melihat konteks kaderisasi Muhammadiyah di PTM. Selain itu juga MF berusaha menghitung jerih payah dan kerja kerasnya dalam menata UMM, padahal logisnya dan kultur bermuhammadiyah adalah tidak boleh mengklaim diri sendiri sebagai guru dan membanggakan diri sendiri dalam beramal sholeh. Namun yang terjadi sama MF justru menghitung satu persatu apa yang di persembahkan kepada UMM. Seandainya Ahmad Dahlan selayaknya MF, maka tentu Muhammadiyah dan UMM pun tidak akan bertahan sampai detik ini, mungkin sudah menjadi rebutan bagi seluruh manusia untuk memilikinya. Untung saja hanya MF yang mengklaim seperti itu. Pandangan bagi kader IMM tidak menjadi persoalan apabila di kritik oleh siapa pun, namun kritik yang bagaimana. Kalau kritik yang membawa stigmatisasi dan berusaha melakukan pengaburan sejarah maka hal yang demikian sesungguhnya tidak benar, apalagi MF sebagai ketua PP Muhammadiyah, sungguh ironis.
Coba kita sejenak merambah ke masa lalu bahwa ternyata terbitan edisi pertama tahun 2006 buku biografi MF tersebut hanya setahun setelah Muktamar tahun 2005. Padahal Muktmar Muhammadiyah di Malang Jawa Timur tahun 2005 mengambil tema tentang peneguhan idiologi untuk pencerahan bangsa. Tema ini merupakan sebuah bahasa yang sangat kuat dalam batin kita, setiap mendengar kata pencerahan disitulah mengingat tema Muhammadiyah, setiap membaca buku kemudian ketemu dengan kalimat idiologi, rasanya ingin mengatakan kepada pimpinan Muhammadiyah ”sesungguhnya kalian membebani generasi selanjutnya”. kedua bahasa dan anak kalimat tersebut terkadang membuat kita bahagia, oleh karena orang besar layaknya seorang pimpinan yang menentukan arahnya Muhammadiyah kedepannya. Mereka merumuskannya karena memikirkan kemaslahatan Muhammadiyah dalam arus globalisasi dan ekspansi pertandingan sebuah rezim. begitu juga sebaliknya, kalau sebelumnya kita gembira dengan gerakan idiologis Muhammadiyah dari apa yang dirumuskannya, tetapi tidak pernah kelihatan hasilnya untuk melakukan peneguhan idiologi, bahkan banyak di amal usaha para kader Muhammadiyah yang cenderung progresif menjadi melemah, kader yang benar-benar mau berjuang di Muhammadiyah—terkadang menjadi amukan sebuah sikap dari kader yang lain, mungkin karena kader tersebutterlalu kritis dengan berbagai kesalahan yang ada di Muhammadiyah. Dan kebanyakan di Muhammadiyah maupun di ORTOM sendiri terkadang orang kreatif menulis dan hobi dalam gerakan keilmuan itu di buang jauh-jauh, sehingga berakibat pada matinya khazanah intelektual Muhammadiyah itu sendiri, dan sekarang pun binggung mau kita cari kemana kader-kader yang senang bergelut dalam dunia keilmuan.
KH. H. Ahmad Dahlan berpesan kepada semua kadernya sebelum beliau meninggalkan kita semua, beliau mengatakan; ”jangan sekali-kali menduakan Muhammadiyah—karena Muhammadiyah terlalu besar buat kalian”, Mengurus Muhammadiyah ini sangatlah susah—sebesar dan sekecil apapun, kalau orang yang mengurusnya tidak ihklas dan tak mau beramal, Mengurus Muhammadiyah ini sangat nyaman dan enak—apabila yang mengurusnya mau menuntun diri dalam keikhlasan dan beramal untuk dunia akherat. Begitulah pesan KH. H. Ahmad Dahlan meninggalkan amal usaha Muhammadiyah bukanlah semata-mata untuk membiayai semua orang yang mengurusnya, akan tetapi Ahmad Dahlan justru berharap dengan amal usaha itulah warga Muhammadiyah bisa bekerja dengan istiqomah dan membesarkan Muhammadiyah, agar dapat mencapai cita-cita dan tujuannya yakni menciptakan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Namun apa yang terjadi dengan bahasa MF bahwa memang tidak memiliki keikhlasan dalam bermuhammadiyah hanya di jadikan tempat mencari makan di Muhammadiyah bukan untuk menghidupi Muhammadiyah.
Kalau sekarang ini berbicara tentang masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, tentu banyak sekali hal-hal yang perlu kita refleksikan, mengingat Muhammadiyah sekarang seperti gajah yang tak mampu bergerak, jangankan mau bergerak menjadi payung gerakan dakwah umat pun belum bisa maksimal, terkadang molotop kemana-mana—arahnya ngelantur. Problem inilah harus segera di pahami dan di perbaiki, karena kondisi sekarang ini sudah semakin membesar dan merambah keakar, jantung dan uluh hati para kader Muhammadiyah. Apalagi dalam konteks idiologi Muhammadiyah belumlah jelas, mengapa bisa terjadi seperti itu. Mungkin faktor pertama kita ungkapkan adalah pertama; malasnya orang Muhammadiyah mempelajari buku panduan bermuhammadiyah, kedua; adanya pereduksian idiologis dari pemahaman lain kedalam kepribadian kader Muhammadiyah; ketiga; Kebanyakan kader Muhammadiyah sudah keluar dari habitat berfikirnya Muhammadiyah baik dalam kehidupan sehari-hari bersama keluarga dan sanak familinya maupun dalam berdakwah; Kelima; Dakwah Muhammadiyah tidak terintegrasi kedalam kepribadian kader Muhammadiyah, sehingga membuat dakwah Muhammadiyah di pandang sebelah mata oleh semua orang, karena memang di kader Muhammadiyah sendiri tidak ada konsistensi secara idiologis dalam beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Keenam; Muhammadiyah hanya mampu membangun sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan panti asuhan, tetapi didalamnya tidak tersentralisasi gerakan dakwah dan idiologi Muhammadiyah sehingga terjadi sebuah proyek kepentingan yang lebih besar dan tidak terkontrol oleh semua pimpinan persyarikatan Muhammadiyah itu sendiri.3
Dengan demikian berbagai problem yang melanda identitas dan karakter bermuhammadiyah baik dari dalam maupun luarnya. Problem-problem seperti ini tidak harus di sembunyikan dan tersendar-sendar untuk di selesaikan, harus dengan segera melakukan reviralisasi dan peneguhan kembali ide serta gagasan bermuhammadiyah, agar kita dapat mengembalikan habitat Muhammadiyah seperti generasi awal yang memiliki konsistensi tanpa harus ada kepentingan. Kalau kita semakin memperkuat hati dan gagasan dalam kepentingan pribadi, maka sebetulnya menjadi kader Muhammadiyah yang tolol dan tak mau memberikan sinar kedamaian akan kebesaran panji sinar matahari itu sendiri. Tentu Kita semua, baik yang menjadi pimpinan tigabelas maupun pimpinan AUM harus mulai dari sekarang mempersiapkan diri dengan karakter dan identitas keislaman yang mampu memberikan solusi kepada seluruh komponen umat Islam. Oleh karena sekarang ini berbicara umat Islam, sungguh sangat memprihatinkan baik dari idiologinya maupun pemahaman tentang Islam itu sendiri sungguh minim dan ini juga sebuah tanggungjawab bersama dalam mengatasinya. Mengatasi hal seperti ini tidaklah mudah dan membutuhkan komitmen bersama untuk meningkatkan pola gerak maju kita dalam memantapkan gerakan dakwah amar ma’ruf dan nahi mungkar.4 Indikator kelemahan umat Islam juga banyak kemungkinan untuk beroindah agama baik yang dirasakan oleh kaum terdidik mapun kaum masyarakat mulsim yang lemah, seperti ketika anggota Pemuda Muhammadiyah Bima masuk agama kristen dan sekarang pun dia menjadi seorang missionaris. Sekarang ini masalah yang harus dicemaskan bagi seluruh warga Muhammadiyah adalah bilaman kualitas kita sebagai warga Muhammadiyah sangat mengalami kekurangan dalam hal idiologi dan paham Islam Muhammadiyahnya dan itu kita alami secara keseluruhan sehingga kualitas tersebut masih di bawah standar. Ini juga merupakan akibat tertinggalnya pemaknaan gerakan Ilmu dan pembaharuan manhaj Muhammadiyah, sehingga tak ayal lagi, kebodohan dan keterbelakangan dalam pemikiran dakwahnya pun yang dialami menjadi penyebab utama kemiskinan kader dan krisis otak pikir umat Muhammadiyah.
Jadi sekarang ini pekerjaan yang paling berat dan terbesar kader Muhammadiyah adalah mengembalikan khasanah keilmuan dan budaya pemikiran sebagai pondasi dakwah di masa kini dan akan datang. Selain itu juga harus mampu mengembalikan habitat idiologis para kader di tengah kondisi yang memprihatinkan dan apalagi di seluruh daerah tersumbatnya idiologi Muhammadiyah sehingga arah dakwah tidak mencapai sasaran dan tidak terpenuhi harapan para masyarakat di kelas bawah. Maka oleh karena itu, di perlukan bentuk peneguhan jati diri dan karakter, identitas bermuhammadiyah melalui tahapan tersebut. Begitu juga dengan proses bermuhammadiyah di PTM harus bisa memaksimalkan niat tulus dan istiqomah sehingga aktivitas kita dalam mengurus Muhammadiyah ini ada terintegrasi nilai-nilai amaliah yang kita dambakan. Akan tetapi sangat sulit merubah secara total layaknya revolusi karena menganggap semua apa yang saya sebutkan diatas tadi adalah sebuah sikap intervensi untuk Me-muhammadiyah-kan orang Muhammadiyah. Bagi saya meskipun itu sulit dan susah, maka harus ada pemaksaan baik secara individu maupun kolektif untuk memaham idiologi Muhammadiyah secara keseluruhan sebagai sebuah perangkat nilai dalam beraktivitas dengan tujuan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang ini yang terpenting dalam mengurus Muhammadiyah adalah menunjukkan sikap terbaik, tentu dengan kesadaran yang dilandasi dengan tauhid, iqra, majelis dan keislaman. Apabila dalam pelaksanaan kehiatan apapun di Muhammadiyah dengan bentuk aksentuasi kesadaran seperti ini maka unsya Allah Muhammadiyah akan menjadi sebuah mesin dakwah yang vioner tanpa bisa di intervensi oleh berbagai pihak luar dan sudah saatmya Muhammadiyah mulai menentukan sikap istiqomah berdasarkan militansi intelektualnya dengan memperkuat jati diri dan identitas Ke-muhammadiyahan-nya.

Gurita Kemungkaran di PTM
Mari kita pikirkan secara bersama bagaimana memuhammadiyahkan seluruh mahasiswa dan dosen di setiap PTM. Kita mengetahui dari hal terkecil sampai hal terbesar bahwa di PTM, dari pembohongan administrasi, laporan keuangan dan proses pencarian proyek yang fiktif selalu saja terjadi. apakah ini proses bermuhammadiyah dengan baik ? wallahualam..., akan tetapi mari kita belajar dari setiap pengalaman yang ada, mungkin ini adalah sebuah kesalahan yang telah mengurita semenjak kita berproses dalam kelemahan. Berkembangnya pragmatisme dengan menempatkan perjuangan Muhammadiyah nomordua di atas kepentingan individu, maka hal ini sudah mengalahkan nilai dakwah Muhammadiyah sebagai basis pencerahan masyarakat. Dengan menganggap kerja-kerja dakwah Muhammadiyah tidak konsisten lagi, maka konsekwensi yang mereka ambil adalah hanya menjadikan PTM sebagai tempat pencarian nafkah semata. Pandangan tersebut bukanlah sebagai sikap negatif dan antipati terhadap gerakan dakwah Muhammadiyah, namun kita tentu harus berusaha menghidupkan Muhammadiyah dengan hati nurani yang tulus. jangan sampai kita membebani Muhammadiyah dengan sesuatu nilai yang tak berharga sama sekali sehingga bisa menyebabkan potensi dakwah di PTM sendiri kehilangaan arah dan sasarannya. Disinilah menjaga keseimbangan dan merenungkan secara mendalam mengenai konsepsi dakwah di PTM. Cobalah kita bayangkan seandainya seluruh PTM se-Nusantara ini menjaga keseimbangan dakwah dengan gagasan menghadirkan stikholder dan komponen ORTOm dalam PTM.
