Gelorakan Pemikiran

Minggu, 26 September 2010

PARADIGMA DAN KESADARAN SYAFRILISME

YANTO SAGARINO SAMAWA TARIANO

Dunia Dan Manusia Penuh Darah Serakah

Saya lahir di sebuah kampung kecil yang bernama Bonto Sumbawa Besar, selama kelahiran dan di besarkan disana ada sebuah watak manusia yang memiliki niat baik dan buruk terhadap orang lain. Namun terkadang manusia melihat dirinya serba mampu untuk melaksanakan apa yang mereka kehendaki. Selama saya di besarkan oleh orang tua saya yang bernama Ismail Tami dan Umiati Bidara, merupakan sebuah keturunan yang watak keras dan paling di segani orang lain maupun tetangga keluarga. Namun di tengah situasi di segani oleh orang lain tentu nasib semua orang dan perubahan karakter maupun kondisi sosial lingkungannya serta pendidikannya sangat berbeda. Di kampung saya itu, terkadang banyak keluarga yang sudah miskin awalnya semakin miskin, yang sudah kaya semakin kaya dan tidak memperlihatkan kedermawanannya terhadap orang lain, Ada keluarga yang banyak harta dan benda (kekayaannya) terlebih bersifat feodal sampai masjid dan lapangan umum masyarakat (tempat kegiatan sosial) pun ingin di pagari dan di pasang benteng pembatas dengan tujuan untuk menguasai semua oleh keluarga mereka, Selain itu juga ada didalam internal keluarga saya (sebut saja mantan pemimpin) yang berusaha menjual dan mengambil harta benda orang lain (malak) sehingga terjadi pertentangan dan konflik, yang berakibat di benci oleh keluarga sendiri. Begitu juga dengan suasana lingkungan masyarakat yang selalu terbawa oleh arus provokatif yang menjurus pada perang saudara, misalnya kasus pemudanya mencuri (kenakalan remaja), perkelahian di tempat sepak bola, karena memang sepak bola saling tendang yang artinya tidak menghargai orang lain, pemudanya pun tidak memiliki ilmu pengetahuan sama sekali, itu dulu. Tetapi kalau sekarang pemuda kampung saya sudah memiliki perubahan yang signifikansi dan agak baik karena semua lulusan sarjana sudah fokus untuk memperbaiki kampung halaman sendiri. Masalah lainnya adalah banyak warga kampung saya yang memiliki istri ada yang dua, tiga, empat dan juga lebih dari empat, padahal mereka sesungguhnya tidak memiliki pendapatan yang banyak dan kondisi ekonomi mereka pun tergerus oleh kondisi serta situasi politik internasional atau pencengkram nilai kemanusiaan yaitu kapitalisme dengan menaikkan BBM dan paham lainnya, ada juga warga yang memiliki toko-toko barang akan tetapi mereka memahami Islam yang eksklusif dan ortodoks sehingga tidak memperlihatkan dirinya untuk menzakatkan harta atau uangnya sekalipun kepada orang miskin dan yatim piatu. Sementara saya mengetahui benar populasi anak yatim piatu dan kaum duafa semuanya tergolong 70 % diatas rata-rata miskin dan tidak memiliki mata pencaharian yang tetap. Sesuai apa yang dikatakan oleh Rasulullah saw kepada Mu'adz, "Wahai Mu'adz, apabila di dalam amal perbuatanmu itu ada kekurangan yaitu jagalah lisanmu supaya tidak terjatuh di dalam ghibah terhadap sesamamu, bacalah Al-Qur'an, tanggunglah dosamu sendiri untukmu, jangan mencela orang lain, jangan tinggikan dirimu sendiri di atas Allah, jangan sombongkan diri pada kedudukan karena tidak baik, jangan membisikkan sesuatu sedang dekatmu ada orang lain, jangan merasa tinggi dan mulia daripada orang lain, jangan sakiti hati orang lain dengan ucapan kotormu, Niscaya kita semua akan diadili pada hari pembalasan nanti di akhirat. Apa yang dikatakan oleh rasulullah kepada Muadz merupakan sebuah cerminan kepada kita semua. Mari kita refleksikan apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi nantinya dalam hidup kita semua, karena dengan sikap seperti itulah kita mencirihaskan diri kita bahwa manusia itu memliki keimanan kepada Tuhan. [Rusdianto,. Dokumentasi Perjalanan Dari Bangku SD Sampai Bangku Kuliah; 2007 ; 24]
Melihat peristiwa selama ini baik yang saya alami maupun dalam pandangan kaca mata saya sendiri, ada banyak hal yang kontraproduktif dalam diri manusia ketika dia meiliki kepentingan egoisme pribadi sehingga yang muncul dan mendominasi adalah bukanlah rasa takut akan disa tetapi mereka dominan berkawan dengan setan dalam dirinya. Sifat kesetanana manusia inilah yang membuat manusia itu memandang orang lain musuh. Memang kita harus mengakui, manusia tidaklah luput dari kesalahan dan kebenaran, akan tetapi justru manusia itu memiliki kewajiban untukmeluruskan semua yang menjadi persoalan tanpa melakukan hal-hal yang bisa membuat orang lain tersinggung dan merasa di hegemoni. Manusia hidup dalam keadaan pluralitas dan banyak warna yang mereka suka dan yakini, alan tetapi kalau dalam pluralitas tersebut ada sebuha kesalahan, maka harus di lruskan, bila perlu kita datangi mereka dimana pun tempatnya dengan tujuan untuk memberikan mereka pengertian bak sesuai dengan tuntunan islam (menciptakan kedamaian). Namun hal seperti ini sulit bagi manusia untuk menerapkannya karena manusia memiliki sifat sombong tamak dan membanggakan dirinya bahwa sayalah yang terhebat dari pada orang lain. Kesalahan manusia itu, ada potensi trut claim pada dirinya sehingga apa yang dipahaminya ketika tidak memiliki kepuasan dalam mencari kebenaran maka mereka nekat untuk membuat dirinya terkenal. Sebenarnya manusia itu adalah mahluk yang paling mulia karena telah di karuniai akal dan pikiran mereka untuk senantiasa berfikir mana yang baik dan buruk. Akan tetapi manusia selalu di dominasi oleh nafsu serakah dalam memandang semua apa yang di inginkannya, baik memandang sesama saudara muslim, non muslim dan ateisme sekalipun. Sehingga trut claim yang serakah seperti itulah yang membuat orang lain terkubang dalam kenistaan dan kebimbangan. Dengan kebimbangan inilah manusia senantiasa terjerembab atau tidak antara menjadi baik dan buruk. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah kitab karangan 'Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syaakir Alkhaubawiyi, seorang ulama yang hidup dalam abad ke 13 Hijrah, menerangkan bahwa sesungguhnya Allah swt telah menciptakan akal manusia, maka Allah swt telah berfirman: "Wahai akal menghadaplah engkau." Maka akal pun menghadap kehadapan Allah swt, kemudian Allah swt berfirman: "Wahai akal berbaliklah engkau", lalu akal pun berbalik. Kemudian Allah swt berfirman: "Wahai akal, Siapakah aku?". Lalu akal pun berkata, "Engkau adalah Tuhan yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu yang daif dan lemah.". Lalu Allah swt berfirman: "Wahai akal tidak Ku-ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau." Setelah itu Allah swt menciptakan nafsu dan Allah berfirman: "Wahai nafsu, menghadaplah kamu". Nafsu tidak menjawab sebaliknya mendiamkan diri. Kemudian Allah swt berfirman: "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau."
Setelah itu Allah swt menyiksanya dengan neraka jahim selama 100 tahun, dan kemudian mengeluarkannya. Kemudian Allah swt berfirman: "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau." Lalu Allah swt menyiksa nafsu itu dalam neraka Juu' selama 100 tahun. Setelah dikeluarkan maka Allah swt berfirman: "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Akhirnya nafsu mengakui dengan berkata, "Aku adalah hamba-Mu dan Kamu adalah Tuhanku." Dalam kitab tersebut juga diterangkan bahwa dengan sebab itulah maka Allah swt mewajibkan berpuasa. Dalam kisah penghambaan akal dan pergulatan, perdebatan nafsu dengan Allah dapatlah kita mengetahui bahwa sesungguhnya manusia itu berwatak jahat dan baik. Maka kewajiban manusia pun adalah hendaklah kita semua mengawal nafsu itu dengan berzikir dan meningkatkan keimanan, jangan biarkan nafsu itu mengawali kita, sebab kalau dia yang mengawali kita maka kita akan menjadi musnah sebagai mahluk Tuhan. Dalam komonitas manusia yang pluralitas dan banyak warna, mereka senantiasa berinteraksi dengan yang lainnya hendak untuk saling menghormati, menghargai antar sesama baik berbeda asma (agama) maupun sesama muslim, saling bertoleransi satu sama lainnya. Kita sebagai umat Islam sebenarnya sangat bobrok dalam konteks prilaku kita sehari-hari baik pada taraf ulama, ustadz, kiyai, apalagi para pebisnis dan politisi yang sangat mudah mensubordinasikan antara pemahanan keislaman mereka dengan eksistensi akal pikirannya. Sehingga Islam tidak begitu tegak sesuai dengan harapan Allah maupun penjelasan Al Qur’annul karim. Umat Islam ini setiap kali 5 waktu melaksanakan sholat dan ibadah lainnya, setiap bulan ramadhan berpuasa ada juga yang tidak dengan alasan sakit maag atau alan alaunnya, setiap jam dan menit kita selalu menyampaikan perkataan benar kepada orang yang tidak mengetahui kesalahan kita, setiap ada alran yang menyimpang dari Islam, selalu di hakimi, padahal hanya Allah yang berkuasa dan berhak menghakimi manusia, ketika George Walker Bush membunuh umat Islam di Palestina, Irak, Iran, Afganistan dan daerah lainnya dengan akal setan busuknya, kita tidak mampu memberhentikan, mengamankan dan mendiskusikan/dialog dengan Amerika Serikat ”mengapa melakukan invasi”, ketika kerusuhan di papua, maluku dan sampit atas nama agama, kita bahkan semakin tersulut api jihad yang serakah karena alasan membela Islam (agama Allah), Setiap sholat maupun pasca sholat kita selalu mengucapkan dua kalimah syahadat, tetapi justru kita tidak mengetahui makna sholat yang semstinya masih saja mengatakan kepada orang lain hal – hal yang membuat tersinggung. Setelah manusia berjuang dengan hawa nafsunya itu tanpa akal budi pekerti yang baik, akhirnya manusia merasa dirinya berjaya di dalam perjuangannya menentang kehendak nalurinya.
Bagi penulis untuk menciptakan babak baru dalam hidupnya manusia, Maka hendaklah melakukan hijrah dari kejahatan kepada kemuliaan hidup seperti yang digariskan oleh Allah dan Rasulullah saw, Hingga berubah menjadi mukmin yang soleh dan mulia. Ada suatu kisah yang menarik dan mungkin tidak cocok bagi pembaca untuk mengambil analogi ini, siapa pun dan dimanapun manusia wajib melakukan hal-hal yang benar dan baik walaupun terjadi sebuah perdebatan atau berperang, maka yang terlebih dahulu sikap yang di tonjolkan adalah sikap kedamaian pada sesama. Oleh karena dengan dialog dan mengedepankan akal pikiran itulah, maka semua sesuatu yang kita inginkan bersama baik secara kolektif maupun individual akan terejawantahkan dan semua itu bentuk perbuatan terpuji di depan Allah swt. Sebagaimana ketika Rasulullah saw memanggil kaum Muslimin yang mampu berperang untuk terjun ke gelanggang perang Badar, dalam panggilan tersebut ada sebuah dinamika dialog yang sangat luar biasa terjadi dalam komonitas keluarga yakni antara Saad bin Khaitsamah (anak) dengan Khaitsamah (ayah). Dalam masa-masa itu panggilan seperti itu tidak terlalu mengherankan. Kaum Muslimin sudah tidak merasa asing bila dipanggil untuk membela agama Allah dan jihad fisabilillah (bukan jihat karena nafsu tetapi jihad karena ikhlas). Sebab Khaitsamah berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, aku akan keluar untuk berperang dan kau tinggal di rumah menjaga wanita dan anak-anak." "Wahai ayahku, demi Allah janganlah berbuat seperti itu, karena keinginanku untuk memerangi mereka lebih besar daripada keinginanmu. Engkau telah berkepentingan untuk tinggal di rumah, maka izinkanlah aku keluar dan tinggallah engkau di sini, wahai ayahku." Khaitsamah marah dan berkata kepada anaknya, "Kau membangkang dan tidak mentaati perintahku." Saad menjawab, "Allah mewajibkan aku berjihad dan Rasulullah memanggilku untuk berangkat berperang. Sedangkan engkau meminta sesuatu yang lain padaku, sehingga bagaimana engkau rela melihat aku taat padamu tetapi aku menentang Allah dan Rasulullah." Maka Khaitsamah berkata, "Wahai anakku, apabila ada antara kita harus ada yang berangkat satu orang baik kau mahupun aku, maka dahulukan aku untuk berangkat." Saad menjawab, " Demi Allah wahai ayahku, kalau bukan masalah syurga, maka aku akan mendahulukanmu." Khaitsamah tidak rela kecuali melalui undian antara dia dan anaknya sehingga terasa lebih adil. Hasil undian menunjukkan bahwa Saadlah yang harus turun ke medan perang. Dia pun turun ke medan Badar dan mati syahid. Setelah itu Khaitsamah berangkat menuju medan pertempuran, tetapi awalnya Rasulullah tidak mengizinkannya, tetapi karena permntaan Khaitsamah sambil menangis, maka Rasulullah akhirnya mengizinkannya.
Kisah dialog tersebut diatas menandakan manusia adalah yang terbaik. Namun apabila kita semua membuka mata hati dan akal kita, untuk senantiasa memikirkan apa yang terjadi sekarang. Begitu banyak dan bergelimpangan darah manusia mengalami kematan, apalagi di Timur Tengah yang merupakan basis umat Islam akibat dari peperangan yang di sebabkan oleh persengketaan ekonomi dan pemberlakuan secara paksa kemauan manusia itu seperti sistem kapitalisme, demokrasi, liberalisme, pluralisme sampai pada Isu teroris yang mencoba memojokkan umat Islam dengan tujuan agar Islam ini hancur, padahal Allah swt mengingingkan kepada manusia itu hanya satu yaitu kedamaian (keislamannya). Apabila kedamaian ini bisa di manfaatkan sesuai tuntunan Allah maka, semua kita manusia di dunia ini akan merasa bahagia, saling menjaga, saling menghargai, saling mencintai, saling melindungi dan membela satu sama lainnya dalam konteks keenaran illahiannya. Permasalahan untuk menciptakan sebuah perdamaian memang sangat susah dan perlu kita memahami watak dan karakter serta kemauan orang lain, dan letak kerancuan hidup ini mengapa manusia tidak bisa berdamai dengan sesamanya adalah sikap dan pemahaman intelektualitas generasi Islam, kristen protestan, kristen katolik, budha, hindu, konghucu, komfucianisme, taoisme, dalam lain sebagainya, karena generasi semua asma (agama) tersebut selalu ditaburi dan di bumbuhi sikap dendam maupun klaim kebenaran, selain itu juga terutama pemikir-pemikir di abad sekarang ini selalu membuat perbedaan yang mencolok dan tidak menghargai Asma (agamanya) sendiri seperti aliran–aliran pemikiran kritis—progresif yang bersipat sektarianisme dan mementingkan kehendaknya sendiri. Sehigga gagasan intelektualnya tidak terbangun pada penghargaan terhadap nilai kemanusiaan. Mengapa kedamaian di dunia ini tidak kujung menunjukkan elan vitalnya, padahal dalam Asma (agama) apapun telah mengajarkan tentang keislaman, akan tetapi mengapa manusia ini selalu sombong dan ingin mentakluki orang lain dengan bahasa perang tanpa ada realitas dialog untuk membedah persoalan apa yang sebenarnya terjadi diantara manusia ini.

Tidak ada komentar: