Gelorakan Pemikiran

Kamis, 28 April 2011

BUDAYA SAMAWA SEBAGAI CERMIN KELUHURAN BANGSA

Rusdianto,. S.Ip

Berangkat dari dinamika kesejarahan bahwa memang dialektika kehidupan mengalami proses aksentuasi nilai-nilai keragaman yang sangat kuat dan bermakna positif. Paradigma kebudayaan menjadi spirit bersama dalam memberikan kontribusi dan penataan nilai-nilai kemagisan dalam proses perubahan sosial yang lebih besar. Proses cultural sangatlah elastis dalam pemahaman seluruh masyarakat, namun di tingkat menengah bahwa cultural sangat di nikmati sebagai bagian dari reformasi individu dan kolektifitas yang merata dan kadang mendatar juga. Hal ini tidak mengherankan bahwa keberagaman yang ada dari berbagai model karakter dan kebudayaan merupakan sebuah konsekwensi logis dalam merasionalisasikan sebuah kondisi perubahan yang sesuai dengan keperluan masyarakat tersebut. Dalam konteks sosiologis bahwa masyarakat Sumbawa tidaklah orisinal akan tetapi sudah mengalami proses reformasi yang panjang dan lama. Kekuatan kebudayaan dapatlah di sajikan dalam bentuk yang lebih signifikan di seluruh aspek kehidupan yang nyata. Asal usul masyarakat Sumbawa adalah hasil migrasi dari berbagai latar belakang kultural termasuk Bugis, Jawa, Sumbawa, Bima, Sulawesi, Arab, irian Jaya, Sumba, Minangkabau dan lain sebagainya. Berangkat dari multikultural inilah, Sumbawa terkadang berada pada posisi suburdinat prilaku kebudayaan yang seharus dapat di jadikan sebuah kekayaan untuk mencapai tujuan yang lebih mulia. Jargon Sumbawa “Sabalong Samalewa Atau Seimbang Serasi Selaras Dan Adil”, jargon ini memiliki kekuatan tafsir yang sangat luas dalam dimensi keragaman baik di pandang dari sisi ideologis maupun sosiologisnya. Kendati demikian bahwa samawa merupakan refresentasi dari masyarakat yang menginginkan sebuah kebahagiaan yang tak terbatas karena samawa sebenarnya sudah besar dan mengalami perubahan dari sisi yang beragama. Maka oleh karena itu samawa sangat berpotensi dalam sebuah platform kehidupan yang lebih baik.

Di tengah maraknya radikalisasi ideologi dan gerakan faham keagamaan, sesungguhnya kata samawa berada dalam ruang yang sangat baik untuk menjadi cerminan keluhuran nilai bangsa, kendati samawa merupakan padanan kata yang sangat dekat dengan nuansa Islami. Relasi samawa ini terhadap sosio masyarakat sesungguhnya memiliki butir-butir keuniversalannya dalam melihat dan memaknai keragaman akan sebuah makna kehidupan. Kita bisa menikmati kehidupan di samawa dengan rasa nyaman dan damai yang walaupun banyak suku dan budaya yang berbeda namun orang sumbawa sangat menghargai orang lain. Coba kita menengok saja ke samawa ini bahwa di sana banyak sekali suku dan model budaya yang hidup dan sangat berdampingan tanpa ada yang bersifat iri hati terhadap perkembangan budaya yang ada, misalnya di kota sumbawa saja terdapat kampung Irian, kampong Arab dan lain sebagainya. Ini bukanlah sebuah kampong yang sengaja di buat namun kampong ini sudah menyatu dengan masyarakat kota sumbawa yang sebelumnya, karena mereka rata-rata pendatang dari berbagai wilayah di Indonesia. Kampung Arab dan Irian sebenarnya tidaklah kebetulan karena sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat di Sumbawa, bahkan mereka sangat tenang dan nyaman dalam mengembangkan budaya mereka sendiri. Kemudian contoh lain adalah di Kecamatan Tarano dusun Bonto ada yang namanya kampung Bima, komunitas kampung ini terdiri dari seluruh orang bima yang sebelumnya datang nyinggu (panen padi) ke tanah samawa kecamatan tarano dari tahun 1950-an sampai sekarang, nah hal ini menunjukkan sebuah keragaman (multikulturalisme) yang sangat baik. Karena memang berbagai budaya yang ada di samawa memiliki otonomi sendiri untuk mengembangkan budayanya masing-masing akan tetapi tetap mentaati peraturan pemerintah atau peraturan adat Sumbawa.
Menurut DR. Faesal dalam dialog “Kesamawaan” pada acara temu mahasiswa sumawa di Universitas Muhammadiyah Malang mengatakan bahwa di dunia ini ada dua daerah yang sangat besar dan memiliki makna yang sangat universal yakni Samawa Rea (Sumbawa Besar) dan Big di Inggris. Kedua daerah masing-masing memberikan interpretasi yang baik. Kalau dalam konteks Sumbawa besar tentu memiliki makna yang sangat arif dan bijak, kendati demikian bahwa Sumbawa besar diartikan dalam sebuah nomenklatur yang universalnya sangat dekat dengan komponen struktur masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Mengapa seperti itu ?, karena selain mayoritas Islam dan juga masyaraknya sangat tenang dan memiliki budaya malu yang sangat luar biasa yang selama ini di kenal “Rea Ila”. Budaya kangila (Malu Of Culture) ini sangatlah baik dalam dimensi kehidupan masyarakat dan berbangsa serta bernegara. Apalagi bangsa kita saat ini dilanda oleh krisis kepemimpinan dan krisis moralitas yang perilaku para pemimpin hanya berprasangka tidak baik dan suka korupsi (KKN). Budaya inilah yang sebenarnya sudah akut yang kemudian merusak dimensi moral bangsa ini karena generasi bangsa ini hanya bisa berfikir tentang kemungkaran tanpa ada hal yang positif untuk di kerjakan demi bangsa dan Negara ini lebih baik dan menjadi Negara maju.

Maka oleh karena itu kehadiran Budaya Kangila di sumbawa ini merupakan sebuah harapan untuk membangun kembali Optimisme For culture dan merekonstruksi tatanan moralitas kebangsaan untuk memajukan peradaban Islami. Samawa merupakan padanan dan komponen Islam untuk menuju jalan yang terbaik (khaerah ummah). Kata samawa merupakan sebuah interpretasi yang sangat dan harus di junjung tinggi karena samawa yang berarti Sakinah Mawaddah Warahmah. Bahasa ini merupakan sebuah jargon masyarakat yang sangat baik untuk di pertahankan dan di pelihara demi menjadi masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Kecerdasan para sesepuh dan tokoh samawa untuk memilih namanya merupakan kehendak Allah untuk memberikan sebuah makna kemerdekaan individu maupun kolektif dalam masyarakat. Tipologi masyarakat samawa adalah cerminan masyarakat Indonesia dan memiliki nilai yang sangat luhur bagi bangsa dan Negara ini. Maka oleh sebab itu, memelihara kebudayaan sikap kepemimpinan “Tau Samawa” adalah kewajiban bagi seluruh generasi samawa untuk dapat di pertahankan sebagaimana mestinya. Tafsir kata Sakinah Mawaddah Warahmah adalah dimensi yang sangat rasional dan penuh makna di dalamnya, bayangkan saja sebuah pulau yang memiliki potensi yang sangat luar biasa dan apalagi sumbawa memiliki motto Sabalong Sama Lewa (perbaiki seluruh kehidupan samawa yang penuh berkeadaban dan keadilan), motto sabalong sama lewa ini ada makna yang tersirat dalam Al Qur’an dan sunah rasul yang mempunyai kekuatan magis dan spirit serta semangat untuk membangun peradaban yang baik tanpa ada benturan peradaban sebagaimana yang diinginkan oleh Samuel P Huntington dalam bukunya “Benturan Peradaban”. Samawa bukanlah daerah yang menjadi lahan subur rumusan hipotesis buku Samuel P Huntington untuk di lakukan perbenturan. Sesungguhnya harus di ingat bahwa kehadiran samawa adalah hipotesis kehidupan untuk menjamin kehidupan lebih baik di tengah penduduk yang multikulturalisme. Hal inilah yang harus di galakan oleh masyarakat sumbawa untuk menjaga kebudayaan aslinya agar tetap berada dalam ruang kehidupan yang berguna bagi masyarakat dan bangsa. Kedudukan samawa adalah sebuah takdir yang telah merebut sendi-sendi kemerdekaan sebagai warisan kebudayaan yang paling paripurna. Kebudayaan samawa adalah budaya paripurna dalam masyarakat samawa sendiri yang memiliki nilai keangungan yang tak tertandingi dan mempunyai filosofi yang baik.
Maka oleh karena itu samawa bisa di jadikan salasatu rumusan pemikiran untuk menuju prikehidupan yang lebih aman dan damai, kendati hal tersebut suatu kenyataan yang paling menggembirakan ketika samawa di pandang dalam ruang yang terbuka dan tetap berada sebagai penopang keluhuran bangsanya sendiri.

***Penulis Rusdianto,. S.Ip Adalah Presiden Direktur Shaffan Institute Indonesia - Malang