Penomena yang harus di soroti dalam PTM adalah menguritanya aktivitas yang tidak karuan dan tidak jelas. Sehingga pengembangan lingkungan PTM jauh dari faktor nilai-nilai keislaman. Pandangan akan faktor keislaman inilah menjadi pokok pembicaraan di internal PTM yang belum tuntas baik dalam memahami Islam maupun nilai Muhammadiyahnya. Kita lihat saja bebasnya kampus IAIN tidak sebebas PTM, dengan ranah lingkungan yang bebas inilah segala potensi paham di luar idiologi Muhammadiyah menjadi semakin berkembang. Kita lihat saja di Universitas Muhammadiyah malang maupun di PTM lainnya, kita telah saksikan sebuah drama sejarah tentang pergulatan mahasiswa dalam mempertahankan idiologi Muhammadiyah di satu sisi (IMM) dan dipihak lain berusaha masuk melalui berbagai lembaga ekemen mahasiswa (HMI, PMII, FMN, SMI, LMND, KAMMI DLL). Namun anehnya terkadang banyak pimpinan PTM yang membela elemen selain IMM untuk eksis, orang yang membela tersebut katakanlah orang yang tak pernah dikader melalui ORTOM dia hanya masuk ke-Amal Usaha Muhammadiyah hanya dengan modal mengurus NBM dan mereka inipun direkomendasikan jadi pimpinan. Inilah letak kesalahannya di pimpinan lembaga dan persyarikatan dengan berbagai kepentingannya atau gagalnya pimpian persyarikatan menanamkan paham Muhammadiyah. Dari sinilah kelihatan geliatnya bagi kader-kader IMM untuk melawan intervensi idiologi yang senyatanya merusak sendi Muhammadiyah tersebut di dalam PTM. Namun dalam perlawanan tersebut terkadang semangat kader IMM melemah, oleh karena dari rektor hingga pimpinan dan dosen tidak memiliki karakter dan ketegasan dalam idiologi Muhammadiyah, apalagi akhir-akhir ini di sinyalir banyak kepentingan dalam pemilihan rektor dan lain sebagainya. Sehingga kader IMM kadang gusar sambil mengatakan ”kita capai meluruskan perilaku pimpinan PTM yang sering melakukan kemungkaran, toh pimpinan Muhammadiyah baik dari level PPM hingga PWM tidak konsisten dalam menerapkan khittah perjuangan dan dakwah Muhammadiyah. Bagi penulis yang sudah merasakan perjuangan tersebut, tentu merasa prihatin terhadap kondisi terbaru Muhamadiyah, bagaimana mau melanjutkan risalah kenabian kalau semua yang bertolak belakang dengan kita masih kuat dalam mengintervensi idiologi Muhammadiyah, itu masih dalam ruang lingkup gerakan mahasiswa, namun bagaimana kalau sikap dan idiologi berlawanan itu terjadi ditingkat negara dan bangsa ini. wallahualam bissawab.
Yang terpenting untuk menanam idiologi Muhammadiyah sekarang ini harus mengunakan logika hukum persyarikatan yang harus ditaati bersama. namun sebelum itu penulis ingin menyoroti beberapa persoalan yang berhubungan dengan paham yang berkembang d PTM. Selama ini kita mengenal statuta Perguruan Tinggi Muhammadiyah, disana menjelaskan tentang organisasi yang hanya boleh ada di PTM adalah IMM saja. Akan tetapi mengapa di PTM selama ini maraknya organisasi mahasiswa yang bersifat ekstra dan intra. Katakan saja kalau yang ekstra itu ada HMI dan mereka ini sangat besar basisnya daripada basis IMM. Mungkin logikanya karena rektornya orang HMI atau dekannya HMI juga sehingga mereka memiliki bargaining yang dilindungi oleh rektor dan dekannya. Selain itu juga sekarang ini sedang maraknya organisasi ekstra lainnya memasang bendera dan mendirikan komisariat maupun mengunakan fasilitas kampus tanpa memperhattikan kaidah yang ada. Kemudian kalau intra kampus, kita ketahui bersama bagaimana maraknya Unit Kegiatan Mahasiswa dari yang sekuler sampai ke liberal. Biasanya mereka ini banyak mendapat sokongan dana dari PTM dan yang aktif di UKM ini kebanyakan mendapat dana tetapi kegiatannya tidak direalisasikan kemudian LPJnya pun di palsukan, padahal kalau kita pikir sungguh minim bahkan bisa di bilang tidak ada kontribusi ke Muhammadiyah, yang dimaksud dengan kontribusi adalah mereka kebanyakan tidak paham dengan Muhammadiyah apalagi mau mempelajarinya atau berpartisipasi dalam dakwah Muhammadiyah. Lebih parah lagi, banyak pimpinan PTM yang menganggap IMM tidak kreatif, mungkin pandangan ini mereka gunakan sebagai tameng untuk mengkritisi IMM, oleh karena kader IMM tidak kenal kompromi apabila ada pimpinan PTM yang membuat kesalahan atau korupsi uang PTM. Selain itu juga banyak diantara dosen yang saling memfitnah untuk mencari posisi jabatan pimpinan PTM. Semua masalah ini tentu menjadi pekerjaan rumah seluruh kader Muhammadiyah untuk mengembalikan khasanah bermuhammadiyah dengan baik dan melakukan proses penanaman idiologi dengan baik dan benar pula.
Strategi Terapi Idiologi Di PTM
Dari berbagai macam persoalan diatas, maka untuk mengintegrasikan sebuah pemaknaan idiologi secara total dan keseluruhan sebagai bentuk pandangan yang menyeluruh dan sistematis dalam kehidupan persyarikatan serta dapat menjadi basis dakwah Muhammadiyah yang nantinya dapat di implementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Maka oleh karena itu, usulan penulis ini sebagai sebuah strategi terapi idiologi Muhammadiyah di PTM, adalah sebagai berikut :
1.Transpormasi kader ke ranah AUM secara efektif dan simultan yang ditandai dengan kartu identitas ORTOM atau Muhammadiyahnya
2.Mengurus kartu Muhammadiyah harus memiliki syarat yang ketat dan tidak mudah di bohongi.
3.Mengintehrasikan pola dakwah Muhammadiyah ke PTM dengan metode dan strateginya melalui mata kuliah Al Islam Kemuhammadiyahan, Mata Kuliah Dakwah Kultural, Mata kuliah Idiologi Muhammadiyah (MKCHM, PHIWM, Khamsah Mazail dll).
4.Merubah paradigma Lembaga Pengabdian Masyarakat dalam proses mengurus KKN dengan tujuan dapat bekerja untuk Muhammadiyah dengan bentuk dakwah kulturan dan pendirian cabang dan ranting Muhammadiyah.
5.Menggantikan UKM-UKM yang ada di PTM dengan Lembaga Semi Otonom Muhammadiyah dan ORTOM, Misalnya MAPALA di ganti dengan Lembaga Pecinta Alam Muhammadiyah, Sasentra dengan Lembaga Seni Dan Budaya Muhammadiyah, Resimen di ganti dengan KOKAM. UKM karate diganti dengan TSPM dan lain sebagainya.
6.Membuat Lembaga Semi Otonom Koordinasi Kaderisasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah di bawah instruksi dan koordinasi PPM tapi pusat lembaganya ada di PTM
7.Melaksanakan program dakwah dengan intensif dengan mengkoordinir semua lembaga yang ada di PTM khususnya mahasiswa.
8.Melaksanakan program lainya secara efektif dan simultan berdasarkan paradigma Muhammadiyah.

Role Of Law Persyarikatan
Kalau dalam persyarikatan ada kekalutan, timbul fitnah memfitnah, mudah kemasukan pihak ketiga yang tidak bertanggungjawab, itu akibat karena tidak mengindahkan hukum persyarikatan.5 Kalau melihat faktaneka yang terjadi dipersyarikatan tentu harus banyak berfikir dan istiqomah serta sabar dalam menanganinya, karena selama ini walaupun persyarikatan telah menetapkan hukumnya sesuai dengan apa yang menjadi kesepakatan warga Muhammadiyah, tentu konsekwensinya harus dijalankan sesuai dengan kaidah tersebut. Namun alangkah pemberani semua baik pimpinan persyarikatan, pimpinan Amal Usaha, dan pimpinan ORTOM sendiri terkadang banyak pelanggaran yang terjadi sehingga menyebabkan tidak ada konsistensi dalam menjalankan amanah persyarikatan.
Mungkin sudah cukup maklum bahwa pendirian persyarikatan Muhammadiyah memiliki aturan dan UUDPM (Undang-Undang Dasar Persyarikatan Muhammadiyah) yang harus di hargai baik oleh anggota Muhammadiyah yang ada didalamnya, maupun oleh Badan atau Lembaga atau Organisasi Otonomnya dan orang-orang yang ada di luar Muhammadiyah. Bahkan pemerintah sekalipun dan harus mengakuinya tentang ekistensi dan keberadaan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai sebuah badan yang hak yang dapat menuntut dan dituntut dalam sebuah pengadilan negara. Pendiria persyarikatan ini oleh karena ada dorongan dari Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 110 yang membahas tentang bahwa harus ada satu golongan yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada yang mungkar. Sedangkan rasulullah menganjurkan umatnya untuk berorganisasi didalam usaha kebaikan yang dijamin akan mendapat pertolongan dari Allah swt, sebagaimana Al Qur’an surat Al Maidah ayat 2. Sedangkan tafsir KH. Ahmad Dahlan tentang persfektif tolong menolong dalam kebaikan merupakan perintah Tuhan kepada umat manusia agar menciptakan sebuah kemakmuran melawan kemunafikan dan kemiskinan, menciptakan saling hormat menghormati, toleransi antar umat beragama, saling menghargai, berdialog antar umat beragama demi perdamaian6 dan KH. H. Ahmad Dahlan sendiri dalam setiap ceramahnya segala sesuatu untuk menjadi baik harus di awali dengan kekuatan iman, Islam, ketakwaan dan amaliah. Menurut penulis juga sebagaimana tertera dalam teori syafrilisme bahwa KH. H. Ahmad Dahlan berkeinginan besarmerubah umat Islam dari hal-hal yang bersifat TBC dan melakukan praxsis gerakan untuk memajukan umat Islam agar tidak merasa mengalami keterbelakangan mapun kebodohan dengan bentuk pendirian amal usaha sebagai bentuk gerakan pencerdasan (kesadaran Iqra). Maka oleh karena itu yang melandasi hal tersebut tentu dengan kesadaran Tauhid, kesadaran Iqra, Kesadaran Majelis dan Kesadaran keislaman, KH. H. Ahmad Dahlan mampu mengelaborasi maksud dan tujuan al Qur’an surat Ali Imram : 110 dan Al Maiah : 2.
Berbicara hukum persyarikatan di tentukan bukanlah untuk pribadi, akan tetapi itu semua demi kepentingan umat manusia baik Islam maupun di luar Islam. Mengapa kedua surat Al Qur’an tersebut diatas sebagai landasan untuk mengerakkan umat Islam karena inngin merekonstruksi kesadaran keislamannya dalam nuansa satu padu dalam perdamaian dan membangun sinar Islam sebagaimana sinar matahari 12 Muhammadiyah. Begitu juga dengan sikap para warga persyarikatan Muhammadiyah yang harus berdiri kokoh tanpa bisa di terabas oleh bendera dan identitas organisasi dan umat lainnya, agar Muhammadiyah ini tetap utuh dalam barisan yang satu (shaffan) sebagaimana anjuran Tuhan dalam al Qur’an surat Ash Shaaf : 4 dan 11. Dengan demikian, sangat penting bagi persyarikatan Muhammadiyah yang di dalamnya terdapat warga yang berpaham Muhammadiyah sekian juta orang dan terdiri dari kader ORTOM sekian puluh ribu jiwa di seluruh nusantara, ini menandakan sebuah kapal besar yang siap berlayar dengan sikap dan karakter yang berani untuk memberikan pelayanan dan gerakan pencerahan maupun pencerdasan terhadap seluruh komponen umat Islam. tentu kapal tersebut akan berjalan dengan baik dan mulus serta melewati rintangan ombak yang besar ketika Muhammadiyah baik pimpinan, kader, simpatisan, dan umat Muhammdiyah memiliki komitmen bersama dalam menjaga eksistensi dakwah dan kaderisasi sebagai investasi masa depan dalam melawan arus kemungkaran yang sangat deras sekali.7
Mengingat ayat al Qur’an dan Hadist Nabi yang dikutif oleh KH. H. Ahmad Dahlan tersebut diatas, pada dasarnya membentuk sebuah organisasi dalam rangka bekerjasama dalam kebaikan, itu di perintahkan oleh ad dinul Islam dan tidak dilarang. sedangkan yang di tentukan oleh ad dinul Islam adalah mengenai situasi, kondisi, ciri-ciri dan waktu suatu kejadian atau peristiwa yang di tentukan oleh Tuhan. Dalam hal persyarikatan Muhammadiyah bahwa UUDPM itu adalah hukum, ketentuan yang harus di junjung tinggi sepenuhnya oleh semua anggota lebih-lebih warga dan pengurus persyarikatan. Siapa lagi yang akan menjalankan AD/ART UUDPM ini kalau bukan kita pengurus, pimpinan AUM, warga dan anggota biasa Muhammadiyah. marilah kita jalankan UDDPM secara lebih baik dan nyata serta transparan.8 Menurut Drs. Lukmanul Hakim ”orang Indonesia senang mengkomsumsi sifat katak dan orang Jepang senang mengkomsumsi udang sebagai makanannya” maksud dari perkataan ini adalah jangan sampai aturan persyarikatan ini dipakai bukan pada tempatnya dan melakukan hal–hal yang melanggar hukum persyarikatan, oleh karena semua hal seperti itu dapat mengakibatkan persyarikatan Muhammadiyah di pandang tidak berprilaku seperti Nabi Muhammad saw (tidak : jujur, amanah, sabar dan istiqomah).9
Kalau ada hal-hal tang kurang cocok dan tidak berkenan sebagaimana yang tersebut dalam AD/ART atau berbeda dengan apa yang dimaksudkan, janganlah dirubah, dan disalahkan semuanya. kalau masing0masing berprilaku demikian, tidak mengindahkan lagi putusan bersama, akan bubarlah persyarikatan itu. Tunduklah pada keputusan yang telah diambil. Dan keputusan hasil kesepakatan itulah yang benar. selama belum di ubah dan diganti.10 Namun kita harus melihat bagaimana ketika aturan persyarikatan di perjelas di Muktamar oleh Majelis DIKTI PP Muhammadiyah dan disesuaikan dengan STATUTA PTM mengenai organisasi kemahasiswaan yang ada di PTM, pimpinan Muhammadiyah atau Rektor PTM yang termasuk pimpinan Muhammadiyah di tingkat wilayah, sering melnggar aturan persyarikatan. Misalnya aturan yang mengatakan ”Organisasi yang di perbolehkan di PTM, pertama; bersifat ekstra dan intra yakni IMM dan kedua; bersifat intra yakni senat Mahasiswa”. Akan sangat berbeda dari aplikasi aturan ini, ternyata banyak organisasi yang aktif di PTM baik BEM, UKM dan ekstra lainnya seperti HMI, FMN, SMI, LMND dan lain sebagainya. Ini merupakan bentuk pelanggarannya dan tidak konsistennya pimpinan Muhammadiyah, padahal nota benenya di semua organisasi intra dan ekstra itulah di PTM corong berkembangnya paham selain idiologi Muhammadiyah. Faktor terpenting tumbuh dan berkembang paham di Muhammadiyah sehingga idiologi Muhammadiyah tertinggal, karena tidak knsisten terhadap hukum persyarikatan.
Kalau ada sesuatu hal yang belum tuntas dalam Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, diserahkan kepada masing-masing atau menurut kebijakasanaan dan keputusan pimpinan berdasarkan tingkat levelnya, agar dapat dudukkan bersama dalam suatu kesadaran majelis tanpa mendengarkan informasi sepihak. Padahal segala sesuatu yang telah ada di AD/ART Muhammadiyah itu, tidak boleh di tawar lagi. kecuali dilaksanakan sebagaimana mestinya. Apalagi saat ini, dimana ada tempat kondisi yang baik dan yang tidak baik alias amburadul administrasi selalu dilanggar dalam mengurus amal usaha maupun menjadi pimpinan, Maka wajiblah hukum persyarikatan itu di jalankan, dan di kerjakan secara seksama. Pengurus Muhammadiyah baik di Pusat, Wilayah, Daerah, Cabang, Ranting, , Majelis, Lembaga, keoanitiaan kegiatan harus mengindahkan segala yang diatur dan di tentukan dalam AD/ART, anggota-anggota Muhammadiyah pun harus demikian pula, mematuhi dan menghargai AD/ART Muhammadiyah sehingga kuat dan bermanfaat dalam bermuhammadiyah dan menuju maksud serta cita-cita Muhammadiyah. Bagaimana hubungan antara badan otonom yang satu dengan badan otonom yang lainnya, lembaga satu dengan lembaga lainnya, pimpinan persyarikatan dengan lembaga dan badan otnom tersebut, begitu juga seterusnya tinggal menjalankan sebagaimana mestinya. Dengan demikian akan berjalanlah hukum persyarikatan Muhammadiyah itu dengan baik, bertambah luas geraknya dan semakin bertambah manfaatnya. Kalau dalam persyarikatan ada kekalutan, timbul fitnah memfitnah, mudah kemasukan pihak ketiga yang tidak bertanggungjawab, itu akibat karena tidak mengindahkan hukum persyarikatan. Untuk itu marilah kita selesaikan, kita marilah kita hilangkan, dan kita hapus semua yang tidak beres itu, kembali kepada hukum persyarikatan dan kita jalankan dengan sebaik-baiknya.11
Yang terpenting bagi seluruh warga persyarikatan Muhammadiyah adalah berkomitmen membangun Muhammadiyah, oleh karena KH. H. Ahmad Dahlan telah menitipkan Muhammadiyah kepada kita semua, sebagaimana dalam ungkapannya ”Aku Titipkan Muhammadiyah Kepada Mu”. Jadi perkataan itu memang sangat berat bagi kita untuk melaksanakannya, sehingga kita kebanyakan berkeluh kesah terhadap kondisi yang ada, tanpa bisa berbuat apa-apa untuk berdakwah dan membesarkan nama baik Muhammadiyah dengan sinar Muhammad—iyah untuk merebut kembali harapan awal kita bersama yakni masyarakat Islam dan dunia Islam sepenuhnya.

Penulis : Rusdianto adalah Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah periode 2010-2012