TANTANGAN DAKWAH DAN KADERISASI MUHAMMADIYAHDI TENGAH DINAMIKA ZAMAN DALAM KONSEPSI IBADAH DAN MUAMALAH (TINJAUAN DI ABAD KEDUA)
YANTO SAGARINO DPP IMM
Sebelumnya kami dari Lembaga Tabloid Fastabiqul Khaerat PW Muhammadiyah NTB mengambil tema tantangan dakwah dan kaderisasi Muhammadiyah. Maka oleh karena itu, dalam wawancara kami akan dipokuskan pada wilayah dakwah dan kaderisasi baik secara internal maupun eksternalnya. Wawancara dan dialog ini kami mengharapkan pemikiran dan pandangan bapak agar dapat merefleksikan dan memberikan solusi dari kebuntuan proses dakwah dan kaderisasi Muhammadiyah NTB sebagai sebuah solusi dalam proses menjunjung tinggi khasanah keberislaman kita semua terutama kader persyarikatan. Muhammadiyah lahir, hadir, dan berada di tengah manusia dalam konteks mendinamisasikan setiap perkembangan dan perubahan yang terjadi.
Dalam berbagai kesempatan kami sering ketemu dengan para pimpinan persyarikatan dengan melakukan beberapa pengkajian tentang tantangan dakwah dan kaderisasi ini, apalagi dakwah cultural Muhammadiyah, perubahan paradigma dakwah itu sangat berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan masyarakat, diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik, budaya dan lingkungan itu sendiri. Termasuk kader perstyarikatan harus memiliki kemampuan untuk bersifat terbuka dan cerdas dalam melihat kelemahan dan kemampuan persyarikatan Muhammadiyah NTB untuk melakukan perubahan yang sangat mendasar pada sikap dan tingkah laku dalam hubungan antar manusia. Muhammadiyah, sebagai gerakan dakwah islam amar ma'ruf nahi munkar, mengikuti perkembangan dan perubahan gerakan Muhammadiyah, oleh karena kader Muhammadiyah secara personal maupun kolektif senantiasa menunaikan dakwah, amar ma'ruf nahi munkar, dan menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan kapasitasnya.
Semua yang dilakukan oleh Muhammadiyah NTB tinggal mengarahkan untuk mencapai maksud dan tujuannya, "Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga tenvujud mayarakat Islam yang sebenar-benarnya" Karena itu, Muhammadiyah dalam merespon perkembangan dakwah dan kaderisasi harus cepat dan tepat, nilai-nilai dasar Muhammadiyah. Muhaln nadiyah menyadari keterbatasan kemampuannya. Dari beberapa problem dakwah dan kaderisasi yang di alami oleh persyarikatan Muhammadiyah NTB.
Pandangan H. Syamsudin Anwar dalam konteks dakwah dan kaderisasi bahwa memang sekarang ini harus terbuka dengan segala perubahan yang ada, namun harus di ingat bahwa Muhammadiyah adalah organisasi dakwah amar ma’ruf nahi mungkar yang bertujuan menghadirkan Islam Rahmatan lil alamin. Memang harus diakui bersama dan menjadi pelajaran penting bagi kader, warga dan simpatisan Muhammadiyah bahwa dalam proses perjalanan dakwah dan kaderisasi Muhammadiyah memiliki tantangan yang sangat berat kita hadapi. Tentu hal ini harus ada formulasi dari berbagai komponen majelis dan lembaga di dalam persyarikatan Muhammadiyah itu sendiri. Kesadaran akan dakwah dan kaderisasi merupakan pilar penting dalam bermuhammadiyah, sehingga organisasi kita ini dapat mengukur kemampuannya pada pola gerakan dakwahnya sebagai spirit pembaharuan untuk mencapai tujuan dan cita – citanya itu. Kesadaran akan problem dakwah dan kaderisasi bukan diartikan pada posisi lemahnya perhatian akan eksistensi dakwah dan kaderisasi itu sendiri, akan tetapi kita sangat membutuhkan kemampuan dan kompetensi dasar tentang proses dakwah dan kaderisasi dengan mencetak para muballig—muballigah Muhammadiyah yang siap turun kedaerah, cabang dan ranting. Para Muballig dan muballigah ini harus di persiapkan secara baik dan matang sehingga profile kepribadian maupun pemahaman kemuhammadiyahannya dapat menjadi cerminan bagi masyarakat kerika mereka melakukan proses dakwah.
Menurut beliau, penghalang dalam dakwah dan kaderisasi kita di Muhammadiyah NTB padahal sudah ada regulasi tentang metodologi bakunya baik secara formal maupun informal. Peta dakwah dan problem solving kaderisasi kita di Muhammadiyah NTB sekarang ini tidak mudah membalik telapak tangan, oleh karena dalam berdakwah harus mempunyai kecerdasan dalam membaca segala kondisi dan selalu memiliki kompetensi pada wilayah art (seni). Banyak hal yang harus di refleksikan dalam proses dakwah Muhammadiyah adalah dakwah dan kaderisasi yang sipatnya formal dan non formal, sehingga pemaknaan seperti ini merupakan sesuatu yang berada pada ruang terbatas, padahal dimensi Islam ini harus menghadirkan Islam dalam ruang dan waktu yang tak terbatas dan terbuka serta bersifat hanif. Mengapa hal tersebut dalam konteks dakwah dan kaderisasi harus di tafsirkan dalam bahagian dan bentuk lain baik yang dilakukan oleh personal sebagai anggota persyarikatan maupun majelis – majelis pengajian yang di buat oleh pimpinan persyarikatan seperti pengajian ahad pagi, itu merupakan katalisator dakwah Islam Muhammadiyah untuk salng mengajak kepada kebaikan, kita melihat sekarang ini, umat Islam banyak yang keluar dari habitatnya, seperti kebanyakan warga persyarikatan yang memilih organisasi Islam lainnya, bahkan tidak tanggung memilih jalan yang dapat merusak konstruksi pemahaman keislaman mereka seperti paham liberalisme, sekulerisme dan pluralisme. Umat Islam juga, sering lupa pada makna antara esensi beribadah shalat dengan makna berfastabiqul khaerat, padahal diantara kedua makna tersebut sangat berhubungan yang tidak bisa lepas satu sama lainnya, tidak berusaha memadukan antara makna innas shalati tanha anil fahsa iwal munkar dengan sikap dan prilaku sosialnya untuk berfastabiqul khaerat. Sehingga yang ada selama ini adalah stigmanya dan kesan lamban Muhammadiyah dalam menghadapi tantangan dakwah dan kaderisasi yang terus berkembang dan semakin kompleks saja tanpa dapat teratasi dengan baik dan benar. Ini termasuk masalah yang tak pernah akan selesai untuk selalu kita jawab sedikit demi sedikit, kalau kita benar – benar melaksanakan prinsip bermuhammadiyah dengan mematuhi MKCHM, PHIWM, Muqaddimah AD/ART Muhammadiyah maka kita akan keluar dari masalah seperti ini yang tak habis mendera kita semua, semoga seluruh kader, anggota, pimpinan dan simpatisan Muhammadiyah dapat mencermati masalah ini kedepannya demi menjaga keberlangsungan Muhammadiyah di abad keduanya.
Kemudian, yang dimaksud dengan dakwah dan kaderisasi yang bersifat formal dan non formal adalah dalam rangka memperkuat basis dakwah, tentu sekarang harus ada sikap introspeksi dan bukan untuk mengecilkan hati dalam berdakwa, sebenarnya semangat kita dimaksudkan untuk berpacu diri demi berfastabiqul khaerat dan meningkatkan kemampuan serta komitmen diri, kita sebagai kader Muhammadiyah harus berdakwah secara pribadi maupun kolektif secara organisatoris dan harus memiliki metodologi dakwah yang bisa menjadi bagian terpenting dalam masyarakat. Keberhasilan Muhammadiyah membentuk sebuah peradaban masyarakat yang berkualitas walaupun belum sepenuhnya tercapai tujuan dan cita. Kita haruslah memberikan penilaian secara terbuka dan kritis terutama Angkatan Muda Muhammadiyah agar senantiasa mengambil peran lebih aktif tanpa harus melihat begitu saja masalah yang kita hadapi. Memang kita semua merasakan adanya kelambanan Muhammadiyah dalam merespon perkembangan dan perubahan masyarakat baik dalam perkembangan ekonomi, sosial, politik dan budaya. Yang menjadi masalah pada internal Muhammadiyah adalah doktrin pemahaman formal bermuhammadiyah belumlah terinternalisasi dalam kepriibadian pimpinan dan anggota persyarikatan itu, sekarang ini tidak mungkin berhasil dalam kaderisasi tanpa ada kebersamaan dalam proses kaderisasi dan dakwah, Kemudian begitu juga dengan dakwah dan kaderisasi terkadang proses non formal ini tidak terintegrasi dalam khasanah dakwah, kaderisasi dan peran manajemen organisasi sebagai motor penggerak roda dakwah dan transformasi . Selain itu juga harus melakukan revitalisasi dakwah dan tajdid serta kebudayaan sebagai pilar penting dalam internal Muhammadiyah.
Ada beberapa kelemahan saat ini dalam internal persyarikatan Mukaderisasi hammadiyah NTB yang harus diakui adalah manajerial organisasi, pola kepemimpinan yang ada masih sangat rendah, tidak ada konsistensi pada kader Muhammadiyah untuk melaksanakan hasil MUSWIL, MUSDA, MUSCAB dan MUSRAN, melemahnya sumber daya manusia. Maka oleh karena itu untuk melengkapi dari kelemajan tersebut : Maka sangat perlu untuk mencari sehingga apa yanto menjadi pemijakan. untuk menganalisa secara ilmiah. Apalagi dikaitkan dengan harapan dan tuntutan masyarakat yang demikian besar kepada Muhammadiyah. Kalau kita melihat ke dalam, secara jujur kita harus mengakui, bahwa selama ini, terasa ada penurunan komitmen pada sebagian warga dan pimpinan kepada Muhammadiyah dan kurang maksimalnya peinbinaan kader di kalangan Muhammadiyah. Muharnmadiyah ibarat sebuah pasar. Siapa pun, secara umum, dapat keluar dan masuk pasar. Bagi siapa yang hendak masuk Muhammadiyah dapat melalui banyak pintu sesuai profesi masing-masing. Sebenarnya ini positif, tapi sayangnya setelah mereka berada di dalam tidak diikuti pembinaan keislaman dan kemuhammadiyahan secara kontinyu. Sehingga ketika Muhammadiyah suatu waktu meminta komitmen mereka, maka mereka menyambutnya tidak seratus persen.
Demikian pula kurang maksimalnya pembinaan kader di kalangan Muhammadiyah, padahal mereka juga bersentuhan dan berkomunikasi dengan dunia luar, karena kurang fahamnya terhadap Muhammadiyah, maka kadang kita mendengar bahwa di antara mereka ada yang tertarik kedalam ideologi lain yang dianggap lebih menarik dan menantang. Karena itu perlu digiatkan pembinaan ideologi bagi para pimpinan, anggota, kader, dan yang berada dalam amal usaha Muhammadiyah melalui Baitul Arqam Darul Arqam, Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah, pengajian pimpinan, pengajian anggota, refreshing, up-grading, kajian-kajian intensif, dan lain sebagainya. Agar mereka memiliki komitmen yang tinggi pada Muhammadiyah dan bangga dengan jatidiri sebagai pimpinan, anggota, dan kader Muhammadiyah.
Kita memang melihat dakwah dan kaderisasi di AUM sekarang ini selalu mengalami jalan buntu, hal tersebut lebih di sebabkan oleh beberapa hal adalah sebagai berikut :
1. Ketidakpahaman pimpinan AUM dalam proses bermuhammadiyah
2. Tidak ada kerjasama yang intensif dalam pemibinaan kader antara AUM dan pimpinan persyarikatam.
3. Terkadang para pengajar di AUM juga merasa memiliki dan menaruh kepntingan lebih besar yang artinya hanya mencari makan di Muhammadiyah tapi tidak berusaha memberi kondtribusi terhadap Muhammadiyah, nah ini saya kira harus ada komitmen bersama untuk menetapkan aturan yang sipatnya baku di setiap tingkat pimpinan AUM maupun persyarikatan dengan cara menyusun aturan agar setiap penerimaan tenaga pengajar di lingkungan AUM harus melakukan dakwah ke berbagai daerah di seluruh NTB setelah sebagai syarat untuk menjadi pegawai persyarikatan, ini syarat ketika di nyatakan mereka lulus sebagai tenaga pengajar, kalau seperti ini Muhammadiyah akan kelihatan syiar dakwahnya, mungkin manajemennya seperti orang KKN, nanti pimpinan persyarikatan dan AUM juga akan memberikan penilaian yang baik. Kalau mendapat prestasi dakwah dengan baik maka akan lulus sebagai tenaga pengajar, apabila tidak baik dalam dakwahnya maka bisa dikatakan tidak lulus.
Membangkitkan kembali khasanah dakwah dan kaderisasi harus dimulai dari sekarang agasr Muhammadiyah ini terasa dan terlihat elok. Agar kesenjangan idiologis diantara kader persyarikatan dengan realitas dan peta dakwah tidak mengalami kaku. Semoga terus berlanjut dan meningkat. Kesuksesan dakwah dan kaderisasi di AUM tergantung pada komitmen bersama agar bersama – sama menghadapi masalah ini. Dan untuk menanggulangi kelemahan ini juga harus di persiapkan keder pimpinan baik di persyarikatan maupun di AUM agar selalu sinergis dan berjalan dengan baik.
Memang ini tidak muda, sementara sekarang kita melihat ada sebagian warga masyarakat yang tidak suka melihat penyiaran Islam, terutama yang dilakukan oleh Muhammadiyah, sebagai Gerakan Dakwah Islam, berjalan lancar dan berhasil. Mereka tidak berdiam diri dan tentu mempunyai berbagai rencana dan program untuk melemahkan dakwah Islam. Maka oleh karena itu, pilihan stategi yang harus di lakukan adalah penanaman ideology, revitalisasi pemahaman bermuhammadiyah, nternalisasi kepribadian Muhammadiyah dalam diri kader persyarikatan, peneguhan jati diri dan tidak mudah di warnai oleh idiologi lainnya dan bagi seluruh kader persyarikatan agar mensyiarkan Muhammadiyah secara benar dan baik di tengah khalayak ramai.
Menurut Bapak, bagaimana pandangan dan pemikiran bapak tentang dakwah dan kaderisasi di berbagai aspek seperti bidang kebudayaan, bidang social ekonomi, bidang politik ?. Seluruh bidang tersebut merupakan bahagian dari dakwah dan kaderisasi Muhammadiyah dan aspek itu semua sebagai lahan garapan Muhammadiyah yang paling sulit dan menentukan masa depan Muhammadiyah juga. Maka oleh karena itu, senantiasa kader Muhammadiyah harus menyebar sesuai dengan potensi yang dimiliki keberbagai aspek tadi, agar Muhammadiyah kelihatan elok dan hanif dalam masyarakat, tentu kita sebagai kader persyarikatan juga harus berdakwah dan pembinaan kaderisasi di wilayah dan aspek tersebut harus dengan bil hikmah. Selain itu juga kader persyarikatan harus menjamin dirinya sebagai bentuk peneguhan identitas dan karakternya sehingga tidak mudah di warnai oleh pengaruh negative budaya masyarakat, apalagi idiologi lainnya. Dalam hal ini juga yang terpenting adalah SDM dan penyiapan sumber daya kader persyarikatan.
Secara historis Muhammadiyah telah mampu eksis mensyiarkan Islam secara efektif melalui gerakan dakwahnya. Menurut Prof. Dr Syeikh Muhammad Said Ramadhan al-Buti periodesasi dakwah yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan dibagi menjadi empat bagian. Pertama, Ahmad Dahlan setelah diangkat menjadi khatif agung di keratin secara definitif, beliau melakukan gerakan dakwah Islam secara rahasia melalui pembinaan pengajian .anak-anak dan remaja. Pola dakwah ini ditujukan kepada pihak keluarga, koleganya, pemuda/i serta sahabat terdekat yakni para kiyai-kiyai sepulau jawa. Materi dakwah yang disampaikan adalah tentang aqidah dan ketauhidan. Kedua, dakwah KH. Ahmad Dahlan secara terbuka dan lisan dengan melakukan hijrah ke Makkah dan Madinah untuk melaksanakan Haji dan belajar ilmu pengetahuan Islam di Makkah dengan beberapa tokoh pembaruan (tajdid) Islam seperti Jamaludin Al Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan Muhammad Abdul Wahab. Ketiga, dakwah secara formal dengan mendirikan Amal Usahanya seperti PKO (sekarang PKU), pendidikan SD sampai perguruan tinggi, hal ini dimaknai sebagai alat dakwah dan kaderisasi dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagai cita-cita dan tujuan Muhammadiyah. Keempat, dakwah kultural dan tajdid yang mengajak umat manusia agar meninggalkan TBC sebagai penyebab kemiskinan dan mendustai agama serta melanggar ketentuan Allah.
KH. Ahmad Dahlan dalam berdakwah menggunakan metode yang bervariasi yakni secara personal, kaderisasi (pembinaan), kolektif, dan formal (intitusional), karena kondisi saat itu sangat diperlukan untuk melakukan dakwah dengan cara tersebut. Pemaknaan terhadap kondisi itu, KH. Ahmad Dahlan senantiasa memberikan pengajian dan berdiskusi tentang masalah kehidupan secara bil hikmah walmau’izatul hasanah seperti yang dinyatakan dalam Alqur’an surat an-Nahal ayat 125 beliau laksanakan dengan baik. Dalam pandangan Ahmad Dahlan, esensi dakwah bil hikmah walmauzizatil hasanah adalah memilih cara yang relevan dengan kondisi objektif sekaligus memberikan pengajaran yang dapat diterima oleh masyarakat dengan sinergisitas pemikiran rasional. Di kala umat Islam masih tergolong miskin, rendahnya kualitas pendidikan Islam dan tumpulnya pemikiran keislaman, maka KH. Ahmad Dahlan melakukan dakwah melalui jalur pendidikan formal maupun non formal serta mengintensifkan proses kaderisasi. KH. Ahmad Dahlan melaksanakan pendidikan perkaderan dan dakwahnya itu di rumah (al-Arqam). KH. Ahmad Dahlan mengajarkan Al qur’an, terlebih dahulu membaca ayat lalu dijelaskan maksudnya seperti surat Al Maun. Setelah para santrinya memahami dan mengamalkan isinya barulah beliau menambah pelajaran dengan ayat lainnya. KH. Ahmad Dahlan berdakwah menggunakan metode diskusi (mujadalah). Berkaitan dengan hal tersebut, KH. Ahmad Dahlan banyak berkomonikasi dengan umat muslim maupun non muslim untuk memperdalam dan ingin mengetahui Islam yang sesungguhnya.
Pentingnya upaya dakwah dan konsistensi kaderisasi muhammadiyah sangatlah di perlukan di tengah keragaman organisasi Islam lainnya. Oleh karena yang di khawatirkan sekarang ini bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma`ruf dan tajdid, sering menjadi persinggahan banyak orang yang tertarik masuk ke dalamnya baik karena kesepahaman maupun AUMnya. Muhammadiyah memiliki sumber daya kader yang selama ini cukup potensial karena memang orang muhammadiyah sebagai santri terpelajar, intelektual, modernis, beramal, terpercaya, dan memiliki keahlian yang baik. Kader muhammadiyah yang tersebari di berbagai lembaga birokrasi, politik, ekonomi dan sosial budaya menunjukkan kualitas sumber daya kader muhammadiyah yang handal sebelumnya. Namun kini mulai dirasakan adanya kekurangan kader muhammadiyah di atas rata-rata, karena sumber daya kader tersebut, baik dari internal maupun eksternal persyarikatan tidak dijamin keseimbangan antara kualitas dan kuantitasnya, Melemahnya usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas dakwah dan kaderisasi persyarikatan di sebabkan oleh banyaknya kepentingan yang masuk baik dalam struktur pimpinan maupun amal usahanya. Padahal sumber perekrutan dan pembinaan kaderisasi dan proses dakwah sangat memiliki tempat yang luas melalui pendidikan, keluarga, dan organisasi otonom muhammadiyah. Ini merupakan tantangan bersama untuk senantiasa melakukan revitalisasi dan penguatan karakter serta identitas kaderisasi muhammadiyah sebagai wujud dakwah.
Tahapan kaderisasi dan dakwah Muhammadiyah harus disertai dengan sikap sami’na wa’ato’na dalam mengemban misi, tujuan dan cita-cita muhammadiyah. Proses perkaderan dan dakwah salah satu pilar penting dalam persyarikatan untuk memberikan pemahaman ideologi muhammadiyah secara komprehensif, berwawasan keislaman dan nalar kebangsaan, agar muhammadiyah sebagai gerakan Islam amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid dapat menjadi cerminan dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Disinilah kader muhammadiyah harus mengintegrasikan jatidiri, istiqamah dan komitmen dalam memajukan kehidupan umat, bangsa, dan nilai kemanusiaan sebagai wujud ikhtiar menyebarluaskan Islam rahmatan lil‘alamin tersebut secara nyata melalui berbagai model pengembangan amal usaha, program, dan kegiatan yang membawa kemaslahatan hidup bagi seluruh manusia. Pasokan kader muhammadiyah memiliki peluang yang terbuka untuk melakukan revitalisasi dan peningkatan sinergisitas kuantitas amal usaha dengan kualitas dakwah. Muhammadiyah sekarang ini, telah berkiprah dan diterima oleh masyarakat luas baik ditingkat lokal, nasional, dan internasional sebagai pilar kekuatan Islam yang sangat berharga bagi kemajuan peradaban umat manusia. Tetapi kiprah dan langkah muhammadiyah penuh dinamika yang masih dirasakan belum mencapai puncak keberhasilan dalam mencapai tujuan dan cita-citanya, sehingga muhammadiyah semakin dituntut untuk meneguhkan dan merevitalisasi gerakannya ke seluruh aspek kehidupan. Maka oleh karena itu, proses kaderisasi dan penguatan basis dakwah harus di kembalikan sebagai wujud keyakinan kita bersama dalam menampilkan muhammadiyah yang elok dan akurat demi pencerahan peradaban.
Dalam tulisan ini yang harus dimaknai adalah kondisi objektif umat Islam dalam aspek Ibadah dan muamalah duniawiyah yang menjadi cerminan strategi dakwah dan kaderisasi. Kondisi inilah menjadi tantangan dakwah dan kaderisasi yang memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Maka dengan perbedaan tersebut, harus ada pertimbangan bagi kader dan muballig muhammadiyah agar mencapai hasil yang maksimal. Metode dakwah dan kaderisasi harus memotivasi manusia untuk berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran melalui pembinaan masyarakat Islam dan non Islam dengan landasan keislaman, cara hidup maupun keyakinan keislamannya, agar manusia dapat mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Esensi dakwah dan kaderisasi, mengajak orang lain untuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya seraya menjauhi segala larangan yang telah digariskan, dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Untuk menarik simpati dakwah dan kaderisasi diperlukan metode, agar seruan terhadap manusia kepada jalan Tuhan harus dengan hikmah dan pengajaran yang baik. Sesungguhnya Tuhan lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk, sebagaimana di jelaskan dalam surat an-Nahal : 125.
Metode dakwah dan kaderisasi menurut konsep Alquran ada tiga yakni ; pertama; hikmah, dengan cara mengemukakan dalil dan argumentasi ilmiah yang jelas dan benar, sehingga dapat menghilangkan keragu-raguan. Kedua; mau’izatil hasanah, dengan pengajaran dan nasehat serta memberikan penjelasan tentang Islam agar bermanfaat secara berkala. Ketiga; mujadalah yang baik adalah lebih diarahkan pada kesadaran majelis untuk diskusi dan berdebat dengan baik dan lemah lembut, serta penuh kasih saying. Tafsir ulang materi dakwah dan sistem kaderisasi sangat fundamental sehingga tidak membosankan dan sesuai dengan kondisi objektif, agar dapat menumbuhkan kesadaran untuk berislam.
Metode Dakwah Dan Kaderisasi Muhammadiyah Dalam Tinjauan Abad Kedua
Penyampaian dakwah harus dilakukan secara berangsur dengan menekankan aspek utamanya yakni beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika mereka telah mengimani keduanya, beritahukanlah bahwa mereka wajib mengerjakan salat lima waktu kemudian wajib membayar zakat untuk diberikan kepada kaum mustad’afin. Rasulullah saw melakukan dakwah dengan cara lemah lembut, penuh keabraban, senyum dan memperluas kerahmatan Allah meliputi semua orang. Dalam aspek Ibadah, umat manusia harus berhubungan secara vertikal dengan Allah sebagai prima causa (hablum minallah) dan sesama manusia dengan baik (hablum minannas). Kedua hal ini, sangat penting dan strategis dalam mewujudkan harmonisasi nilai kehidupan dunia dan akhirat. Aspek ibadah yang harus ditekankan adalah ibadah mahdah seperti salat, puasa, zakat, dan haji dan ghairu mahdah sebagai manivestasi muamalahnya. Pelaksaan ibadah mahdah di kalangan umat Islam masih perlu pembenahan sesuai dengan sunnah, tetapi hal yang penting adalah umat Islam dapat melaksanakan ibadah mahdah bukan diartikan sebagai ibadah tahunan dan harian untuk penghapusan dosa-dosa yang lalu, namun harus dimaknai sebagai faktor pendorong dalam rangka memperkuat ibadah salat dan berzakat.
Proses dakwah dan kaderisasi juga, merupakan manivestasi muamalah duniawiyah yang memiliki cakupan yang luas, karena meliputi hubungan antar sesama manusia dan lainnya. Dewasa ini Muhammadiyah sudah berusia satu abad. Perkembangan masyarakat sudah begitu jauh dibanding dengan masa yang lalu. Era globalisasi merupakan sesuatu yang tidak dapat dihambat oleh siapapun dan ditopang unsur positif dan negatif. Globalisasi yang ditandai dengan derasnya arus komunikasi telah membantu kehidupan manusia. Peristiwa di berbagai belahan bumi yang begitu jauh dapat segera diketahui melalui situs di internet. Komunikasi via HP sudah sangat membantu dalam kehidupan dewasa ini, bahkan face book juga sudah menjadi tren baru media komunikasi verbal. Dengan kecanggihan komunikasi banyak aktivitas yang positif dapat dilakukan, akan tetapi prilaku negatif juga tidak dapat dicegah. Pemikiran liberal yang datang dari barat dapat segera diakses melalui media komunikasi canggih, budaya barat tentang kebebasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan melalui situs-situs porno tidak dapat dibendung, karena sudah sangat mudah dilihat di internet dan juga melalui HP. Adegan-adegan seks bebas sangat diminati oleh para remaja yang sedang puberitas. Berbagai model game di internet sudah membudaya , sehingga banyak anak didik lalai belajar dan hal ini dapat menurunkan prestasi belajarnya. Menurut Asmuyeni Abdurrahman (2010), berkaitan dengan kondisi objektif dewasa ini, maka muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam yang berlandaskan Alquran dan as-Sunnah dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Mengembangkan TV Muhammadiyah dengan secara profesional sehingga dapat dinikmati oleh semua pemirsa di seluruh tanah air. Program-programnya harus dikemas sedemikian rupa sehingga menarik semua orang dan tentunya tetap membawa missi islamisasi pengetahuan dan budaya.
2. Membuat jaringan melalui internet dan mengisi sarana yang ada dengan tetap mengacu pada islamisasi.
3. Menggunakan media dakwah yang relevan dengan kondisi objektif baik pelaksanaan dakwah faridyah (individual) maupun dakwah jamaah (kolektif). Paling tidak setiap PWM dan PDM di turun kedaerah untuk menyampaiakn dakwah atau kegiatan penting lainnya.
4. Melakukan pendataan yang akurat tentang berbagai aspek dalam muhammadiyah, bahkan di setiap PWM, PDM, PCM dan PRM harus memiliki asset dan peta dakwah, sehingga dapat menopang keberhasilan dakwah dan kaderisasi muhammadiyah.
5. Dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas muhammadiyah semua AUM harus menjadikan tenaga pendidik dan tenaga administrasi menjadi warga muhammadiyah yang aktif, tidak hanya sekedar punya KTM tetapi tidak diketahui di PRM aktif bermuhammadiyah atau tidak. Suatu hal yang harus dihindari adalah mencari makan di AUM tetapi tidak pernah aktif mengembangkan muhammadiyah.
6. Dalam rangka menjalankan dakwah dan kaderisasi muhammadiyah, PWM, PDM, PCM, dan PRM harus tetap meneladani prilaku dakwah Rasulullah saw yang mengacu kepada ketentuan surat an-Nahal ayat 25 yang juga sudah diaplikasikan oleh K.H.Ahmad Dahlan sejak lahirnya muhammadiyah.
7. Menjalankan dakwah secara profesional dengan landasan ikhlas beramal karena Allah merupakan kunci keberhasilan dakwah di masa mendatang.
8. Menyebarkan muballig dan muballigah modern yang terdiri dari dosen, pegawai, kader ortom, pimpinan AUM, siswa, mahasiswa, guru dan lain sebagainya, dengan cara sebelum mereka menjadi dosen atau guru di AUM setelah mengikuti test, maka mereka wajib turun kedaerah – daerah terpencil untuk berdakwah, layaknya seperti orang KKN.
Dalam menjalankan gerakan dakwah dan kaderisasi muhammadiyah masih mempunyai tugas yang cukup berat terutama dalam melakukan purifikasi dalam masalah aqidah, ibadah dan muamalah. Namun demikian, mujahid atau pelatih dakwah muhammadiyah diharapkan tetap mempunyai optimisme dan senantiasa melakukan revitalisasi gerakan dengan maksimal. Moralitas kenabian merupakan tolak ukur yang wajib dipertahankan, agar dapat mewujudkan tatanan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Daftar Pustaka :
Naskah wawancara oleh Rusdianto S.Ip dan Zul Akbar dengan H. Syamsudin Anwar dalam konteks tatangan dakwah dan kaderisasi muhammadiyah saat ini, pada tanggal 17 februari 2010 di rumahnya yang akan di muat dalam tabloid fastabiqul khaerat.
Tulisan saudara Rusdianto,. S. Ip yang telah di muat dalam tabloid Fastabiqul Khaerat PWM NTB yang mengatasnamakan Tinuk Dwi Cahyani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar