Manusia Tesis Tuhan Dalam Perdebatan
YANTO SAGARINO SAMAWA TARIANO
Manusia yang menyukai keislaman (kedamaian) ketika Tuhan dan para Nabi—Rasulnya mengamanahkan tanggungjawab keislaman ada pada manusia itu sendiri, manusia yang bermain dengan dunia dan berusaha mengabdikan eksistensi kemanusiaannya pada agama dan Tuhan mereka sendiri. Manusia tidak memilikinya apa yang menjadi harapan, manusia hanya sebuah impian dan percobaan tesis ketuhanan, Manusia saling mencintai, namun tidak berusaha apa arti cinta, hanya mampu menyebutnya ini takdir, padahal dalam diri manusia ada pergulatan antara Tuhan dan manusia. Kadang Tuhan mengetahui yang terbaik, tetapi Tuhan selalu memberi kita kesusahan untuk menguji. Kadang Tuhan pun melukai hati manusia dengan penciptaan yang berbagai macam model dan karakter, supaya hikmat-Nya bisa tertanam dalam Asmaul Husna. Jika kita kehilangan cinta, maka pasti ada alasan di baliknya. Alasan itulah yang sulit untuk dimengerti, namun kita tetap harus percaya bahwa ketika Tuhan mengambil sesuatu yang ada pada manusia, maka Tuhan telah siap memberi yang lebih terbaik kepada hambanya. Mengapa menunggu untuk menuju keislaman—ketuhanan yang satu (Esa) ?. Begitulah manusia karena walaupun ingin mengambil satu keputusan, manusia tidak ingin tergesa-gesa. Karena pun manusia ingin cepat-cepat, maka jangan sembrono. Jika ingin berlari, belajarlah berjalan duhulu, Jika ingin berenang, belajarlah mengapung dahulu. Jika ingin dicintai, belajarlah mencintai terlebih dahulu akan sebuah kebenaran.tentang eksistensi penciptaan keislaman—manusia—ketuhanan.
Pada akhirnya, lebih baik memaknai keislaman orang yang Tuhan inginkan, ketimbang memilih apa yang ada dalam benak kekeliruan mereka. Tetap lebih baik keislaman orang yang Tuhan cintai dan mencintai Tuhan bersama Asmaul Husna—Nya, ketimbang memuaskan diri dengan apa yang ada kekeliruan. Tetap lebih baik menjadi orang yang tepat, karena hidup ini terlampau singkat untuk dilewatkan bersama pilihan yang salah, keislaman manusia mempunyai tujuan mulia dan sangat misterius. Bunga tidak mekar dalam waktu semalam, kota Roma, Madinah, Makkah tidak dibangun dalam waktu sehari. Kehidupan dirajut dalam rahim selama sembilan bulan sepuluh hari, Cinta keislaman yang agung terus bertumbuh selama kehidupan. Sesunguhnya hidup ini membutuhkan banyak yang indah, tentu memerlukan waktu yang lama, dan penantian itu tidaklah sia-sia selagi manusia cinta keislamannya. Walaupun kita semua menunggu membutuhkan biaya dan tiket mahal yakni iman, ilmu, dan amal sebagai pengharapan penantian yang menjanjikan banyak hal keangungan di dalamnya yang tidak seorangpun bisa membayangkannya. Pada akhirnya, Tuhan dalam segala kekuasaan-Nya, meminta manusia untuk menunggu, karena alasan yang sangat penting dalam hidup yakni balasan atas apa yang telah di berikan Tuhan. Orang pasti tidak nyaman dalam kehidupan keluarga, bertetangga, tidak nikmat dalam bekerja, itu semua adalah orang-orang yang paling busuk hatinya. Kita akan yakin, apabila yang saya katakan ini adalah terbukti pada semua orang, bahwa apabila manusia penuh kesombongan, suka pamer, ria, penuh kedengkian, kebencian, maka akan habislah energi dan waktu produktifnya hanya untuk meladeni kebusukan hati. Dan tentu sungguh sangat berbahagia bagi orang-orang yang berhati damai (Islam) bersih, lapang, jernih, dan lurus, karena memang suasana hidup tergantung suasana suara hati. (KH Abdullah Gymnastiar ManajemenQolbu.Com). Salah satu yang harus dilakukan adalah agar manusia itu terampil dalam memahami keislamannya untuk menyikapi orang lain berbuat salah. Sebab, tetangga, teman kantor, atasan di kantor, karena memang manusia bukanlah malaikat. Namun sebenarnya yang jadi masalah adalah bagaimana menyikapi kesalahan orang lain. Sebenarnya manusia terlebih dahulu mempertanyakan dan mengenal diri mereka sendiri, apa yang paling kita inginkan dari sikap orang lain pada diri kita ketika kita berbuat salah ?. Kita sangat berharap agar orang lain tidak murka, memberitahu kesalahan secara bijak dan berharap agar orang lain bisa bersikap santun dalam mensikapi kesalahan kita. Kita sangat tidak ingin orang lain marah besar atau bahkan mempermalukan kita di depan umum. Kalaupun hukuman dijatuhkan, kita ingin hukuman itu dijatuhkan dengan adil dan penuh etika, diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Nah, keinginan-keinginan ini ada pada diri kita semua, mengapa ketika orang lain berbuat salah, kita malah mencaci maki, menghina, memvonis, memarahi, bahkan mendzalimi ?. Seharusnya ketika ada kemungkaran, apalagi posisinya sebagai pemimpin, maka kecenderungan orang dibawahnya atau pengikutnya mengikuti kemauannya atau mengatakan kepada orang yang berusaha meluruskan ”ah itukan politiknya saja”. Padahal bersikap sabar dan membela pemimpin yang membelot adalah bentuk perusak nilai kemanusiaan. Artinya, semua yang menjadi pemimpin, dalam skala apapun harus siap untuk dikecewakan. Mengapa ? Karena kualitas pribadi dalam kepemimpinannya tidak sesuai dengan dengan orang yang dipimpinnya. Maka, seorang pemimpin yang tidak siap dikecewakan berarti dia tidak siap memimpin. (KH Abdullah Gymnastiar ManajemenQolbu.Com).
Sebuah pengalaman dalam hidup saya, ketika tahun 2007-2008 pada musim semi, saya bersama kawan-kawan pergerakan mahasiswa turun kejalan untuk meminta Amerika Serikat dan sekutunya memberhentikan peperangan terhadap Timur Tengah, oleh karena invasi senjata dan memblokade perekonomi dalam rangka pergelaran senjata mesin-mesin yang brutal tanpa prikemanusiaan hanya karena isu senjata pemusnah massal di Irak, padahal itu semu tidak terbukti. Dalam aksi itu pun kami tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Amerika dan Israel yang di pelopori oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah NTB. Semua immawan dan immawati menyampaikan aspirasi perdamaian, agar Amerika dan Israel menghentikan kebengisan mesin perangnya karena berakibat pada konflik global, sebelum itu juga belumlah lengkap bagi orang penganut agama, kristen, nasrani dan yahudi, mereka nekat mengambarkan model seorang Rasul Allah yakni Muhammad saw dalam bentuk karikatur pada tahun 2006 silam yang dimuat pada majalah jilan posten denmark, bersama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah NTB kembali mengecam dan melarang denmark untuk memuat karikatur seperti itu lagi, oleh karena di anggap menyulut perang—grilya antar agama, padahal pemahaman agama yang mereka pahami juga merupakan manifestasi keberadaan Muhammad saw sebagai Rasul dan Nabi seluruh alam semesta. Artinya kerasulan Muhammad saw juga Kerasulan mereka. Hal ini yang tidak bisa di pahami oleh umat non Islam (Yahudi, Kristen, hindu, taoisme, ateis, budha dll). Keberimanan kepada Asmaul Husna (ketuhanan) dalam persfektif seluruh agama hanya tertuju kepada sang penguasa satu yakni Tuhan Yahudi, Tuhan Kristen, Tuhan Hindu, Tuhan Taoisme, Tuhan Ateis, Tuhan Budha. Tuhan-Tuhan itulah yang dikatakan Al Ahaad (Esa) atau dalam bahasa arab Allah swt.
Subhanallah, pertolongan Allah pasti akan datang dari mana saja. Oleh karena
itu, kalau melihat orang lain berbuat salah dan mengerjakan yang mungkar, lihat dululah, apakah mereka ini tahu atau tidak bahwa ritualisme yang dilakukannya ini suatu kesalahan. Kalau toh mereka belum tahu arti sebenarnya dari keislaman maka harus di luruskan niatnya, karena keislaman—lah yang akan mengantarkan kita semua kepada sang alam akherat (kehidupan kedua) setelah kematian yakni Alam Keislaman (kebahagiaan). Tentu hal yang harus di lakukan yaitu meluruskan berbagai macam kesalahan pada manusia, baik dalam pemahaman teologisnya maupun pemahaman ideologisnya. Apabila ada kesalahan dalam pemahaman tersebut maka akan terjadi kesalahan juga di belakang dalam bentuk teoritis maupun praksisnya. Maka oleh karena itu untuk melakukan proses pelurusan terhadap eksistensi manusia ini, harus melalui beberapa tahapan yaitu pertama adalah kalau kesalahan itu terjadi secara personal, maka terlebih dahulu memberitahu orang yang berbuat salah dari tidak tahu kesalahannya menjadi tahu dimana letak kesalahan dirinya. Metodenya dengan cara mendatangi dan memanggilnya atau membawa kepada satu tempat untuk tidak diketahui kesalahan oleh orang lain, karena harus menjaga perasaan yang bersalah juga. Dalam melakukan proses pemanggilan harus di temani atau bersama 3-4 orang dan semua orang yang gunakan sebagai saksi bisa kita percaya dan tidak membocori kesalahan orang lain. Mengapa harus 3-4 orang karena khawatir kalau sendiri-sendiri akan terjadi pertikaian dan menyebabkan konflik meluas, baik secara etnik maupun Asma (agama). Kemudian tahap kedua, kalau kesalahan secara kolektif, maka kita harus membantu orang lain agar mengetahui solusi setiap ada problem, karena tidak selamanya orang banyak atau kolektif akan realistis, pasti ada diantara mereka yang ikhlas—jujur dan ada juga yang menolak masalah, Maka, posisi kita adalah membantu orang yang berbuat salah untuk mengetahui jalan keluarnya dan dasar persoalan yang terjadi. Tentu hal ini metode penyelsaiannya adalah kolektif. Jika di sebuah organisasi terjadi kesalahan maka harus di bicarakan tanpa ada sedikitpun di tutupi, karena kalau di tutupi maka yang terjadi adalah penzoliman, memelihara kesalahan dan ketidakadilan. Semua hal itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan, disinilah hukum harmonisasi nilai berlaku, dimana dalam penyelsaian masalah secara kolektif dalam suatu majelis harus memiliki kesadara tauhid, kesadaran hormonisasi nilai, kesadaran iqra diri sendiri, kesadaran keislaman (kedamaian).
Selanjutnya tahap ketiga adalah apabila kesalahan dan konflik itu terjadi antara komonitas—etnik—negara (internasional), maka harus ada sistem akomodasi. Metode akomodasi ini adalah sipat kolektif—multilateral yang di mana semua Negara berhak mengajukan pendapat nntuk menyelsaikan masalah Negara bersangkutan. Akan tetapi peran Negara yang di minta bantuan untuk menyelsaikan masalah tersebut dalam majelis—kolektif yang terbatas pada persoalan itu saja, tidak melebar. Jika persoalan itu mengenai seluruh bidang dalam sistem dan struktur kekuasaan negara maka harus ada Komite Indefendensi Problem untuk melakukan penelitian dalam beberapa waktu yang di sepakati, karena hal seperti itulah yang bisa memenuhi asas keadilan antara hubungan negara satu dan yang lainnya. Dalam penyelsaian masalah tersebut juga tidak bisa membicarakan bentuk kerjasama lainnya baik dalam bentuk ekonomi, hukum, politik dan pembanguanan. Sistem problem fhinis adalah sistem Akomodatif—Asimilasi, hal-hal yang bisa di capai dalam sistem tersebut adalah mengusahakan dan menguranggi agar tidak terjadi pertentangan yang mengarah pada disintegrasi masyarakat, menekan pihak oposisi dengan metode dialogis, merubah bentuk-bentuk lembaga negara yang sistemnya rancu, membuka arah untuk terjadi asimilasi, toleransi, sikap saling menghargai kebudayaan orang lain, sikap terbuka dari golongan pemimpin, dan persamaan dalam unsur agama, ras, etnik, budaya agar berbaur untuk mereduksi konflik. Tentu untuk menyatukan semua komponen itu garus ada regulasi atau aturan hukum yang mengikat mereka, sebagaimana apa yang telah di lakukan oleh Rasulullah saw ketika di Madinah dengan perjanjian hudaibiyahnya (piagam madinah) dalam membangun kerjasama membina umat manusia agar bertoleransi dalam pluralitas, saling menghargai dalam ritualisme agama, tidak ada kristenisasi, mengeluarkan zakat untuk pembiayaan sistem negara dan kesejahteraan ekonomi rakyat.
Pada zaman ini tentu Allah swt sedang sendiri, tidak bersama siapapun dan tidak pula ada yang memberikan makan dan minum. Allah sekarang sampai kapan pun hanya bersanding dengan ilmu dan sifat ketuhanannya dengan manajemen pengetahuan yang tanpa batas. Apapun yang di kehendaki oleh Allah pasti akan terjadi tanpa ada yang bisa menghalanginya. Mengekspresikan tentang Tuhan memang harus di akui banyak cara yang di tempuh, baik dalam persfektif aliran-aliran literal, liberal, sekuler, ateis sekalipun, mereka memosisikan Tuhan sebagai yang maha mutlak ada juga yang menempatkan Tuhan pada diri mereka sendiri. Bagi aliran yang mengekspresikan Tuhan ada pada mereka sendiri, selalu saja mengibaratkan Tuhan sebagai seorang sarjana yang baru di wisuda belum genap 1 tahun dengan peringkat nilai mata kuliah dari awal sampai akhir mendapat A tidak pernah mendapat B, C, D, Bahkan sarjana ini dikategorikan mahasiswa penentu masa depan manusia dengan ilmu yang Ia milikinya, dan dengan ilmu pengetahuan yang dikuasainya sehingga tak ada lagi memori otaknya untuk menampung semua program masa depannya. Lantaran pendidikan yang ia tempuh merupakan final dari semua pendidikan. Seharusnya kita sadari sejenak tentang kehidupan kita, bahwa Tuhan Allah justru sebaliknya menjadikan manusia sebagai tesisnya, kita boleh menguji kemampuan berfikir dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri bahwa kita ini siapa ?, apa makna kita ini ?, kenapa Tuhan menjadikan kita sebuah tesis ?. Jika Tuhan di ibaratkan sebagai sarjana, lalu mengapa kita masih bertanya ”kemana saya harus mencari kerja ?, saya bagaimanakan ilmu pengetahuan yang saya miliki ?, atau bagi sarjana yang radikal, muslim sejati pun atau kaum sufistik pasti bertanya tentang ilmu mereka, ”kemana ilmu yang saya miliki akan saya abadikan dan saya torehkan agar hidup kita ini menjadi baik ?. Semua pertanyaan itu adalah pertanyaan sarjana tidak kreatif dan sangat tolol dalam keilmuannya. Dari berbagai pertanyaan tersebut diatas da[atlah kita tarik kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan yang kita miliki harus di aplikasikan sebagai bentuk manivestasi nilai ketuhanan kita melalui kerja-kerja amaliyah—muamalah (kerja amal sosial) tanpa terikat oleh ruag dan waktu. Orang yang lagi membuat naskah buku dan membaca segala hal, mereka bangun tidur kemudian mandi lalu duduk di depan komputer, setelah itu menggetk apa yang diotaknya, kemudian apabila mereka bingung lalu diskusiakan bersama kawannya, ketika mencapai kelimak diskusi ada sebuah jawaban yang mereka temukan kemudian jawaban itu pun mereka aplikasikan, itu semua adalah kerja –kerja ketuhanan.
Ilmu harus di disinergiskan, membangun harmonisasi nilai kemanusiaan—ketuhanan, ilmu untuk duduk di majelis-majelis diskusi, ilmu adalah metode membaca manusia itu sendiri, ilmu yang kita cptakan sekalipun bisa menembus kejumudan manusia akan ketuhanannya. Nabi Muhammad sang rasul pernah mengatakan bahwa langit dan segala komponennya (batu meteor dan lain sebagainya) akan mengalami kehancuran, ketika mereka jatuh kemudian terkena sengatan matahari, lalu benda itupun hancir. Dari kehancuran benda itu, maka akan membentuk poros-poros matahari dari matahari terkecil sampai matahari terbesarnya yang selalu memancarkan cahayanya. Apa yang diucapkan oleh Muhammad saw, ingin di buktikan oleh orang-orang Amerika Serikat (yahudi) melalui teorinya yang dinamakan big bang pada abad 18. Teori big bang ini pernah diadili pencetusnya karena diaggap melawan gereja saat itu, akan tetapi teori ini menjadi bahan diskusi akademis di setiap perguruan tinggi, Teori ini terbukti ini populer pada abad 20 sampai sekarang, yang dibuktikan melalui penciptaan teknologi raksasa oleh Amerika Eropa berupa roket pengintai dengan tujuan ingin mengetahui umur dan asal usul kejadian bumi dan langit ini. Nah kita sekarang membandingkan pembuktian teori big bang yang memakai teknologi raksasanya dengan perkataan Rasulullah yang hanya dibimbing oleh Al Qur’an dan Allah swt saat itu dan hidup ribuan tahun yang lalu, justru terbukti dan diakui oleh orang barat. Sekarang manakah yang lebih canggih berfikirnya, Al Qur’an buatan Allah atau teknologi buatan manusia ?. Jangankan mencari dimana Allah berada, pembuktian terhadap langit dan bumi ini saja, orang-orang Barat—Yahudi mengekor kepada perkataan Mhammad saw. Begitu juga dengan rumus penciptaan menusia, apapun yang disebut oleh orientalis Barat—Kristen—Yahudi—Nasrani dalam komponen peringkat dan nama-nama sel kejadian manusia, itu semua di sebutkan dalam Al Qur’an dan dibuktikan dengan perkataan Muhammad saw. Anehkan pikir dan cari aja sendiri. Maka oleh karena itu seirang sarjana ini mau tidak mau harus mengaflikasikan keilmuannya, kalau sarjana Keguruan, Fisipol, teknik, kebidanan, Farmasi, Pemerintahan waktu mahasiswanya tidak berorganisasi dan tidak mendalami ilmunya, tidak bisa menjelaskan mata pelajaran kepada muridnya, maka wajar predikat yang mereka dapat adalah sarjana tolol, ada juga sarjana bersemangat mengajar ingin memberikan yang terbaik, kemudian ada mahasiswanya pun melakukan kritikan tetapi sang dosen tetap ingin terbuka dengan pendapatnya, tetapi mahasiswa tersebut hanya tahu mengkritik tetapi juga mereka tidak mau membaca buku, tidak menulis secara kreatif, tidak diskusi secara kritis, tidak mengerjakan tugas kuliah secara baik, selalu copy paste tugasnya, mereka juga mahasiswa yang tolol dan bego. Inilah manusia yang merasa tak pernah merasa bersalah dan selalu trut claimnya tinggi sampai mau jihad dan berperang tanpa ada pembicaraan dan dialog secara terbuka demi kemajuan Islam yang damai. Mereka ini kita kategorikan dan sekaligus khawatir manusia yang tak bertuhan, mengapa ? karena mereka menghilangkan nilai illahianya. Inilah faktor yang membedakan manusia dengan Tuhannya, Allah swt bebas memilih dan melakukan apapun yang Tuhan suka, karena itulah Allah yang bersifat jaiz atau berdiam diri sekalipun. Kedua sifat ini tidak pernah menguranggi kesempurnaan Allah swt. Jika pun Allah waktu memilih berdiam diri, tidak melakukan sesuatu dan tetap dalam kesendiriannya, tidak memiliki sahabat yang menemaninya, bukanlah dalam arti Tuhan bego. Tuhan itu sangat sempurna, lailla haninnallah (tiada Tuhan melainkan Allah swt). (Rulli Nasrullah Dan Tohirin, 2008 : 3, Unbelieve In Relidion, believe In God, Penerbit MASmedia Buana Pustaka).
Mengapa manusia dijadikan sebuah tesis oleh Tuhan Allah swt, Kita semua dapat mengetahui bagaimana seluruh malaikat ketika dikumpulkan oleh Allah swt yang pada saat itu terjadi sebuah perdebatan antara malaikat dengan Allah swt. Malaikat pun tidak tangung-tanggung melakukan protes kepada Allah swt : Mengapa hendak engkau menjadikan khalifah (wakil/rasul/utusan) di bumi itu orang-orang yang membuat kerusakan padanya dan mneumpahkan darah ?, padahal kami selalu bertasbih dan mensucikan engkau ?, Tuhan menjawab : Sesungguhnya aku mengetahui dari apa yang tidak kamu ketahui”. (Al Qur’an surat Al Baqarah [2] : 30). Akan tetapi saat itu mengingat malaikat bukan setan, bukan pula yang iblis selalu pembangkang, Allah menciptakan malaikat dari zat yang paling mulia demi menerangi jalan hidup manusia yakni An Nuur (An Nur illallah wal malaikati). Maka dengan demikian perdebatan dan protes malaikat saat itu berhenti menjadi sebuah bahasa dan sikap tawakkal dan siap mengawal manusia untuk menerangi jalannya kehidupan di dunia demi mencapai keridoan Allah swt. Dari sebuah perkataan protes malaikat yang disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah [2] : 30 tersebut diatas, meruapakan sebuah pernyataan yang menandakan bahwa manusia ini sebuah tesis, apakah tesis tersebut diterima atau tidak oleh pembimbingnya, atau diterima dengan berbagai kesalahan penulisan dan penyebutan kalimat kemudian menyuruhnya untuk diperbaiki sebaik mungkin agar tesisnya tersebut layak diterima sebagai kekuatan istiqomah akan keyakinan intelektualnya untuk mempertanggunjawabkan didepan pembimbingnya. Begitu juga dengan manusia sebaliknya, manusia diciptakan sebagai utusan/Nabi/Rasul sebagai khalifatul fil ardhi merupakan sebuah tesis percobaan kepada manusia untuk senantiasa mengajak kepada kebaikan, oleh karena manusia sebelum turunnya agama, manusia dikenal perusak, menumpahkan darah, tidak ada keadilan dan perempuan senag menggoda dan berpakaian picik, pendek, seronok, perempuannya senang pelacuran dan pengangkut birahi, laki-lakinya senang khamar/sabu-sabu/tuak, tidak beradab, tidak bermoral dan senag memfitnah satu sama lainnya. Apalagi sekarang ini juga banyak aliran Islam yang memiliki tipikal radikal dan teologi agama eksklusif, mereka senang seperti barbar. Begitu juga dengan paham marxisme yang mengatakan dirinya ateis, tetapi mereka tidak konsisten, kalau tidak bertuhan, jangan sholat dan mengaji dong atau memang sholat dan mengaji bagian rayuan kepada Tuhan supaya pahamnya di akui oleh Tuhan dan Islam itu sendiri, paham marxisme ini juga memakai teori revolusi radikal yang senang melululantahkan semua infrastruktur kemanusiaan, katanya kalau tidak radikal kami tidak bisa kuat. Kalau pada prinsip seperti itu runtuhlah semua konsep berfikir paham tersebut karena menyalahkan asas ketunggalan Tuhan dan menilai Tuhan sebagai sesuatu yang tak mampu. Keadaan yang sangat kacau balau tersebut membuat malaikat angkat bicara kepada Tuhan. Dengan sangat mulia malaikat menginterupsikan diri dan sangat terpaksa menjalankan kebijakan Tuhan. Seolah tak yakin kalau manusia adalah benar-benar merusak, ternyata itu terbukti kekhawatiran malaikat. Karena sesungguhnya manusia telah dipercayakan membawa misi Tuhan. Jadi sejatinya Tuhan menurunkan Asmanya (agama) kepada manusia, agar manusia tidak lagi berada dalam dunia yang penuh kegelapan. Tidak ada lagi terjebak dalam kerusakan, tidak adalagi paham dan agama selain ad din (Al Islam), tidak ada lagi kekacauan dan merasa puas berada di langit ilmu pengetahuan. Karena berada diatas seluruhnya hanyalah Allah swt yang Maha Tinggi. (Rulli Nasrullah Dan Tohirin, 2008 : 9, Unbelieve In Relidion, believe In God, Penerbit MASmedia Buana Pustaka).
Kemudian mau mencari dimana Al Haq (kebenaran sejati), bukanlah kebenaran yang kita klaim bahwa kita yang terbaik. Kebenaran sejati itu kita temukan pada diri kita, yakni kita tidak merasa benar larena yag paling benar hanya Allah, tidak merasa paling tinggi dan pintar karena hanya Allah yang paling cerdas diantara mahluknya, mengakui bahwa Asma (agama) Allah yang paling diridhoi, tidak ada trut klaim dan tidak mengakui agamanya paling benar baik itu Kristen, Budha, Hindu, Konghucu, Konfucianisme, Taonisme, dan Islam (Islam yang mana ? Islam Sufi, Islam Radikal, Islam Wahabi, Islam Salafi, Islam Muhammadiyah, Islam NU, Islam Persis, Islam apalagi ya ?). Sebab, Tuhan tidaklah memandang nama agamanya (religion is name), tetapi yang memandang dan membedakan manusia adalah iman mereka untuk mengimplementasikanya : Di dalam Al Qur’an mengatakan bahwa : Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang yahudi, orang-orang nasrani dan orang-orang sabi’in, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudina dan beramal shaleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawaturan terhadap mereka dan tidak pula merek abersedih hati. (Al Qur’an surat Al Baqarah [2] : 62). Kemudian untuk memberikan argumentasi ini yang lebih kepada kebenaran di jelaskan dalam Al Qur’an yang mengatakan : Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Sabi’in, orang-orang majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberikan keputusan diantara mereka pada hari kiamat nanti. Sesungguhnya Allah menyaksikan sesuatu. (Al Qur’an surat Al Hajj : 17). Yang pada akhirnya berani menerima kenyataan bahwa benar dalam pandangan manusia belum tentu beanar dalam pandangan Tuhan. Sedangkan kebenaran mutlak—Nya mau tidak mau harus diterima oleh manusia, bila tidak ingin menanggung jerugian yang tak terhigga besarnya di hari kiamat nanti. Sebagaimana pepatah timur tengah yang disetir oleh tohirin dan nasrullah adalah ”Yang benar akan selalu benar walaupun tidak seorang pun yang melakukannya, yang salah tetap salah walau semua orang melakukannya”. (Rulli Nasrullah Dan Tohirin, 2008 : 11, Unbelieve In Relidion, believe In God, Penerbit MASmedia Buana Pustaka).
Kalau kita semua hanya bisa meremehkan, mencela, menghina, dan mencaci orang lain. Padahal orang lain berbuat kesalahan dan kita pun sebenarnya gudang kesalahan. Sebagaimana dalam Al Qur’an mengatakan bahwa : "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, engkau berikan kerajaan kepada orang yang engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau kehendaki. engkau muliakan orang yang engkau kehendaki dan engkau hinakan orang yang engkau kehendaki. Di tangan engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al Qur’an Surat Ali Imran : 26). Apa yang di maksud ayat tersebut diatas adalah menyuruh kepada kita semua manusia, agar tidak mengaku kemanisan berzikir kepada Allah, tetapi dia mencintai dunia, terkadang juga orang mengaku cinta damai dan ikhlas di dalam beramal, tetapi dia ingin mendapat pujian dari orang lain, apalagi semua umat berasma (beragama) mengaku cinta kepada Tuhan yang menciptakannya, tetapi masih percaya kepada patung-patung, kayu-kayu besar, merayakan valentine, merayakan maulid Nabi, selalu sombongkan diri, padahal mereka mengetahui Tuhan sebenarnya yaitu Tuhan yang mengajarkan keislaman (kedamaian) kepada seluruh manusia tanpa terkecuali. Selain itu juga Rasulullah saw bersabda, "Akan datang waktunya umatku akan mencintai lima lupa kepada yang lima : Mereka cinta kepada dunia, tetapi mereka lupa kepada akhirat. Mereka cinta kepada harta benda, tetapi mereka lupa kepada hisab. Mereka cinta kepada makhluk, tetapi mereka lupa kepada al-Khaliq, Mereka cinta kepada dosa, tetapi mereka lupa untuk bertaubat. Mereka cinta kepada gedung-gedung mewah. tetapi mereka lupa kepada kubur”. Menurut Dr. Jalaluddin Rahmat dalam bukunya Dahulukan Akhlak di Atas Fikih, mengatakan bahwa salah satu perkembangan memprihatinkan di masyarakat Islam belakangan ini adalah makin kuatnya kecenderungan meninggalkan akhlak ketika menghadapi perbedaan dalam paham keagamaan. Dr. Jalaluddin Rahmat juga mengelaborasikan bahwa semua orang harus mendahulukan ahlaknya dari pada fikih, karena fikih hanya ijtihad para ulama bisa benar dan bisa salah. Akan tetapi kalau orang menentang Alqur'an dan sunnah, jelas dia kafir. Tapi kalau hanya menentang pendapat orang tentang Alquran dan sunnah, kita tidak boleh menyebutnya kafir. Itu perbedaan tafsiran saja.
Karena itulah kemudian manusia harus berpikir bahwa sebenarnya ada hal yang mungkin mempersatukan kita semua, yaitu akhlak—Asmaul Husna untuk menuju kepada Tuhan—keislaman. Dalam bidang akhlak—Asmaul Husna, semua orang bisa setuju, apapun mazhabnya. Kalau bagi penulis berpendapat dan berpendirian bahwa kalau berhadapan dengan perbedaan pada level fikih dan mazhabnya, memang harus mendahulukan akhlak—Asmaul Husna. Kalau misalnya kita sholat subuh di jamaah NU yang ada doa qunut, demi membina hubungan kemanusiaan dan nilai keibadahannya maka saya akan mendahulukan Ahlak—Asma Husna—Nya di tengah-tengah warga NU. Tentu bagi saya tidak akan ikut dalam qunut hanya dalam proses mendengarnya saja dan tidak akan mengangkat tangan layaknya orang berdoa. Mengapa saya tidak mengangkat tangan oleh karena arti dari sebuah Ahlak—Asmaul Husna adalah menghargai diri sendiri dan menghormati orang lain juga. Kebetulan dalam ibadah sholat tidak di atur tentang harus qunut, bahkan tidak di bolehkan. Oleh karena kita menjadi umat Islam yang baik maka tentu ibadahnya harus baik pula. Insan Allah itu di tuntut untuk konsisten menjalankan apa yang di perintahkan oleh Allah dan di sunnahkan oleh Rasul Muhammad saw. Sebagaimana Muhammad saw bersabda ”Sholatlah kalian seperti sholatku”. (HR. Bukhari Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar