Gelorakan Pemikiran

Minggu, 10 Oktober 2010

PILKADA KOTA MATARAM MENGGUSUNG GERAKAN KESEJAHTERAAN DAN PENCERDASAN DAERAH




RUSDIANTO,.SIP
DIREKTUR SHAFFAN INSTITUTE

Sekarang ini sedang menghadapi proses pilkada langsung dengan mensentralkan masyarakat kota mataram sebagai kebijakan tertinggi untuk memilih pemimpinnya melalui sistim bebas, rahasia, jujur dan adil. Namun kita melihat realitasnya di berbagai pilkada yang dilaksanaka di daerah NTB sendiri belum menunjukkan elan vitalnya untuk merealisasikan visi kesejahteraan dan meningkatkan taraf pendidikan masyarakat kota mataram. Mengapa dua komponen kesejahteraan dan pencerdasar sangat perlu ditingkatkan ?. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa setiap agenda pemerintahan baik yang sudah terpilih sebelumnya maupun yang belum atau sedang memiliki peluang untuk menjadi walikota mataram, sekirangnya mereka senantiasa memikirkan nasib masyarakat kota mataram sebagai basis perdangangan dan transaksi ekonomi yang relatif tinggi. Hal ini sangat perlu di perhatikan ketika mengingat semua persoalan yang terjadi mengakibatkan seluruh aspirasi dan kesejahteraan serta pendidikannya masyarakat kota mataram menurun drastis. Hal ini dapat diukur pada pola transaksi perekonomian yang terus melonjak dan selalu mengalami devisit anggaran sehingga visi program pememrintahan yang di sampaikan pada waktu kampanye pilkada tidak terrealisasi sepenuhnya.
Sekarang inilah kita harus siap menerima konsekwensi dari setiap pilkada yang sangat jarang dan bahkan tidak bisa menjadikan daerah ini sebagai tolak ukur daerah kesejahteraan dan pencerdasan. Kita bisa bayangkan kalau saja kota mataram tidak plural dalam konteks kemasyarakatannya maka akan tetap mengalami keterbeakangan. Mungkin dapat kita jadikan sebuah refleksi kritis bagaimana output pilkada yang seharusnya kita laksanakan, apakah hanya akan mengahasilkan pemimpin yang koruf, hedonism, bermental preman atau memang kita hanya menjadikan pilkada sebagai tradisi kekuasaan dan perebutan kursi yang kemudian setelah menjadi walikota atau bupati tidak lagi menghiraukan para masyarakatnya untuk di sejahterakan dan melakukan pencerdasan melalui strategi pendidikan yang humanis dan egaliter.
penomena ini sangatlah rutin terjadi di setiap daerah, apalagi kota mataram yang sipatnya konsumtif ekonomic tapi pekerjaannya tidak ada. Dari berbagai hal yang kurang dan belum memuaskan kehidupan masyarakatnya, maka penulis lebih mengarahkan pilkada kota mataram pada proses pemberdayaan masyarakat melalui berbagai formulasi kebijakan yang bersipat terbuka dan produktif, agar bisa menghasilkan output yang baik. Dalam hal ini penulis ingin menawarkan sebuah konsep bagi para calon walikota dalam visi kampanyenya sebagai tahapan realisasi program kesejahteraan dan pencerdasan, adalah sebagai berikut : pertama; para calon walikota harus bisa melaksanakan agenda yang namanya ”otonomi kesejahteraan”. Otonomi kesejahteraan ini bermaksud menjadikan daerah kota mataram sebagai basis dan tolak ukur daerah kesejahteraan melalui berbagai produk kebijakan yang bersifat proo poor dan merakyat. Kebijakan seperti ni akan bisa berjalan ketika ada kontrak sosial bersama seluruh komponen masyarakat sebagai manivestasi kebijakan yang akan di tetapkan. Kontrak sosial ini bukanlah dimakanai sebagai kepentingan golongan secara psikis, akan tetapi lebih dimaknai sebagai alur aspirasi masyarakat untuk di penuhi sepenuhnya. Selain strategi kontrak sosial, juga ada strategi lain untuk meningkatkan kapasitas pendapatan masyarakat yakni kebijakan aspiratif, kebijakan produktif dan kebijakan sosial. Ketiga kebijakan ini sejalan dengan berbagai kondisi lingungan masyarakat dan kebijakan ini pula sangat cocok untuk di tawarkan kepada masuarakat yang pluralitasnya tinggi baik budaya, ad din (agama), sosial, pendidikan, politik dan kepentingan ekonomi sebagai formulasi kebijakan jangka panjang dan menengah dalam konteks mensejahterakan dan mencerdaskan masyarakat. jadi otonomi kesejahteraan ini tanpa harus terlibat dan terikat dengan kebijakan pemerintah pusat. Karena formulasi otonomi kesejahteraan di tuntut untuk melakukan pengelolaan terhadap seluruh potensi kekuatan produktivitas ekonomi dan perdagangan seperti pajaka, retribusi daerah, pungutan liar di tiadakan, memberikan peluang usaha yang adil kepada para pedangagang dan pengusaha.
ntuk menjamin kehbijakan otonomi kesejahteraan ini sebagai basis daerah kesejahteraan maka, hal-hal yang perlu dilakukan adalah menawarkan pendidikan gratis dari tingkat TK sampai pada perguruan tinggi negeri dan swasta sekitar 70 porsen kemudian sisa yang 30 porsen sebagai pemasukan bagi pengelolaan pemerintahan. Mengapa harus demikian adanya, karena yang menentukan kekuasaan dan pemerintahan bisa bejalan dengan efektif adalah masyarakat, karena masyarakat memiliki kekuatan yang tak sebanding dengan apa yang dimiliki oleh negara dan lingkup pemerintahan.
Kedua; Reformasi institusi dan birokrasi, sebelumnya saya ingin mengungkapkan sebuah fenomena dan fakta yang terjadi di kota mataram, pada bulan februari 2009, saya melihat sebuah papan yang bertuliskan orang miskin tidak berhak jadi pemmpin. papan tersebut, mungkin bagi saya adalah sebuah respon bagi pemimpin yang selalu miskin dengan paradigma komonikasi dan humanis dengan rakyatnya sehingga sangat wajar tulisan seperti itu muncul di samping jalan yang mudah di lihat semua orang. Maka oleh karena itu terkadang para konglomerat apalagi jaringan neoliberalisme yang rata-rata mereka menghancurkan harapan masyarakat kketika mereka menjadi pemimpin. Akan tetapi pemimpin yang bertarkan belakang miskin tidaklah jadi amsalah apabila mereka mampu untuk mengemban amanah, karena Tuhan sesungguhnya tidak mengatakan kepada manusia yang kaya raya saja untuk menjadi pemimpin, orang miskin pun boleh menjadi khalifah (pemimpin). Dari filosofis ini penulis ingin mengkonstruksikan sebuah paradigma yang selalu terjadi sekarang dalam tradisi pilkada dan pemerintahan kita seutuhnya. Tradisi tersebut yakni memntingkan golongan partai, KKN, dan pragmatisme politik yang mengakibatkan anjloknya repitasi pemerintahan di mata masyarakat. Maka oleh karena itu, reformasi institusi dan birokrasi sebagai lembaga pelayanan masyarakat sangatlah di prioritaskan kedepannya. Reformasi institusi dan birokrasi ini diarahkan pada pembentukan karakter dan pelayanan kesejahteraan secara mendalam dan efisien, sehingga harapan akan kedepannya sebagai daerah kesejahteraan dapat di wujudkan. Tolak ukur keberhasilan kebijakan reformasi institusi dan birokrasi adalah adanya kehendak bersama untuk membangun kesadaran yang optimal agar dapat mematuhi apa yang telah menjadi kesepakatan bersama, baik dalam bidang hukum, ekonomi, sosial dan politik maupun budaya. Aspel yang sangat perlu di perhatikan adalah pengelolaan birokrasi sebagai basis pelayanan masyarakat yang terpadu, efektif dan kolektif. Kebijakan reformasi ini, senantiasa memperbaiki sistem institusi dan birokrasi pelayanan yang mudah dijangkau tanpa mengesampingkan aspek negatifnya yakni tuntutas yang meluas dari masyarakat.
Selain itu juga harus dimantapkan formulasi wacana dan implementasi pembanguanan yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai landasan penentuan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan daerah. Implementasi kebijakan pembangunan dalam rangka pelayanan kesejahteraan dan proses pencerdasan masyarakat, maka harus di perhatikan beberapa hal yakni stabilitas dan kondisi daerah yang dinamis dan menjamin adanya peluang keberhasilan, melalukan pemetaan pada proses pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan melakukan pemerataan pembangunan daerah dan hasil-hasilnya yang berorientasi pada keadilan. pencanangan pembangunan tersebut harus melalui tahapan yang benar dan berdasarkan hasil kontrak sosial dan kontrak kerja yang di sepakati bersama masyarakat agar tidak menuai kontroversi dan tidak mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Hal-hal yang sangat perlu diantisipatif dalam proses pembangunan adalah sebagai berikut: Pertama; memastikan pelaksanaan pembangunan daerah dalam stabilitas politik yang menghasilkan regulasi dimana diterbitkan sejumlah peraturan yang tidak mengakibatkan adanya ketertutupan baik pengendalian yang dilakukan oleh pers mapun pengontrolan masyarakat. Kedua; pengelolaan pertumbuhan ekonomi harus menghasilkan pemerataan, tanpa ada pengambilan hutang luar negeri. Syarat mutlak yang harus di hindari dalam pelaksanaan pembanguanan adalah mencegah adanya campour tangan investor asing, oleh karena faktor pembangunan daerah bisa dihambat oleh berbagai formulasi kebijakan yang di sentralkan dari pusat dan hal ini harus di tetapkan dan di rangsang melalui ekstra kebijakan yang tidak hegemonik oleh sistem maupun ntervensi politik kepentingan. Kemudian yang Ketiga: proses pelaksanaan pemerataan hasil pembangunan dan pelaksanaannya harus membuka jalur-jalur distributif yang dapat diakses oleh masyarakat bawah.

Pilkada Dan Visi Misi Penolakan Terhadap Dominasi Ekonomi Kapitalisme
Ekonomi kapitalisme mengalami kemajuan yang sangat pesat. Namun, sudah banyak gugatan yang dihadapkan, para pengamat ekonom Barat sendiri paling gigih mengkritik ekonomi kapitalisme antara lain, Prof. M. Umer Chapra, Prof. Kursyid Ahmad, Prof. Masudul Alam Chuodhury, Prof. M. Nejatullah Ash-Shiddiqy, Prof. M.A. Mannan dan ratusan ekonom muslim lainnya. Sedangkan dari ekonom Barat sendiri, antara lain, Robert Heibronner, Josept Stiglitz, Paul Ormerod, Lester Thurow, Kevin Philip, Bahkan sampai kepada Stigliz, pemenang hadiah Nobel dari harvard University, dan banyak lagi. Sebenarnya, kritik dan sorotan terhadap sistem kapitalisme muncul sejak Karl Marx dan para pengikutnya, pemikir sosialis, seperti EF. Schumacher dan Dr. Scott. Sistem ini semakin menjadi sorotan setelah beberapa skandal perusahaan terjadi belakangan ini yang puncaknya menghasilkan Sarbanes Oxley Corpoprate Act 2002. Pemerintah Amerika Serikat, kelimpungan dan berupaya memperbaikinya dari aspek teknis sistem kapitalis itu saja, bukan prinsip-prinsip dasar dan filosofinya, sehingga tidak mengherankan jika krisis demi krisis ekonomi akan terus berulang.
Sekarang ini dalam konteks pilkada pun kita tidaklah terlepas pada kebijakan yang hasilkan oleh pusat dengan peradigma ekonomi konvensional yang muncul saat ini bercirikan pada upaya melepaskan ekonomi dari transendentalnya dan kepedulian etika, agama dan nilai-nilai moral. Tentu hal ini sangatlah berpengaruh ketika kota Mataram dikatakan kota religius atau kota seribu masjid yang memiliki potensi ekonomi yag berbasis syariah. Bagi penulis, cara melihat ekonomi mereka adalah melalui pendekatan kekuasaan yang ingin mensekulerkan dan berorientasi duniawi, positivistik dan pragmatis. Lebih dari itu juga, dalam koteks pilkada dan visi msi kepemimpinan para calon walikota harus mengedepankan sebuah proses disiplin yang semata-mata ikhlas ntuk melakukan distribusi kesejahteraan maupun melakukan pencerdasan terhadap problem pendidikan, tanpa ada yang mengitari oleh kepentingan diri, usaha pribadi, mekanisme pasar dan motif mencari keuntungan semata. kalau semua hal itu terkadi pada seorang pemimpin yang semata-mata dari output pilkada maka akan berakibat pada kemelut ekonomi yang berkepanjangan, saat tercerabut dari matrik budaya dan nilai-nilai dalam menganalisis dan menformulasi pemecahan masalah ekonomi dan pembangunan maka konsekwensi yang harus dilakukan adalah melakukan penolakana terhada ekonomi yang merugikan rakyat kota mataram.
Melihat fenomena faktual tersebut, secara nyata kita dapat memotret wajah buram ekonomi masyarakat kota mataram atas yang diakibatkan oleh ekonomi kapitalis dalam mencapai tujuannya. Maka krisis ekonomi yang terus berulang, telah secara nyata membuktikan bahwa sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis yang mendasarkan diri pada filsafat materialisme-sekularisme) telah gagal menjawab dan menyajikan solusi atas persoalan ekonomi dan kemanusiaan. Karena itu tidak aneh jika kita secara kasat mata menyaksikan lingkaran kezaliman yang mengiringi hilang timbulnya siklus krisis dalam kehidupan perekonomian masyarakat kota mataram. Karenanya, keadilan ekonomi yang hendak kita wujudkan bila tata ekonomi kota mataram yang baru saat ini agar tidak melahirkan tragedi kemiskinan, kelaparan dan busung lapar; kesenjangan kaya dan miskin serta perangkap utang mapun hegemoni ekonomi dengan kepentingan sesaat. Contohnya bisa melihat bagaimana kota mataram menghadapi kelaparan dan penindasan. Artinya dituntut kepada pemerintah pada saat ini agar dapat melaksanakan pilkada dengan baik agar apa yang diharapkan dalam kepemimpinan kedepannya dapat menjamin kesejahteraan masyarakat dan bukanlah menjadi oemimoin seperti monster pencabut nyawa bernama rawan gizi.
Maka oleh karena itu, pilkada bukanlah tradisi pergantian perebutan kekuasaan dan melakukan black campaign terhadap yang lain, pilkada harus berfihak kepada masyarakat dengan selalu mengedepankan asas manfaat agar pilkada pada saat ini tidak hanya menghabiskan biaya akan tetapi menghasilkan out put kepemimpinan pemerintahan yang cerdas dan siap menggulangi setiap ploblem kemiskinan dan menjalankan pembangunan sebagai mana mestinya yang di harapkan oleh masyarakat kota mataram. terutama hal yang perlu di perhatikan adalah meningkatkan pembangunan infrastruktur, menggali potensi ekonomi yang berbasis kerakyatan, menginventarisir semua aset daerah dari kepentingan investor asing, membuka jalan bagi masyarakat untuk mengakses informasi program pembangunan maupu pemberdayaan, memfprmulasikan anggarayang proo poor dan membebaskan dari kemiskinan. Selalin itu juga faktor utama yang harus di revitalisasi adalah pendidikan, eknomi dan kesehatan agar tidak ada korban kemiskinan lagi.

Walikota Dan Misi Pencerdasan Daerah
Seorang walikota selayaknya berusaha memiliki sifat-sifat pendidik sebagaimana Rasulullah saw. Untuk itu, ada sejumlah hal yang harus selalu dimiliki oleh walikota maupun calon walikota pada momen pilkada ini adalah sebagai berikut :
1.Memahami bahwa masyarakat adalah amanah dari Tuhan. Maka kewajiban seorang pemimpin (walikota) untuk mengurus, mengayomi, dan melindungi masyarakat. Layaknya akan diminta pertanggungjawaban di hari akhir kelak. Maka menjaga, membina, adalah tugas yang telah Tuhan pikulkan pada walikota.
2.Tampil sebagai motivator, Dalam memimpin amat terjal dan banyak tantangan serta godaan. Maka, masyarakat tentunya membutuhkan pemimpin penerang jalan sekaligus pendorongnya. Tidak cukup sekadar menerangi jalan jika tak ada ajakan yang memikat dan harus bisa menjadi motivator, pemberi semangat kepada masyarakat dalam meniti jalan hidupnya
3.Membangun hubungan penuh kasih sayang dengan masyarakat, bukan semata guru dengan murid, atasan dengan bawahan, buruh dengan majikan, apalagi komandan dengan prajuritnya, harus menjaga hubungan baik dan kasih sayang dengan masyarakat dan dijadikan panutan dalam kehidupan masyarakat. Proses yang dilandasi keikhlasan dan kasih sayang, walaupun hubungan formalitas layaknya atasan pada bawahan. Agar semakin dekat hubungan masyarakat dengan pemimpinnya, maka kenalilah unsur-unsur perekat kasih sayang dengan masyarakat adalah sebagai berikut: ringan tangan dan pemurah, sabar dan pema’af, gemar berkunjung ke rumah masyarakatnya, pasar dan terminal bus, santun dalam mengingatkan dalam fakta hukum, berusaha menjaga perasaannya, dan tidak mempermalukan dirinya, gemar mendo’akan masyarakatnya, terbuka terhadap saran dan nasihat dari masyarakat, gemar melakukan introspeksi diri, berkepribadian kuat dan mandiri, walikota haruslah cerdas, berwawasan luas, dan menguasai pemerintahan, berani menyampaikan kebenaran dan menerima kebenaran.
Faktor diatas merupakan pendukung dalam segala aktivitas pemerintahan, yang dapat dijadikan aspekl prioritas kepada masyarakat agar seluruh komponen masuarakat memiliki tujuan yang sama dan melakukan pembangunan secara bersama pula. Ketika pembangunan tersebut lancar dan memadai maka harapan daerah kesejahteraan dan daerah pencerdasan akan bisa menjadi tolak ukur bagi daerah lainnya.

Biodata Penulis :
Rusdianto,. sip—biasa di panggil Yanto Sagarino, Lahir di Bonto Sumbawa Besar pada tanggal 04 Februari 1982. Alumni Perguruan Tinggi Universitas Muhammadiyah Mataram Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Pemerintahan. Banyak hal yang telah di kerjakan seperti dunia tulis menulis, pelatihan, pembicara, fasilitator seperti Muhammadiyah : pengkaderan IMM (DAD, DAM, DAP) latihan Instruktur IMM (LID) serta Perkaderan Muhammadiyah (BA), Melatih Dewasa PWPM NTB, Sekolah pemikiran (School Of Tough) di bawah kelembagaan L-KOPI NTB, Sosial kemasyarakatan : Pelatihan Anti Korupsi, pelatihan ISQ, Pelatihan Bela Negara Dan Kewarganegaraan, Pelatihan Dan Workshop Kewirausaan, Pelatihan Karya Tulis, Pelatihan Kepemimpinan dan lain sebagainya.
Jabatan yang pernah di raih Sekretaris Umum Komisariat IMM FISIPOL UM Mataram (2005-2006), Sekretaris Bidang Organisasi PC IMM Kota Mataram (2006-2007), Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah NTB periode 2008-2010, Sekretaris Jendral Ikatan Keluarga Pemuda Pelajar Mahasiswa Tarano (IKPPMT), periode 2002-2003, Ketua Umum Korwil (NTB, NTT Dan Bali) Asosiasi Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Dan Administrasi (AMIPA) 2004-2005, Pendiri Forum Silaturrahmi Mahasiswa Sumbawa Regio Muhammadiyah Mataram (FSMS), dan Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Sumbawa Indonesia (AMSI) NTB (2003-2004). Direktur Lembaga Komonitas Pemikir Dan Pembaca (L-KOPI) Mataram NTB 2009– sekarang. Buku yang pernah di publikasikan ”Kepemimpinan Dan Gerakan Kaum Muda Untuk Mewujudkan Welfare State Penerbit Kibar Press Yogyakarta dan pengagas Teori Syafrilisme yang didasarkan pada 4 kesadaran adalah kesadaran Tauhid, Iqra, Majelis, dan Harakah Fil Islam. Artikel yang pernah di publikasikan adalah Suara Muhammadiyah, webmedia TVRI dan Suara NTB.

Tidak ada komentar: